pek beh...bubar2keun kabeh nu teu sapuk ceuk manehna, eta karek kapercayaan anu 
kasebutna sahateup satungkusan keneh ... lila2 lumpat kanu lian kabeh nu ceuk 
manehna KAFIR > bubarkeun!  paehan!  tuluy bae ngudag2  jeung maehan jelema nu 
ceuk manehna Kafir ....kabeh salah weh...lian ti manehna Kafir weh....lila ti 
lila Kafir beaki dipaehan tinggal maranehanana jeung sato....ngahiji weh jeung 
sato... kop kadinyah! ari ngewa ka sasama mah kuduna gaul jeung sato...ta[i na 
da atuh sato ge boga rarasaan....teu kitu2 teuing!


----- Original Message ----
From: Rahman <[EMAIL PROTECTED]>
To: Baraya_Sunda@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, June 10, 2008 6:58:01 PM
Subject: [Baraya_Sunda] Re: A(du)hmadiyah deui?


Beberapa Catatan Mengenai SKB
Oleh Ulil Abshar-Abdalla
10/06/2008

Dengan kata lain, negara kita telah menyediakan alasan legal kepada
kaum fundamentalis dan radikal untuk melakukan "jihad" melawan
kelompok-kelompok yang mereka anggap sesat hanya karena mengajukan
tafsiran atas Islam yang berbeda dengan tafsiran mereka. 

Akhirnya, Senin (9/6) kemarin, keluar juga SKB mengenai Ahmadiyah.
Dengan seluruh ambiguitas yang ada dalam teks surat itu, dokumen itu
jelas-jelas merupakan pelanggaran yang telanjang atas konstitusi
negara kita yang menjamin kebebasan beragamaa dan keyakinan.

Pihak pemerintah mengatakan bahwa SKB ini bukanlah tindakan pembubaran
Ahmadiyah sebagai organisasi. Pernyataan ini hanya membuat masyarakat,
terutama warga Ahmadiyah, dalam situasi ambigu yang membingungkan.

Secara formal, memang SKB ini tidak menyatakan pembubaran Ahmadiyah,
tetapi di sana ada klausul yang sangat ambigu dan sekaligus berbahaya.
Dalam item nomor dua, surat itu menyatakan bahwa sejak keluarnya
dokumen itu seluruh penganut dan pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia
(JAI) diperingatkan untuk menghentikan seluruh kegiatan yang tidak
sesuai dengan penafsiran agama Islam pada umumnya.

Redaksi SKB ini sangat buruk, ambivalen, dan bisa ditafsirkan
macam-macam, sehingga membuka kemungkinan untuk ditarik secara
semena-mena untuk memberangus kelompok-kelompok yang dianggap "sesat"
menurut penafsiran agama Islam "pada umumnya".

Apa yang dimaksudkan dengan "penafsiran Islam pada umumnya"? Ini
istilah yang sangat aneh. Apakah yang dimaksud adalah penafsiran ala
MUI? Apakah penafsiran MUI mewakili penafsiran seluruh umat atau
umumnya umat Islam? Ataukah yang dimaksud adalah penafsiran NU dan
Muhammadiyah?

Jika penganur JAI dilarang untuk menyelenggarakan kegiatan yang tak
sesuai dengan penafsiran Islam pada umumnya itu, apakah mereka tak
boleh lagi menyelenggarakan ibadah sehari-hari di masjid mereka?
Apakah mereka tak boleh lagi mengadakan salat Jumat? Apakah mereka tak
boleh lagi menyelenggarakan pendidikan di sekolah mereka?

Karena ambiguitas SKB ini, maka dokumen ini bisa dipakai secara
serampangan untuk melarang kegiatan ibadah anggota Ahmadiyah.

Bagaimana mungkin di era reformasi ini sebuah kelompok didiskriminasi
sedemikian kronisnya, persis seperti masyarakat Tionghoa dulunya pada
zaman Orde Baru. Diskriminasi kali ini lebih buruk lagi karena
diberikan justifikasi kegamaan.

SKB ini juga mengandung pasal yang sangat berbahaya karena melarang
masyarakat untuk menafsirkan agama "secara menyimpang". Sekali lagi,
defenisi menyimpang di sini bisa disalah-gunakan untuk memukul
kalangan yang selama ini banyak mengkritik penafsiran Islam
fundamentalis. SKB ini telah meresmikan argumen kaum fundamentalis
selama ini bahwa penafsiran Islam yang menyimpang dari pandangan kaum
ortodoks adalah sama dengan penghinaan pada agama.

Dengan kata lain, negara kita telah menyediakan alasan legal kepada
kaum fundamentalis dan radikal untuk melakukan "jihad" melawan
kelompok-kelompok yang mereka anggap sesat hanya karena mengajukan
tafsiran atas Islam yang berbeda dengan tafsiran mereka.

Saya sungguh tak percaya bahwa hal ini terjadi di Indonesia, negeri
yang selama ini dikampanyekan ke luar negeri sebagai negeri Muslim
moderat. Di mata saya, Indonesia kini telah jatuh ke tangan kaum
fundamentalis, dan karena itu tak berhak lagi menyebut dirinya atau
menjual citra ke dunia luar sebagai negeri Muslim moderat.

Saya melihat kehidupan kebangsaan kita di masa depan kian gelap, kian
jauh dari harapan para pendiri negeri ini.

Saya khawatir Indonesia akan menjadi seperti negeri Pakistan yang
kacau balau saat ini. Respon umat Islam dan pemerintah kita atas kasus
Ahmadiyah persis seperti yang terjadi di Pakistan dahulu.

Dengan mobilisasi besar-besaran oleh kalangan fundamentalis, antara
lain oleh Jamaat-i Islami, organisasi yang didirikan oleh Abul A'la
al-Maududi, sang ideolog Islam fundamentalis itu, akhirnya pemerintah
Pakistan menyatakan Ahmadiyah sebagai sekte non-Islam. Masalah
Ahmadiyah tak selesai dengan dikeluarkannya sekte itu dari Islam.

Hingga sekarang, warga Ahmadiyah masih mengalami persekusi dan masalah
kebebasan beragama yang sangat besar di Pakistan. Kasus Pakistan
adalah contoh yang sangat baik di mana setelah dikeluarkan dari Islam
pun, Ahmadiyah masih terus "dikuya-kuya" (bahasa Jawa, artinya:
ditindas secara semena-mena) . Kebencian kaum fundamentalis tak pernah
mengenal batas.

SKB ini jelas tak memuaskan bagi kalangan fundamentalis di Indonesia.
Mereka kemungkinan akan meminta pemerintah bertindak lebih jauh lagi
untuk membubarkan Ahmadiyah. Mereka akan memakai pasal-pasal yang
ambigu dalam SKB ini untuk mencapai tujuan mereka, yakni mengeluarkan
Ahmadiyah dari Islam.

Jika mereka pada akhirnya berhasil mengeluarkan Ahmadiyah dari Islam
pun, seperti terjadi di Pakistan, masalahnya juga tak akan selesai.
Mereka akan terus memburu sekte yang mereka anggap sesat itu. Saya
bertaruh, perburuan dan kebencian mereka tidak akan ada batasnya.

    


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke