Raden Saleh Syarif Bustaman, "tukang gambar" abad ka 19 nu kakoncara, saurang menak Jawa nu sigana mah boga teureuh Arab, cenah mah boga jasa dina nyalametkeun "pasesaan" Pajajaran saperti dibejakeun dina beja dihandap ieu:
Raden Saleh Juga Penyelamat Pajajaran Raden Saleh (1811-1880)SABTU, 26 JUNI 2010 | 21:27 WIB BOGOR, KOMPAS.com - Raden Saleh bukan saja pelukis maestro dunia, tetapi juga nasionalis, budayawan, dan sejarawan. Salah satu jasanya, menyelamatkan Prasasti Banten yang kini tersimpan di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti tersebut merupakan sumber penting untuk mempelajari Kerajaan Pajajaran di Jawa Barat. Keputusan dirinya harus dimakamkan di Bondongan, Kota Bogor, juga karena Raden Saleh tahu betul bahwa Bondongan adalah bagian dari wilayah Keraton (Pakuan) Pajajaran. Makam Raden Saleh pun ternyata satu sumbu lurus dengan pusat Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor. Poin-poin itulah yang dibahas dalam ziarah bersama 100 orang, mulai dari sejarawan, budayawan dan pengamat lukisan dari dalam dan luar negeri, ke makam Raden Saleh di Kelurahan Bondongan, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Sabtu (26/6/2010) siang. Mereka adalah peserta seminar Memperingati 200 Tahun Raden Saleh yang pada pagi harinya mengunjungi Istana Bogor untuk melihat langsung dua lukisan Raden Saleh yang disimpan di istana tersebut. Sementara, Institut Kesenian Jakarta juga menggelar seminar soal Raden Saleh pada 24-25 Juni di Auditorium Rumah Sakit Cikini di Jalan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat. Auditorium itu bekas rumah tinggal Raden Saleh selama di Jakarta. Kondisi fisik bangunan itu sudah memprihatinkan, walaupun keasilannya masih cukup terjaga. Dayan Duma Layuk Allo yang menyambut rombongan tersebut di kompleks Pemakaman Raden Saleh, menuturkan, Prasasti Banten yang ditemukan dan diselamatkan Raden Salah, oleh sejarawan RS Danasasmita sudah dikonfirmasi sebagai salah satu sumber penting untuk mempelajari Kerajaan Pajajaran. Dipastikan juga bahwa Bondongan termasuk wilayah Keraton (Pakuan) Pajajaran. Studi mengenai Raden Saleh juga menunjukan bahwa ia seorang nasionalis, menentang kolonialisme dengan caranya sendiri, dan menganggap derajat dirinya lebih tinggi dari bangsawan kolonial Belanda. "Saat pemakamannya pada 23 April 1880, menurut data dari surat kabar Belanda saat itu, dihadiri sekitar 2.000 orang yang terdiri dari para pembesar/bangsawa Belanda, bangsawan Sunda, tuan tanah Arab dan Cina, serta masyaralak umum," kata pemerhati budaya yang berdomisili di Bogor itu. Yang mengejutkan para peziarah adalah data mengenai bahwa jika ditarik garis lurus, makam Raden Saleh satu garis sumbu dengan pusat Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor, tempat yang pernah dikunjungi dan menghabiskan waktu Raden Saleh waktu kecil. Dayan yang juga juga motor Petisi Raden Saleh 2005 itu menyebutkan, koordinat sumbunya adalah 106 4750 BT. Menurut Dayan, dipastikan Raden Saleh minta dimakamkan di situ, di samping makam isterinya, Raden Ayu Danasasmita. Sebab, isterinya dimakamkan di lokasi tersebut atas perintah Raden Saleh, keturunan bangsawan dari Semarang, Jawa Tengah. Isterinya adalah keturunan Pangeran Diponegoro. "Dugaan kami, Raden Saleh yang tahu betul jati diri dan kedudukannya, dengan sadar memilih dimakamkan di situ. Ia pernah tinggal di Paris dan tahu bahwa titik-titik penting atau bangunan-bangunan mengandung makna penting (bersejarah) atau melibatkan orang penting di kota itu berada dalam satu sumbu lurus," jelas Dayan.