Hati-hati Game Virtual, Bisa Ciptakan Generasi Baru Hedonis
Publikasi: 02/05/2002 15:26 WIB



eramuslim - Jika Al Qur'an mengingatkan kita untuk menjaga diri dan seluruh anggota 
keluarga kita dari api neraka, sangatlah beralasan. Karena atmosfer bumi di mana kita 
hidup saat ini, kian sesak dengan komplotan perusak yang akan menjerumuskan kita dan 
anak-anak kita ke dalam api neraka. 

Perang dahsyat yang kini tengah mereka kobarkan bukan dalam bentuk perang senjata 
belaka. Yang lebih berbahaya lagi adalah, mereka melakukan penyerbuan secara intens 
alam pikiran anak-anak kita. Tujuan komplotan perusak bumi itu adalah, untuk 
menghancurkan aqidah, pemikiran, dan cita-cita luhur anak-anak kita yang merupakan 
calon generasi masa depan. 

Komplotan itu telah menyebarkan narkoba secara massive, menjual syair lagu-lagu yang 
melecehkan eksistensi Tuhan, memproduksi film-film yang mengeksploitasi praktek 
percabulan, hingga menumbuhsuburkan game-game simulasi yang mampu membuai alam pikiran 
anak-anak ke dunia awang-awang. Yang terakhir ini kita kelompokkan sebagai permainan 
"Game Virtual". 

"Hampir di semua sudut, kini ditemukan rental game, yang tidak saja digemari 
anak-anak, tapi juga orang dewasa," komentar Dimitri Mahayana, dosen jurusan Teknik 
Elektro ITB, dalam orasinya bertajuk "Revolusi Digital, Mitos atau Realitas", pada 
Dies Natalis ke-35 Universitas Yarsi, Senin (29/04). 

Kondisi ini menurut Dimitri, perlu disikapi lebih bijaksana oleh para orang tua 
khususnya. Sang dosen mengingatkan kita untuk mencermati era digitalisasi yang bukan 
sekadar dampak natural dari perkembangan iptek belaka. "Masuknya aspek digital dalam 
tiap sendi kehidupan manusia sendiri, harus juga dicermati. Yaitu bagaimana 
mengantisipasi berkembangnya nilai-nilai laten," ingatnya. 

Tentang nilai laten tersebut, Dimitri menjelaskan bahwa seiring dengan booming 
internet, peradaban dan kehidupan manusia menjadi makin digital, dan semakin mengikuti 
perkembangan zaman. Berarti, nilai Dimitri, pengetahuan manusia selalu up to date dan 
memiliki keunggulan kompetitif. 

"Hanya dengan sekali klik, semua layanan yang kita butuhkan tersedia. Mulai dari 
kesehatan, keuangan dan perbankan, sampai kencan pun bisa diatur lewat internet," 
komentarnya. 

"Namun bagaimana dampak cultural shock yang justru tidak disadari kehadirannya," 
sambung Dimitri. Sebagian besar orang, menurutnya, justru kurang peduli dengan efek 
samping perkembangan iptek. Digitalisasi, ujar Dimitri, akan selalu diikuti dengan 
virtualisasi. Artinya, keberadaan realitas nyata akan tergantikan oleh realitas 
virtual. 

Hal itu pula yang oleh Dimitri dinilai, terjadi pada game virtual. Permainan modern 
yang banyak digemari anak-anak itu telah menggeser keberadaan permainan tradisional. 

"Sudah sulit sekarang kita temukan anak-anak main petak umpet atau kucing-kucingan. 
Mereka lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam main game, meski harus pergi ke rental 
dan bayar," papar Dimitri tentang perilaku bermain anak-anak modern. 

Padahal, ingat dosen ITB itu, game virtual justru tidak mendidik sama sekali. Sejauh 
ini berbagai game yang tumbuh menjamur di berbagai tempat, hanya melulu menyajikan 
aspek kekerasan dan erotisme (sensualitas). 

Selanjutnya Dimitri mengingatkan lagi, bahwa eksplorasi imajinasi lewat realitas 
virtual tersebut, dalam kurun waktu tertentu akan memunculkan problem baru di kalangan 
generasi muda. Yaitu munculnya generasi baru hedonis, pemuja kenikmatan dan kemudahan. 

"Bayangkan saja, anak bisa merasakan puasnya membunuh musuh dengan senjata tajam atau 
bahkan berkencan dengan bintang film seksi terkenal sekalipun. Siapapun yang 
diinginkannya tinggal diset, semua beres," jelas Dimitri. 

Apa yang dikhawatirkan Dimitri, tepat. Sebab hari ini kalangan anak-anak maupun 
generasi ABG, makin melecehkan norma-norma, sejalan maraknya era teknologi digital. 
Baik normal sosial, apalagi norma-norma ketuhanan. Iga Mawarni, aktivis Forum Bening, 
menyebut mereka sebagai generasi instan yang tidak memahami hidup dalam arti 
sebenarnya. 

"Anak itu maunya serba beres, tahu-tahu sudah tersedia. Padahal tidak begitu. Segala 
sesuatunya berproses," ujar Iga. 

Apakah cuma orang dewasa yang bisa melihat film-film keras berdarah-darah dan seks? 
Jawabannya tidak! Lewat game virtual yang kian mem-booming di pasaran, norma-norma 
yang memisahkan status dewasa dan anak-anak kian tipis dan akhirnya lenyap. 
Adegan-adegan privasi dan kekerasan yang hanya "layak" ditonton orang dewasa pun, kini 
telah dikonsumsi anak-anak. Nilai dan norma dalam abad modern ini kian digerus oleh 
bacaan, film, tontonan, dan juga game-game itu. 

Akhirnya tulisan ini ingin mengingatkan kita semua, untuk berhati-hati menjaga 
anak-anak dari pengaruh budaya hedonisme yang kian marak tumbuh dalam masyarakat kita. 
Karena anak-anak kita adalah titipan dan amanah Allah SWT yang harus kita jaga dengan 
serius. Persis apa yang diingatkan Al Qur'an; 

"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang 
mereka, anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap anak-anak mereka. Oleh 
karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan 
perkataan yang benar," (Q.S 4 : 9). 

(sulthoni) 

Tri Agus
*********
Kunjungi website saya :
http://www.bearbookstore.com/members/triagus/index.html

Kirim email ke