Akhir akhir ini gejolak kemarahan rakyat Indonesia mencuat kepermukaan
diakibatkan oleh insiden pemukulan wasit karate Indonesia oleh oknum polisi 
Malaysia. Sepertinya kemarahan yang timbul akibat akumulasi dari rasa ketidak 
puasan atas sikap negara tetangga kita baik dari birokrasi maupun oknum  kepada 
para TKI ataupun TKW.

Saya tidak ingin membahas lagi masalah ini karena sudah banyak yang
menyuarakan aspirasi individu, golongan maupun yang mewakili negeri ini.
Yang ingin saya bahas justru masalah rumitnya kita bersosialisasi dengan
tetangga apalagi tetangga sebelah rumah. Sama seperti kita dengan negara
tetangga sebelah seperti Malaysia, Singapore, Timor Leste, Papua Nugini,
Philipina yang letak geografisnya memang bersebelahan langsung dengan
Indonesia. Dari perjalanan sejarah sudah beberapa kali kita bertikai
dengan mereka dalam rangka mempertahankan hak dan kedaulatan kita
sebagai bangsa sudah banyak air mata dan darah yang dikorbankan demi
kata persatuan dan kesatuan, dan pada akhirnya seperti tidak ada kata
final untuk pertikaian antar bangsa ini dan kalaupun ada komitmen
perdamaian untuk satu kasus tidak tertutup kemungkinan suatu saat akan
timbul kasus lain yang juga akan memicu permusuhan.

Sesungguhnya kalau kita coba kecilkan scoupe kata bertetangga dengan
mengilustrasikan kehidupan kita sehari hari dengan tetangga, ada yang
saling bersilaturahmi layaknya saudara, ada yang sekedar saling mengenal
namun tidak membuka sebuah hubungan interaksi yang intensif, hanya
sekedar tegur sapa ala kadarnya namun mereka tidak saling memusuhi satu
sama lain, namun tidak sedikit yang menganggap tetangga musuh bebuyutan
tidak pernah berdamai tapi tidak juga berbaikan, segala masalah sekecil
apapun bisa membuat perang dunia ibaratnya.

Aku sendiri punya pengalaman menarik hidup bertetangga dalam satu
halaman karena rumahku dulu adalah paviliun dari sebuah rumah besar di
daerah Menteng Jakarta dimana tidak ada batas yang jelas dari kekuasaan masing 
masing penghuni. Tadi tadinya tidak ada masalah dengan penghuni rumah induk 
sebelumnya bahkan hubungan sudah seperti saudara mungkin karena kami sama sama 
orang Jawa, namun keharmonisan tersebut lenyap seketika ketika tetangga 
tersebut pindah rumah dan digantikan oleh penghuni baru yang asli Betawi. 
Benturan budaya, benturan aturan masing masing telah membuat kita saling 
bermusuhan, anak dengan anak, orang tua dengan orang tua bahkan pembantu dengan 
pembantu. Ada ada saja yang mereka lakukan untuk menunjukkan kekuasaan mereka 
dan sepertinya anak anak mereka pun jadi ikut ikutan kurang ajar karena meniru 
apa yang dilakukan orang tua mereka. Hubungan kami sudah seperti Berlin Barat 
Berlin Timur sebelum tembok Berlin dirubuhkan. Adikku yang laki laki yang 
paling tidak bisa menahan emosi bahkan hampir terjadi perkelahian hanya karena 
hal sepele.
Ada ada saja ulah mereka yang membuat kami marah seperti misalnya 
parkir mobil, padahal mereka bisa memarkirkan mobil di depan rumah
mereka sendiri tapi sengaja diposisikan menutup akses ke rumah kami yang
letaknya di belakang dan secara otomatis kami terpaksa memarkirkan mobil
kami di pinggir jalan karena tempat parkir kami dikuasai mereka, bagian
dapur yang harusnya digunakan bersama ditutup secara sepihak sebagian
sehingga kami tidak bisa mengakses ke wilayah itu juga ada kamar yang
mereka ambil untuk pembantu tanpa berrembug dengan kami.

Yang ingin aku ceritakan di sini bukannya bagaimana serunya pertempuran
antara keluarga kami namun justru sikap mamiku yang begitu tenang dan
terkendali menghadapi mereka. Sedikitpun mami tidak pernah terpancing
kemarahannya atas sikap mereka yang kelewat batas, dalam diam dia
melakukan perlawanan, seperti kala mereka menutup depan rumah kami
dengan mobil mereka, kami diminta mengalah dan memarkirkan mobil kami di 
pinggir jalan, ketika sebagian service area ditutup mereka mami tidak
protes malah diam diam dibalik tembok semi permanen daerah terbuka rumah kita  
ternyata mami memasang dinding tembok  secara bertahap yang nantinya tanpa 
diketahui pihak rumah induk sudah menjadi bagian rumah kami padahal harusnya 
itu area bersama, dan yang aku salut saat mereka kesusahan yaitu anak anaknya 
beruntun meninggal dunia setiap tahun justru kamilah orang pertama yang 
membantu mereka karena beberapa kali musibah terjadi saat orang tuanya sedang 
bepergian, alhasil ke empat anak mereka tsb. meninggal di pangkuan mami. Dan 
ketika pemilik rumah itu meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkan hidupnya 
kacau engga karuan, sikap buruk yang mereka pertontonkan pada anak anak mereka 
tanpa sadar menjadi bumerang ketika pada akhirnya mereka saling bertengkar 
bahkan sang ibu akhirnya pun ditipu anak anaknya. Hidup mereka sangat sengsara 
dan mengenaskan. Bahkan saat rumah kami terjual bersama sama ternyata bagian 
rumah kami justru dihargai tinggi padahal besarnya hanya 1/4
 rumah induk tapi kami menerima uang pembayaran setengah dari nilai rumah induk 
dan ironisnya dari bagian uang yang mereka terima masih dikorupsi oleh salah 
seorang anak mereka sendiri sehingga bagian yang diterima oleh sang ibu hanya 
sedikit, sungguh ironis. Dalam situasi demikian ibu yang sombong itu menangis 
di hadapan mami dan meminta maaf atas kelakuan mereka selama ini yang terjadi 
lebih dari 10 tahun lamanya.

Sementara mami (mami angkatku) setelah menjual rumahnya langsung
memberikan bagian anak anaknya yaitu aku dan adikku yang sama sama anak
angkat dan kemudian dengan sisa uang yang dimiliki mami yang masih
sangat banyak beliau hanya menyisihkan sebagian kecil untuk kontrak
rumah selama 5 tahun dan sisanya beliau gunakan untuk berbagi, beliau
mengajak teman temannya yang seusia untuk piknik ke pelosok tanah air
dan mereka benar benar bahagia, mami sendiri sengaja tidak mau membeli
rumah karena menurut beliau untuk apa menghabiskan uangnya untuk membeli rumah 
lagi (yang dia takutkan malah jadi bahan sengketa saudaranya karena dia sendiri 
tidak memiliki anak kandung)  lebih baik untuk bersenang senang dan beliau 
memang benar benar menikmati akhir hidupnya dengan berbagai kegiatan sosial 
yang sebagian dibiayai dari kantongnya sendiri. Dia tidak pernah menyimpan 
dendam pada orang orang yang menyakitinya bahkan dia akan menjadi orang pertama 
yang membantu jika mereka mengalami kesusahan.

Moral Story:

Dalam menjaga hubungan baik dengan tetangga, kita harus saling
menghormati, saling menghargai , saling membantu khususnya saat tetangga
mengadakan hajatan dan memiliki pengendalian diri yang kuat agar tidak
mudah terpancing emosinya. Mudah memaafkan dan selalu berpikir positip.
entah apa jadinya kalau dulu mami tidak mampu menahan diri mungkin
kehidupan kita selanjutnya akan jauh berbeda dan kesabaran mami ternyata
dibalas berlipat ganda oleh Tuhan YME dengan memberikan rejeki berlimpah yang 
datang dari berbagai sumber yang tidak diduga duga. Beliau selalu menekankan 
pada kami untuk belajar sabar dalam segala hal, sesuatu yang mudah diucapkan 
tapi sulit dijalankan. Beliau juga meminta kita untuk
tidak menyimpan dendam karena dendam yang tersimpan bertahun tahun bisa saja 
suatu saat meledak hanya karena masalah sepele saking sudah
terakumulasi sekian lama. 
  Kesabaran mami yang luar biasa justru pada akhirnya membuat dirinya menjadi 
pemenang setelah mereka yang selama ini menjadi penguasa akhirnya terpuruk saat 
ditinggal mati kepala keluarganya yang paling otoriter. Saya sendiri sangat 
sulit menjadi penyabar tapi proses hidup yang saya jalani hari demi hari 
membuat saya bisa melatih kesabaran walau masih jauh kalau dibanding mami tapi 
saya berharap saya bisa meningkatkan kualitas kesabaran saya dengan falsafah 
yang selalu saya ingat saat masih latihan Kempo yaitu TAKLUKKAN DIRIMU SEBELUM 
MENAKLUKKAN ORANG LAIN.

Oleh karena itu dalam konteks friksi yang terjadi dengan negara tetangga
kita Malaysia, harus kita akui bahwa ini terjadi karena akumulasi
kejadian kejadian sebelumnya yang sudah menumpuk. Ketidak beruntungan
pihak Indonesia yang selama ini terkenal sebagai pemasok tenaga kerja
gelap di Malaysia membuat mereka merasa pantas berbuat seenaknya karena
dipicu kekesalan mereka. Indonesia sendiri merupakan musuh bebuyutan
Malaysia dalam bidang olah raga khususnya bulu tangkis sehingga kadang
kadang ada rasa sentimen yang juga sifatnya menahun yang telah tersimpan
di un-conscious mind kita yang tanpa sengaja akan meledak saat ada
trigger yang memicunya. Berdasarkan pengalaman sejarah belum pernah ada pihak 
yang diuntungkan dalam permusuhan antar negara dan yang pasti yang paling 
menderita adalah rakyat kecil yang tidak tahu apa apa. Untuk itu
kami berharap para milister bisa saling menahan diri, jangan
memperkeruh keadaan karena ini tidak akan menolong keadaan. Justru
marilah kita secara bersama memikirkan bagaimana meningkatkan harkat
anak bangsa agar mereka bisa memiliki skill yang membuat mereka mampu
bersaing, kalaupun mereka tetap menjadi pembantu rumah tangga di negeri
Jiran tsb. tetap mereka harus dibekali pengetahuan umum yang cukup,
ketrampilan menggunakan peralatan rumah tangga modern, mengerti dan
mampu berbahasa daerah tempat bekerja dan kalau bisa juga mampu
berbahasa Inggris walau hanya untuk conversation saja, juga membekali
dengan pelatihan kepribadian sehingga mereka menjadi pribadi yang baik,
jujur, percaya diri, dan mampu beradaptasi dengan segala situasi yang
menekan sekalipun.

Milis the Profec punya cita cita ingin membentuk BLK bagi tenaga kerja 
khususnya anak putus sekolah untuk membekali ketrampilan yang bisa bermanfaat 
buat mereka dan bisa membantu mereka buka usaha. Sekali lagi sahabat lebih baik 
kita menghimpun kekuatan yang ada di milis ini untuk memikirkan jalan keluar 
sesuai kapasitas kita masing masing bagi permasalahan sumber daya manusia 
bangsa ini yang belum bisa bersaing di pasar bebas. Mungkin kita sesama 
komunitas milis bisa saling bersinergi dengan kekuatan yang kita masing masing 
miliki saya yakin kita bisa berbuat lebih banyak ketimbang cuma protes atau 
menghujat pihak lawan yang akhirnya menjadi polemik berkepanjangan yang 
terkadang justru saling menyerang pribadi.

Dengan ini mari kita sudahi polemik tentang kasus pemukulan wasit karate
Indonesia di Malaysia, semoga apapun keputusannya nantinya benar benar
sudah dipertimbangkan masak masak tanpa harus mengorbankan orang banyak yang 
tidak tahu apa apa.

Salam EPOS,

Lies Sudianti

Founder & Moderator the Profec

0816995258



                         


Salam EPOS,Lies SudiantiFounder & Moderator+62816995258

Kirim email ke