Buku Bekas Tak Pernah Kedaluwarsa Perjalanan buku tak mengenal kata akhir. Sejak dari dapurnya di percetakan hingga bosan membacanya, buku tetap memiliki nilai. Nilai informasi dan nilai ekonomis. Inilah yang bisa kita lihat di deretan kios penjual buku di Jalan Palasari.
Di suatu pagi, Jumat (17/6) pekan lalu, pemandangan kios-kios di kawasan Jalan Palasari sudah mulai ramai didatangi pembeli. Penjual masih tampak sibuk menata tumpukan buku dan majalah dagangannya. Ada yang disusun menurut nama dan ada yang hanya ditumpuk berdasar jenisnya, seperti buku pelajaran sekolah, majalah anak-anak, ataupun buku-buku perkuliahan. Sebagian lagi mempersilakan pengujung pasar untuk membeli barang dagangannya. "Cari apa? SilakanÂ…," demikian ajak seorang remaja berumur 18 tahun asal Padang, menawarkan buku-buku di kiosnya. Pasar yang berbentuk lorong panjang dengan pedagang buku mencapai 160 orang ini menawarkan berbagai macam buku. Hampir semua jenis buku ada di situ. Buku pelajaran sampai majalah bekas, lokal maupun luar negeri, yang tua atau yang terbaru, terpampang di sana. Awalnya pasar ini dibangun tahun 1980 untuk menampung penjual buku-buku bekas yang sudah ada di Bandung sejak tahun 1970-an yang biasa mangkal di alun-alun kota dan Jalan Cikapundung. Setelah bertahan selama 13 tahun, terjadi sebuah musibah kebakaran di pasar itu. Akhirnya, dibangunlah sebuah pasar darurat sementara yang berdiri tepat di Jalan Palasari. Pasar itu bertahan hingga sampai saat ini. Tidak hanya buku bekas, dalam perkembangannya pasar ini sempat menjual buku-buku baru yang bajakan. Namun, sekarang tidak lagi. Di pasar yang terkenal dengan buku bekas ini adalah surga bagi pembaca ataupun pelajar yang ingin mendapatkan bacaan pilihannya dengan harga murah dan berkondisi utuh. Asal, pintar-pintar saja memilih dan menawar. PAGI itu, sekitar pukul 09.30, pengunjung tidak banyak. Tampak di kios paling utara, tiga siswa SMP sedang asyik menawar buku pelajaran. Terlihat juga seorang ibu yang menggandeng dua anaknya menanyakan buku pelajaran agama kepada Anwar (47), pemilik Kios Anisa. Buku-buku pelajaran yang tersedia mulai buku pelajaran sekolah dasar hingga untuk mahasiswa tingkat akhir. Pelajar dan mahasiswa sebagai pembeli terbanyak biasanya datang ke pasar ini saat awal tahun ajaran baru, sekitar bulan Juli dan Agustus. Mereka membeli buku-buku pelajaran, seperti Bahasa Inggris, IPA, Matematika, dan buku diktat kuliah. Buku pelajaran yang paling laku dibeli adalah buku untuk pelajar sekolah menengah atas. Selain pelajar, ibu-ibu adalah konsumen terbanyak kedua di pasar yang buka sampai pukul 16.00. "Kalau ramai saja, kita bisa buka sampai pukul 6 sore," kata Anwar. Majalah wanita, bacaan mode, dan resep makanan paling banyak diminati oleh ibu-ibu serta pengunjung perempuan, sedangkan majalah otomotif dan komputer lebih dipilih mahasiswa atau para kaum pria. Tidak ketinggalan majalah interior desain dan arsitektur juga banyak peminatnya. Menurut Setiawan (42), penjual buku yang kiosnya ada di bagian belakang pasar, kebanyakan pembeli mencari majalah untuk dikliping sebagai tugas sekolah. "Kalau ibu-ibu, mereka beli majalah untuk cari resep makanan untuk dikoleksi sendiri," tambahnya. Ada berbagai alasan pembeli datang ke Palasari. Yang pertama adalah masalah harga. Harga buku bisa dibeli dengan potongan harga sampai 30 persen. Bagi kolektor buku, tempat ini bisa dijadikan wahana berburu yang tepat. Seperti di kios Melati milik ibu Rasti (57), tersedia buku-buku cerita silat karya Kho Ping Hoo. Menurut salah seorang pengunjung yang datang bersama suami dan putrinya, Palasari memberikan kenyamanan tersendiri. "Saya suka beli di sini, selain lengkap rasanya saya bisa tawar-menawar seperti di pasar tradisional," ungkapnya. "BUKU-buku bekas yang ada di Palasari berasal dari dua sumber. Sumber pertama adalah "Roda", atau pedagang loak keliling, sedangkan sisanya berasal dari pengunjung yang datang sendiri ke kios-kios, seperti mahasiswa yang sudah lulus. Alasannya, mereka akan kembali ke daerah asal. Roda tidak datang setiap hari. Mereka datang kalau gerobaknya sudah penuh dengan buku-buku bekas yang diperoleh dari kampung dan perumahan. Majalah atau buku yang diperoleh akan dijual ke pemilik kios secara borongan. Akan tetapi, ada yang dijual satuan, bergantung pada kondisi barang. "Kira-kira satu buku harganya seribu," jelas Setiawan. Namun, untuk majalah dibeli dengan harga Rp 250-Rp 500. Soal buku bajakan, memang pernah ramai dijual di sini. Namun, dalam dua tahun terakhir, menurut Anwar, pihak IKAPI sering mengadakan operasi buku bajakan sehingga banyak penjual yang memilih tidak menjual buku bajakan. "Dari pada ditutup, mending jual buku bekas saja," tambahnya. Selain keuntungan finansial, pemilik kios juga mampu menambah pengetahuan. Tanpa disadari buku bekas ternyata mampu menghasilkan nilai ekonomis. Setiap alur yang dilewatinya selalu berbuah informasi dan ekonomi. Dijual di pasar loak sampai diolah menjadi kertas daur ulang, adalah nilai jual dari tumpukan buku bekas itu. (d09) Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/