Halo rekan2 milis, Menarik sekali artikel yg dikirimkan oleh Pak Syah ini.
Pada prinsipnya saya sangat setuju dg isi artikel tersebut. Saya sendiri mempunyai pengalaman yg sangat tidak baik akibat dari TV yg terjadi pada saudara sepupu yg waktu itu masih TK. (Bagi teman2 yg sudah baca eBook saya tentunya sudah tahu ceritanya) TETAPI, saya yakin sebagian besar dari kita merasa sangat tidak mungkin saat ini utk memisahkan TV dari kehidupan kita dan anak2 kita. Artikel dari Pak Syah itu menurut saya terlalu menyoroti sisi negatifnya saja. Kalau memang bisa dihindari, akan lebih baik utk tidak nonton TV. Tetapi kalau merasa tidak mungkin dihindari, kitalah yg harus mencari sisi positif dari acara TV. Apa saja yg bisa kita lakukan ? Yg pertama, tentunya adalah bersikap SELEKTIF...... Sekali lagi, SELEKTIF ! terhadap acara yg boleh ditonton oleh anak kita. Kita HARUS benar2 bisa melakukannya dg KERAS. Jika tidak, BUANG saja TV dari rumah ! (hi..hi..hiii..sorry, terlalu ekstrim. Jangan dibuang ya..dikasihin saya aja :)) Misalnya, jangan dibiarkan anak kita menonton acara sinetron orgtua, dsb. Yg kedua, Waktu menonton acara yg sesuai dg usia anak kita, kita harus bersikap AKTIF...... MENDAMPINGI menonton TV bersama secara AKTIF ! Misalnya, kita ajak anak kita memberikan komentar atau menanyakan isi acaranya. Atau kita menjelaskan isi acaranya. Atau mintalah dia menari-nari waktu melihat acara menyanyi di TV. Ini yg selalu dilakukan oleh kedua anak saya, Rihan dan Afi. Jika kita bersikap selektif, masih banyak sisi positif dari acara TV yg tidak bisa dialami langsung di sekitar kita. Misalnya, cerita ttg kehidupan binatang di hutan, cerita ttg alam semesta, dsb. Saya sendiri mempunyai (membeli) 2 video dari USA yg berisi acara khusus tentang pengembangan otak kanan dan otak kiri anak batita. Isinya sangat bagus sekali..... dan ini hanya bisa dilakukan karena ada TV ! Itu sedikit sharing dari saya, semoga bermanfaat. salam, Taufan Surana -------------------------------- Ingin meningkatkan kecerdasan anak balita anda ? Kunjungi www.balitacerdas.com Atau, kirimkan email kosong ke : [EMAIL PROTECTED] -------------------------------- -----Original Message----- From: Syah, Tengku Abdilah [mailto:[EMAIL PROTECTED]] Sent: Thursday, April 04, 2002 12:27 PM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] matikan saja TV anda fyi MATIKAN SAJA TV ANDA Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang dengan baik. ---------- Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka? Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. "Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya," paparnya. Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya. Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya. "Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang." Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, "Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah." Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, "Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa." Timbul pertanyaan, apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang akibat kebiasaan itu? --- deleted --- >> Kirim bunga ke kota2 di Indonesia dan mancanegara? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]