Tina koran lami (1995) kapendak di http://www.geocities.com/urangsunda/

----

SEJARAH PASUNDAN MULAI TERKUAK

Jakarta, Kompas

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan adanya
kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa
Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan - temuan prasasti di Jawa Barat
termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah
klasik di Tanah Pasundan yang selama ini masih gelap.

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit
Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti arkeologi spesialis
Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di
ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2). Keduanya ditemui dalam kaitan
dengan Sejarah Klasik Sunda yang selama ini masih gelap, bila dibanding
dengan sejarah klasik di Jawa Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah
lebih runtut.

Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan Jawa Tengah
ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah
nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau
adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundan dan kerajaan di Jawa Tengah
itu disebut-sebut dalam lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis,
Jawa Barat.

Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja Tanah
Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita Parahiyangan yang belum
diketahui angka tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai
pencetus generasi baru yang dikenal dengan Dewa Raja.

Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, ada kesamaan
makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara
daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang
kemudian disebut sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa
di wilayah itu telah berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama
rajanya, atau dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

"Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda dan Jawa. Yang
pasti, Carita Parihiyangan yang berisi tentang cerita raja-raja Galuh itu,
salah satunya menyebut nama Sanjaya yang membuat kerajaan baru, dan itu sama
persis yang disebutkan dalam prasasti Canggal di Jawa Tengah," tegas
Richadiana.

Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti yang dikoleksi
oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan prasasti Sragen (ditemukan
di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu persis kapan prasasti itu dikoleksi
Adam Malik. Yang pasti, prasasti itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya
dugaan kesinambungan antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.

Dua abad hilang

Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan memang masih
gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang mendekati pasti.

"Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti Raja
Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak mendukung adanya
kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya berabad-abad," tandasnya.

Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 90-an ini,
sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah Klasik Sunda yang
hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara, yaitu antara abad ke V - VII.


Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai abad ke VII
memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita Parahiyangan
mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul
kemudian adanya temuan prasasti abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini
ditemukan di seputar prasasti Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya
seorang pejabat tinggi yang bernama Rakai Juru Pangambat.

Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990
mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama
Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan
prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada
masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati.

"Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah mengindikasikan
adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada peminat yang mempelajari
sejarah klasik orang Sunda, selain orang Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan
sejarah Sunda seperti merana," tegasnya. (top)

KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Palmerah Selatan 26-28 JAKARTA 10270


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke