NLP for Parenting #5 Berdamai dengan Myoma, Cara indah selamatkan Ibu dan Bayi
Nita semakin cemas ketika dokter kandungannya memperlihatkan gambar di USG yang menunjukan perkembangan myoma dalam kandungannya tumbuh lebih cepat daripada perkembangan bayinya. "Bu, ada kemungkinan dokter perlu mengangkat myoma di semester ketiga kehamilan, bila pertumbuhan myomanya begitu besar hingga mengganggu pertumbuhan bayi ibu. Tapi bagaimanapun, itu hanya satu kemungkinan. Yang terpenting ibu harus tetap tenang, stress dapat menjadi pupuk myoma juga." Dokter mencoba menenangkan Nita yang terlihat cemas dan terpukul. Sungguh ironis perasaannya saat ini dengan yang dirasakannya 3 bulan yang lalu dimana saat-saat terasa begitu indah dan mengembirakan ketika dokter menyatakan Nita positif hamil bayinya yang pertama setelah menunggu bertahun-tahun. Benar saja; walaupun sudah mencoba menenangkan diri. Rasa cemas dan tertekan akan keselamatan bayi dan dirinya tetap saja menghantui di hari-hari sesudahnya. Hingga suatu hari tanpa sengaja, Nita mendapatkan forward sebuah email yang menceritakan bagaimana seorang pakar NLP membantu pemulihan kanker payudara ibunya dengan Presupposition NLP : Behind every behavior has a positive intention. Apa itu Presupposition? Dalam kerangka NLP, Presupposition adalah sebuah asumsi dasar yang ditetapkan dan "sengaja diyakini benar" untuk memudahkan membuat keputusan dan bertindak berdasarkan asumsi tersebut. Mengapa saya memberi tanda kutip dalam kalimat "sengaja diyakini benar"? Karena presupposition ini tidak berlaku secara universal. Seorang praktisi NLP yang terlatih akan sangat berhati-hati sekali dalam menggunakan berbagai presupposition ini. Karena presupposition ini sebetulnya hanyalah "seperangkat alat"; bukanlah "sebuah aksioma" yang tidak dapat dibantahkan. Presupposition : Behind every behavior has a positif intention Dalam kasus di atas, secara bebas saya terjemahkan menjadi "Di balik setiap kesan yang muncul dalam tubuh memiliki tujuan yang bermanfaat". Dari data statistika dokter menyatakan bahwa 20% dari wanita usia produktif memiliki myoma dalam kandungannya. Bedanya adalah ada yang ukurannya tetap, sedang lainnya dapat tumbuh. Menjaga keseimbangan emosi merupakan kunci agar myoma tidak berkembang. Tips : Setelah mendapatkan informasi yang lebih mendetail dan menyadari bahwa keseimbangan emosi merupakan salah satu kuncinya, Nita kemudian membuat beberapa langkah : 1.. Berdamai dengan myoma dengan menerima kehadiran myoma yang sudah tumbuh dalam kandungannya. 2.. Mencari tahu apa tujuan yang bermanfaat yang ingin disampaikan oleh tubuh kepadanya melalui tumbuhnya myoma dengan teknik "6 step reframing". 3.. Melibatkan pasangan sebagai partner ketika melakukan teknik "6 step reframing". Hasilnya : Selain Ibu; Bayi pun membutuhkan perhatian dari Ayah dan lingkungan terhadap kehadirannya. Ayah tidak hanya cukup mengusap-gusap perut ibunya dan berbicara sekedarnya, Bayi pun membutuhkan komunikasi yang lebih mendalam dalam "rasa". Ketika Ayah dan Ibu lebih banyak berbicara dengan bayinya dan myoma juga. Secara bertahap, myoma berhenti tumbuh dan mengecil dari bulan ke bulan. Bayi pun tumbuh dengan baik dan normal. Pada akhirnya Nita terpaksa harus dioperasi ketika melahirkan, tetapi bukan lagi dikarenakan oleh myomanya. Tetapi karena ada dua lilitan tali pusar pada leher bayinya. Penyebabnya : Nita kurang tepat ketika berbicara dengan bayinya selama ini. "Hati-hati yah, nak. Kalau bermain-main dalam perut mama "jangan" sampai kelilit tali pusar, ya". Nita lupa bahwa kata "jangan" hanya ada di kamus, tidak ada di dunia nyata ;-) Pertanyaan : Jika bayi dalam kandungan saja membutuhkan perhatian dari kedua orangtuanya. Bagaimana bentuk perhatian Anda kepada anak-anak yang sudah Anda lahirkan? PERHATIAN! Tulisan ini dibuat bukan bertujuan menggantikan pengobatan dari dokter, melainkan hanya sebagai pelengkap. tulisan NLP for Parenting lainnya di : www.portalnlp.com