Ambu, cing sugan aya dongengna, aya batu dempak cenah di Tasik.

salam,
mh
======
Nyanyi Sunyi Sebuah Batu...
KOMPAS/ PEPIH NUGRAHA
Batu belah dua yang simetris, sekan-akan dibelah menggunakan laser.
Rabu, 28 Januari 2009 | 16:34 WIB

DI Desa Pakemitan, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat,
ada satu batu besar di tengah sawah yang bentuknya menarik perhatian
saya. Batu yang berbentuk unik ini sudah saya kenal sejak saya masih
kanak-kanak, waktu itu ayah saya biasa mengajak nuar awi (menebang
bambu) di kebun kakek di Cibangkong.

Nah, sebelum melewati Cibangkong itu batu berbentuk unik itu sudah ada
di sana dan bahkan dianggap sebagai tempat angker, tempat
bersemayamnya makhluk gaib. Seingat saya, zamannya nalo (national
lotre) alias judi massal masih diperbolehkan, ada saja bekas sesajian
di tempat itu.

Sebagai jurnalis, saya tergelitik dengan bentuk batu sebesar gajah
dewasa di tengah sawah itu. Saya tidak tahu apakah bentuk batu itu
menyimpan sejarah masa lalu yang "heboh dan mencengangkan", apakah dia
menyimpan sesembahan manusia masa lalu ketika agama yang sekarang kita
kenal belum ada dan sampai ke desa Pakemitan itu, apakah itu prasasti
atau penanda tapal batas wilayah kerajaan, atau semata batu belaka?

Mengapa saya tertarik menulis dan berbagi mengenai batu yang bisa saja
kebetulan bentuknya seperti foto yang tersebar di tubuh tulisan ini?
Karena saya ingat satu nama, Erich von Daniken! Karena teringat satu
nama itulah maka tulisan ini ada.

Perkenalan saya dengan orang yang dijuluki "Profesor Sinting" itu jauh
ke masa silam, kurang lebih 30 tahun lalu, saat Harian Suara Karya
menurunkan tulisan bersambung mengenai kiprah Daniken sebagai peneliti
dan penjelajah aneh dengan teori-teori nyeleneh-nya.

Waktu itu saya masih duduk di kelas enam sekolah dasar dan saya
membaca tulisan bersambung itu dengan penuh minat. Mengapa saat itu
orangtua hanya berlangganan Suara Karya? Maaf kalau saya menyinggung
satu pihak sebab zaman itu zaman Orba sehingga koran yang berafiliasi
ke Golkar itu pun harus/wajib dilanggan para guru! Kalau guru tidak
berlangganan koran itu, tahu sendiri akibatnya. Tapi itu dulu!
Sekarang zaman sudah berganti...

Nah, yang saya ingat sampai sekarang adalah teori Daniken yang
mengatakan: bahwa pada masa lalu planet Bumi kita ini dihuni oleh
makhluk-makhluk pintar dari luar angkasa (alien) sehingga
peninggalannya bisa dilihat di Bumi ini. Peninggalan alien itu antara
lain (dan ini yang membuat marah sebagian orang): piramid dan sphinx
di Mesir, coretan gambar/sketsa raksasa di lembah Nazca di Peru, peta
bumi dan alat navigasi Piri Reis (pelaut?) yang meski sudah berusia
3.000-an tahun, tetapi peta dunia yang ada saat itu sama persis dengan
peta bumi yang sekarang ada! Daniken beranggapan, peta itu hanya bisa
dibuat seakurat mungkin hanya jika menggunakan pencitraan satelit atau
pesawat ulang alik!

Daniken memprovokasi dengan sebuah pertanyaan: mampukah peradaban
manusia ribuan tahun lalu membuat satelit atau pesawat ruang angkasa
di saat peradaban manusia modern baru bisa mengorbit bumi akhir tahun
1950-an?

Dulu saya membacanya seperti itu, sekarang saya baru mengernyitkan
dahi sambil mengurut-ngurut kepala, benar juga ya? Yang saya tahu,
Daniken rajin menelusuri lukisan, kerajinan, dan ukiran-ukiran kuno
ribuan tahun lalu. Anehnya, dia fokus pada bentuk-bentuk manusia aneh
(alien) dan benda-benda terbang bersayap yang diduga pesawat ruang
angkasa milik makhluk pintar yang disebut alien itu.

Siapa yang tidak tersengat kalau potongan piramid di Mesir itu
dikerjakan oleh laser tajam dan bukan dipahat manusia Bumi? Daniken
berteori: hanya makluk pintar dari angkasa luasr yang bisa
memotong-motong batu itu seperti memotong kue lapis menggunakan pisau
laser canggih! Terang saja, teori Daniken ini dianggap melecehkan
peradaban manusia!

Jadi.... kembali ke batu di Cibangkong itu! Apakah penggalan batu yang
terbagi dua secara simetris itu dikerjakan oleh laser canggih dari
luar angkasa? Apakah manusia purba mampu membelah batu itu dengan alat
pahat "modern" pada masanya sehingga menjadi rata satu sama lain
seperti orang membelah kue lapis?

Untuk yang satu ini, mari kita diskusikan bersama dengan melihat
foto-foto yang saya jepret dan di-sharing di sini. Syukur kalau ada
arkeolog atau orang-orang dari Dinas Purbakala yang berminat
mempelajarinya, siapa tahu batu itu bercerita banyak mengenai
peradaban masa silam. Siapa tahu di balik batu itu ada tulisan yang
bisa dibaca dan dimaknakan.

Yang jelas, keingintahuan manusia akan sesuatu yang sifatnya "belum
terpecahkan" harusnya menjadi milik kita semua. Bagi mereka yang
berminat menelitinya, saya bersedia mengantar Anda (jika punya waktu)
sampai ke tempat batu itu berdiri dengan keunikan dan keanehannya,
setidak-tidaknya bagi saya.*

Pepih Nugraha

Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2009/01/28/16341646/nyanyisunyisebuahbatu...


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke