Pendaratan di Bulan: Akal Sehat Vs Teori Konspirasi
Rabu, 15 Juli 2009 | 03:27 WIB

 Oleh NINOK LEKSONO

Pendaratan di Bulan—yang pertama dilakukan oleh astronot Amerika Serikat, Neil 
Armstrong, 20 Juli 1969—telah dicatat dalam sejarah sebagai salah satu 
pencapaian umat manusia yang paling besar. Namun, kini, setiap kali orang ingin 
merayakannya, berseliweran artikel yang melecehkannya. Kini memang dikenal 
istilah "kontroversi pendaratan di Bulan", atau malah "The Great Moon Hoax" 
atau "Kebohongan Bulan yang Hebat".

Menurut Dr Tony Phillips, seorang pendidik sains, di situs scie...@nasa, semua 
bermula ketika stasiun televisi Fox menayangkan program TV berjudul Conspiracy 
Theory: Did We Land on the Moon?, 15 Juli 2001. Sosok yang tampil dalam 
tayangan itu menyatakan bahwa teknologi Badan Penerbangan dan Antariksa AS 
(NASA) pada tahun 1960-an belum mampu untuk mewujudkan misi pendaratan di Bulan 
yang sesungguhnya. Namun, karena tidak ingin kalah dalam lomba ruang angkasa 
dalam konteks Perang Dingin, NASA lalu menghidupkan Program Apollo di studio 
film.

Dalam skenario ini, langkah pertama Neil Armstrong yang bersejarah di dunia 
lain, juga pengembaraan dengan kendaraan Bulan, bahkan ayunan golf astronot Al 
Shepard di Fra Mauro (salah satu tempat di Bulan)—semua palsu!

Ya, menurut acara TV Fox di atas, NASA menjadi produser film yang bloon 30 
tahun sebelumnya (dari saat acara tersebut ditayangkan tahun 2001). Sebagai 
contoh, pakar dalam acara Conspiracy Theory menunjuk bahwa dalam foto astronot 
yang dikirim dari Bulan tidak menampakkan bintang-bintang di langit Bulan yang 
gelap. Apa yang terjadi? Apakah pembuat film NASA lupa menyalakan konstelasi 
bintang?

NASA menyebutkan, perkara itu sudah dijawab oleh fotografer bahwa memang sulit 
untuk memotret satu obyek yang sangat terang dan satu obyek lain yang sangat 
redup di lembar film yang sama—karena memang emulsi film pada umumnya tidak 
punya cukup "rentang dinamik" untuk mengakomodasi obyek yang sangat berbeda 
keterangannya. Astronot dengan pakaian angkasanya jadi obyek yang terang, dan 
kamera yang diset untuk memotret mereka akan membuat bintang-bintang latar 
belakang terlalu lemah untuk dilihat.

Lainnya yang dipersoalkan adalah foto astronot yang menancapkan bendera di 
permukaan Bulan, mengapa benderanya seperti berkibar bergelombang? Mengapa bisa 
terjadi demikian, padahal tidak ada angin di Bulan? Dijelaskan, tidak semua 
bendera yang berkibar membutuhkan angin. Itu karena astronot—ketika menanam 
tiang bendera—memutar-mutarnya agar menancap lebih baik. Itu membuat bendera 
berkibar.

NASA dalam kaitan tuduhan rekayasa pendaratan Bulan ini mempersilakan siapa pun 
yang tetap meragukan pendaratan di Bulan untuk mengakses situs-situs 
BadAstronomy.com dan Moon Hoax, yang merupakan situs independen, tidak 
disponsori NASA. Astronom Martin Hendry dari Universitas Glasgow dalam edisi 
khusus "40 Tahun Pendaratan di Bulan" Knowledge yang diterbitkan BBC juga 
menguraikan lagi tangkisan terhadap Teori Konspirasi.

Akal sehat

Namun, menurut Tony Phillips, bantahan paling baik atas tuduhan Kepalsuan Bulan 
ini adalah akal sehat. Ada selusin astronot yang berjalan di Bulan antara 1969 
dan 1972 di antara mereka masih ada yang hidup dan bisa memberikan kesaksian. 
Mereka juga kembali ke Bumi tidak dengan tangan kosong. Astronot Apollo membawa 
kembali 382 kg batu Bulan ke Bumi.

Kalau orang meragukan batu ini dari Bulan, Ilmuwan Kepala di Sains dan 
Eksplorasi Planet di Pusat Ruang Angkasa Johnson David McKay menegaskan bahwa 
batuan Bulan sangat unik, jauh berbeda dengan batuan Bumi. Pada sampel Bulan 
tadi, menurut Dr Marc Norman, ahli geologi Bulan di Universitas Tasmania, 
hampir tidak ada tangkapan air di struktur kristalnya. Selain itu, mineral 
lempung yang banyak dijumpai di Bumi sama sekali tidak ada di batuan Bulan. 
Sempat ditemukan partikel kaca segar di batuan Bulan yang dihasilkan dari 
aktivitas letusan gunung berapi dan tumbukan meteorit lebih dari 3 miliar tahun 
silam. Adanya air di Bumi dengan cepat memecahkan kaca vulkanik seperti itu 
hanya dalam tempo beberapa juta tahun.

Mereka yang pernah memegang batu Bulan—kalau di AS seperti yang ada di Museum 
Smithsonian—dipastikan akan melihat bahwa batu tersebut berasal dari dunia lain 
karena batu yang dibawa angkasawan Apollo dipenuhi kawah-kawah kecil dari 
tumbukan meteoroid, dan itu menurut McKay hanya bisa terjadi pada batuan dari 
planet (atau benda langit lain) dengan atmosfer tipis atau tanpa atmosfer sama 
sekali, seperti Bulan.

Dalam jurnal Knowledge, Martin Hendry masih mengemukakan sederet tangkisan 
terhadap argumen yang diajukan oleh penganut Teori Konspirasi, seperti tentang 
sudut bayangan dalam foto yang aneh. Lainnya lagi yang dijawab adalah mengapa 
tidak ada kawah ledakan di bawah modul Bulan (yang disebabkan oleh semburan 
roket modul pendarat); lalu juga mengapa sabuk radiasi Bumi tidak menyebabkan 
kematian pada astronot? Yang terakhir, mengapa tidak ada semburan bahan bakar 
yang tampak ketika modul pendarat lepas landas meninggalkan Bulan? Jawabannya 
karena modul Bulan menggunakan bahan bakar aerozine 50—campuran antara hidrazin 
dan dimethylhydrazine tidak simetri yang menghasilkan asap tidak berwarna, 
meski kalau ada warna sekalipun kemungkinan besar juga tak terlihat dengan 
latar belakang permukaan Bulan yang disinari Matahari.

Masa depan

Kini, umat manusia kembali berada dalam satu lomba angkasa baru. Dalam lomba 
sekarang ini, Bulan tak hanya menjadi destinasi akhir, tetapi akan dijadikan 
sebagai batu lompatan untuk menuju destinasi lebih jauh, misalnya Planet Mars.

Tahun 2004 Presiden (waktu itu) George W Bush mencanangkan Kebijakan Eksplorasi 
Angkasa yang sasarannya adalah kembali ke Bulan tahun 2020 dan selanjutnya ke 
Mars. Jepang tahun 2005 juga mencanangkan tekad serupa, pada tahun 2025. 
Kekuatan antariksa lain yang harus disebut dan juga telah menyatakan tekad 
mendaratkan warganya di Bulan adalah Rusia, China, dan India, juga tahun 2020.

Dalam perspektif inilah terlihat bagaimana bangsa-bangsa besar dunia bekerja 
keras me wujudkan impian besar. Ruang angkasa sebagai Perbatasan Terakhir (The 
Final Frontier) tidak saja menjanjikan prestise, tetapi juga masa depan, dan 
keyakinan bahwa dengan bisa hadir di sana, ada banyak perkara di Bumi yang akan 
bisa ikut dibantu penyelesaiannya.

Kirim email ke