26 Juni, 2009 - Published 11:01 GMT Email kepada teman Versi cetak Visi capres soal Pendidikan Sri Lestari Produser BBC Indonesia, Jakarta
Ketiga calon presiden memiliki program pendidikan serupa Ketiga calon presiden Indonesia tidak memiliki terobosan baru dalam program pendidikan yang diajukan. Pandangan ini dikemukakan para pengamat setelah ketiganya mengatakan akan memberi pendidikan gratis dan meningkatkan anggaran pendidikan hingga 20% seperti diatur Undang-Undang. Pasangan Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto mentargetkan program belajar 12 tahun, seluruh masyarakat mendapat pendidikan gratis, dan menghapus komersialisasi pendidikan. Sementara visi pendidikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono adalah meningkatkan gaji guru, dosen dan meningkatkan kualitas pengajar serta anggaran pendidikan 20%. Pasangan Jusuf Kalla - Wiranto mencanangkan kebijakan pendidikan berkelanjutan agar tidak berganti kebijakan setiap ganti pemerintah ditambah dengan meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan. Pengamat pendidikan, Lody Paat, mengatakan semua visi yang diajukan oleh ketiga capres dan pasangan masing-masing itu bukan terobosan baru dan masih bersifat umum. Paat mengatakan yang ditawarkan oleh ketiganya masih merupakan wacana tanpa ada rencana jelas mengenai penerapannya. Anggaran 20% atau 30% tidak ada gunanya jika alokasinya tidak jelas Lody Paat, pengamat pendidikan Laporan S. Lestari "Wajib belajar yang sembilan tahun saja belum semua melakukan, masih masalah. Mererka harus memikirkan benar dan memberi argumentasi bagaimana wajib belajar bisa menjadi 12 tahun. Jangan hanya omong saja," ujar Paat. Mengenai upaya peningkatan kualitas guru, Lody Paat mengatakan ketiga capres dan pasangannya salah jika mengasumsikan perbaikan kualitas berhubungan dengan peningkatan pendapatan guru. "Saat berbicara soal kualitas guru, tidak pernah terlihat pembicaraan mengenai tempat pendidikan yang melahirkan guru, seperti IKIP. Gaji guru berhubungan langsung dengan kesejahteraan tidak ada hubungan dengan kualitas pengajaran guru," kata Lody Paat. Mengenai peningkatan anggaran pendidikan yang dicanangkan akan memenuhi batas minimal yang diatur Undang-Undang yang itu 20%, Lody Paat mengatakan masalahnya adalah alokasi, bukan besaran anggaran. "Alokasi dana itu lebih banyak untuk adminstrasi birokrasi daripada urusan belajar mengajar di sekolah. Anggaran 20% atau 30% tidak ada gunanya jika alokasinya tidak jelas," tegas Paat. Dia mengatakan adalah berbahaya jika para capres, yang selalu mengedepankan masalah ekonomi dalam kampanye, memperlakukan pendidikan sebagai suplier ekonono sehingga selalu dihitung untung ruginya "Pemahaman mereka soal endidikan tidak jelas, hanya umum dan tidak berbeda dengan program terdahulu," kata Paat.