Hore,
Hari Baru!
Teman-teman.

Mana yang kita butuhkan: inferiority complex atau superiority 
complex? Jika itu pertanyaannya, maka jawabanya tegas dan lugas: 
kita tidak membutuhkan kedua-duanya. Mengapa demikian? Karena baik 
inferiority complex, maupun superiority complex bukanlah sikap yang 
layak kita pelihara. Kita tidak pantas untuk menjadikan keduanya 
sebagai bagian dari diri kita. Dengan inferiority complex, kita 
hanya akan menjadi pecundang yang tak terkalahkan. Haha, pecundang 
yang tak terkalahkan? Apa-an tuch? Iya, pecundang nomor wahid. 
Sebab, sebelum bertandingpun kita sudah menyerah kalah. Sebelum 
mencoba sekalipun, kita sudah merasa gagal. Sayangnya, sikap ini 
sudah berhasil memakan banyak korban. Begitu banyak orang potensial 
dan berbakat hebat tetapi tidak menghasilkan pencapaian apa-apa 
dalam hidup mereka, hanya gara-gara terjangkit virus inferiority 
complex. Kita juga tidak butuh superiority complex. Meskipun tidak 
jarang kita menemukan orang-orang yang terkena syndrom ini; tetapi, 
mengadopsi sifat seperti ini sama sekali tidak akan menambah nilai 
hidup kita.  

Jika pernah membaca buku "Belajar Sukses Kepada Alam", mungkin anda 
masih ingat bahwa  inferiority complex menjadikan seseorang merasa 
bahwa dirinya kurang penting, kurang berharga, atau kurang pandai 
dibandingkan dengan orang lainnya. Dan karenanya, orang seperti ini 
selalu bersikap pesimistis. Lantas memberi dirinya sendiri  label 
sebagai orang yang tidak pantas untuk menerima suatu keadaan yang 
baik. Perilaku nyata yang muncul dipermukaan adalah sifat yang kita 
sebut sebagai rendah diri. 

Kita mungkin menduga bahwa sindrom ini hanya menyerang orang-orang 
yang berpendidikan rendah. Atau mereka yang tidak memiliki cukup 
keahlian. Tidak juga. Sungguh mengejutkan bahwa pada kenyataannya; 
sindrom ini justru menyerang  banyak orang yang mempunyai kemampuan 
tinggi. Tengok saja sekeliling anda. Diantara mereka ada lulusan-
lulusan perguruan tinggi terkemuka. Tak jarang pula yang memegang 
gelar pasca sarjana. Tetapi, ketika mereka dihadapkan pada situasi-
situasi tertentu; mereka tidak mempunyai rasa percaya diri yang 
memadai. Sekalipun mereka memiliki segala hal yang dibutuhkan untuk 
menghadapi semuanya itu dengan gemilang. Mereka hanya bisa menggigil 
dipojok ruangan, sambil mengeluarkan keringat dingin disekujur 
badan. Padahal, butiran-butiran salju dimusim ini belum lagi 
turun... 
 
Pernah menemukan jenis-jenis manusia seperti itu disekitar Anda? 
Tentu saja. Karena jumlahnya banyak sekali. Iya, kan? Ngomong-
ngomong, bisakah anda memberi tanggungjawab yang besar kepada 
manusia dari jenis ini? Tidak, bukan? Sekarang, bagaimana seandainya 
ternyata kitalah yang dihinggapi sindrom inferiority complex itu? 
Sederhana saja: orang lain tidak akan pernah memberi kita 
kepercayaan untuk menangani tugas-tugas penting. Titik. Dan kita. 
Hanya akan menjadi seseorang yang tidak berarti apa-apa.   Pergi tak 
ganjil, datang tak genap.  Mereka bilang: kagak ada elo juga kagak 
apa-apa!

Kita sering tidak menyadari bahwa ketika mengatakan pada diri 
sendiri :"Saya `kan orang baru, mana bisa melakukan hal itu ?" 
misalnya; maka kita telah merendahkah diri kita sendiri. Sehingga 
selamanya kita tidak bisa berbuat apa-apa; karena tidak pernah 
berani mencoba.  Lantas, bagaimana mungkin kita bisa sukses didalam 
karir atau apapun juga jika membiarkan karakter inferiority complex 
itu bersemayam didalam diri kita?

Begitu pula halnya dengan superiority complex. Dia menjadikan 
seseorang mengira bahwa dirinya lebih baik dan lebih penting 
dibandingkan dengan orang lain. Dan karenanya, orang itu menjadi 
besar kepala dan arogan. Terlampau percaya diri. Dan memandang 
rendah orang lain.

Tidak ada salahnya jika kita mempunyai rasa percaya diri tinggi. 
Justru hal itu bisa menjadi nilai penentu competitiveness kita. 
Tetapi, jika kepercayadirian itu akhirnya membutakan mata hati kita, 
sehingga kita menjadi begitu angkuh, arogan, sombong, adigung 
adiguna; maka sesungguhnya kita, telah terseret kedalam comberan 
superiority complex. 

Masih ingat apa yang dikatakan oleh guru sekolah dasar kita tentang 
ilmu padi? Benar. Semakin berisi, semakin merunduk. Batang-batang 
pohon padi mengajarkan kepada kita  untuk menghindari karakteristik 
besar kepala seperti itu. Dan kabar baiknya, dengan memiliki 
kerendahan hati, kita tidak menjadi manusia rendah. Dengan 
kerendahan hati, justru kehormatan kita semakin bertambah tinggi. 
Dan dengan kerendahan hati, kita menjadi manusia yang bersedia 
mengakui bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna dimuka bumi ini. 
Kita mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Namun, 
kekurangan tidak menjadikan kita terpojok ditempat yang suram. Dan 
kelebihan tidak mengakibatkan kepala kita kebesaran. Sebaliknya, 
cahaya Tuhan membimbing mata hati kita untuk saling melengkapi; satu 
sama lain. Sehingga, ketika ada seseorang yang mengatakan: "yuk, 
kita barteran". Kedengarannya sungguh menyenangkan, bukan? 

Hore,
Hari Baru!
Dadang Kadarusman
http://www.dadangkadarusman.com/ 


Kirim email ke