Aku 

 

Tidak Lebih Dulu 

 

ke Surga 

 

 

.        

Baca dan Renungkan

 

 

.         

Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada
disekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan. Aku masih
bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia
dikumpulkan. Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.

 

 

 

 

 

 

.         

Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal
sebelumnya mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku.

"Inilah yang disebut Padang Mahsyar," suaranya begitu menggetarkan jiwaku.
"Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku," batinku. Aku menggigil, tubuhku
terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang
kukenal. 

 

 

 

 

 

 

.        

Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan. Bersamaan
dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan,
hari dimana semua manusia akan menerima keputusan akan balasan dari amalnya
selama hidup didunia. Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia
selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap
menanti.

 

 

 

 

 

 

 

 

.         

Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku
didunia. Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau
jangan-jangan .........

 

 

 

 

 

.         

Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang menguasai
hari pembalasan. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang
mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia-manusia yang
akan menemani Rasulullah SAW di surga yang indah.

Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar
itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan. Terlebih lagi, sewaktu
didunia aku dikenal sebagai juru dakwah. "Kalaulah banyak orang yang
kudakwahi masuk surga, apalagi aku," pikirku mantap.

 

 

 

 

 

 

.         

Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa
namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-ibadah dan
perbuatan-perbuatan baikku. Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad SAW
sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Allah melalui
Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk kedalam surga sebelum Muhammad
masuk. Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun.

Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai
wanita pertama yang ke surga, diikuti para istri-istri dan keluarga rasul
lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

.         

Para nabi dan rasul

Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan Sumayyah berjalan
tenang dengan predikat Syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Juga para
sahabat lainnya, satu persatu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan
bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka tabirnya. Yang aku
tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah
melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang
tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan
kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah. Setelah itu
tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai
perjuangan pembelaan agama Allah. 

 

 

 

 

 

 

.         

Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat
begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera
menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil
melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Ya Allah,
mereka anak-anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah kuperhatikan.

Anak-anak yang selalu menangis kelaparan dimalam hari sementara sering
kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.

 

 

 

 

 

 

 

 

.         

"Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku,"

aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak
pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangnya
ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin yang rajin
sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung
tidak kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi,
"Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk
kebahagiaan orang lain." Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk
keperluanku.

 

 

 

 

 

 

.         

Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang
kehadirannya selalu kutolak, pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan
selalu mendapatkan kata "maaf" dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku.
Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski
tidak kulontarkan, "Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam
kebencian meski kau tolak." 

 

 

 

 

 

 

 

 

.         

Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke
surga. Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku
berceramah. "Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau,
terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan.

Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada
berbicara," jelasnya lagi. 

 

 

 

 

 

.         

Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil.

Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin
panjang.

Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin
segera bertemu Allah dan berkata, "Ya Allah, didunia aku banyak melakukan
ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah,
izinkan aku ke surgaMu."

 

 

.         

Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin
menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. "Ibadahmu
bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Allah,
shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu
tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan
hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu," bergetar tubuhku
mendengarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

.         

Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian,
jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih
baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering
beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang
kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik
lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih
ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada
mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.

 

 

 

 

 

.         

Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfirullah
ternyata Allah telah menasihatiku lewat mimpi malam ini.

(bay) 

 

 

 

 

 

.        

Termasuk Manakah Kita?

 

 

 

Regards,

 

Perdanawan P. Pane

+62 817 8 13 7 82

+62 21 9280 5275

[EMAIL PROTECTED]

[EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke