Catatan Moderator: He...he...he... ciri E.D.A.N. adalah "out of the box". Posting ini masuk, dan saya langsung mengakomodirnya sebagai sebuah contoh penyikapan.
Nih satu lagi yang nggak ada di milis lain, "Iklan Politik". Pertama di dunia, Iklan Politik di Milis. Cuma ada di Milis Bicara! Kalo Anda punya jagoan, boleh ngiklan dengan catatan: 1. Termasuk kategori "IKLAN BULANAN", Jumat Minggu Kedua, hanya sekali. Iklan kali ini hanya sebuah test case dan demonstrasi. 2. Segala konsekuensi hukum, politik, ekonomi, moral, dan sosial, tanggung jawab sendiri. Milis ini hanya tempat untuk "bicara". 3. Ketentuan moral, etika, dan Non SARA tetap berlaku. 4. TIDAK MENYERANG ATAU MENJELEKKAN SUATU PARTAI ATAU ORANG PARTAI ATAU PIHAK ATAU SESUATU YANG TERKAIT DENGAN SUATU PARTAI! Moderator Milis Bicara. ====== Terinspirasi Dunia Wayang. Ir. H. Sutjipto Soedjono. Siapa yang tidak mengenal dunia wayang? Wayang adalah hasil budaya manusia Indonesia, yang telah diakui sebagai budaya dunia, seperti halnya keris. Banyak hal yang bisa dipetik dari dunia pewayangan. Tak lain karena wayang sendiri berasal dari kata "bayang-bayang". Artinya, wayang menjadi bayangan atau cermin manusia dengan segala hidup dan karakternya. Dunia wayang bisa dijadikan sumur untuk menimba berbagai macam kebijaksanaan, termasuk soal kepemimpinan. Nah, salah satu orang yang menimba kebijaksanaan wayang dalam panggung kepemimpinan adalah Ir. H. Sutjipto Soedjono, Ketua DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Sosoknya yang kalem, berbalut kemeja coklat, bersuara renyah, Sutjipto fasih mengisahkan tokoh-tokoh wayang idolanya. "Kalau membicarakan kepemimpinan ada sosok wayang yang bisa dijadikan inspirasi, yakni Kresna. Kalo mencari sosok kejujuran dan keberanian, lihatlah Brotoseno. Lihat kelemah-lembutan dan keredahan hati, tengoklah Janaka," kata lelaki kelahiran Trenggalek, 61 tahun silam itu. Kepemimpinan pada zaman sekarang tidak boleh melupakan tuntutan demokrasi. "Hakekat demokrasi dalam dunia pewayangan digambarkan dengan kehadiran goro-goro. Goro-goro terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, Dan Bagong. Kalo kita cermat, tokoh-tokoh wayang yang senantiasa diikuti oleh Semar dan kawan-kawan itu biasanya orang sakti," katanya. Sedikit mengubah posisi duduk, Sutjipto menambahkan, "Apa artinya? Artinya, pemimpin yang mendapat dukungan rakyat akan menjadi pemimpin yang kuat. Semar dan kawan-kawannya adalah simbol rakyat jelata. Sering digambarkan mereka sebagai bala dupakan, yang sukanya disuruh- suruh, dan diperlakukan seenaknya dengan ditendang. Mereka diperlakukan sebagai abdi. Tapi, ingat, kalau Semar sudah menjelma ke wujud aslinya, yakni Betara Ismaya. Nah, ini menjadi refleksi yang bagus juga. Suatu saat, kalau rakyat kembali pada kedaulatannya, sekuat apapun pemimpinnya, pasti akan lengser." Sutjipto langsung memberikan contoh drama wayang di atas dengan masa kejatuhan rezim Soeharto. Saat rakyat memegang kendali kedaulatannya, Soeharto yang sudah menancapkan kekuatannya di berbagai lini kehidupan masyarakat, tetap saja turun tahta. Selain wayang, Sutjipto senantiasa belajar dari apa yang diajarkan oleh orangtuanya. Kata-kata bijak dari orangtuanya ini yang menjadi api Sutjipto dalam melaksanakan karya-karyanya. "Saya paham persis semboyan yang dihidupi orangtua saya : sing seneng ndandani dalane wong akeh, besok dalane bakal didandani karo wong akeh. Artinya, siapa yang senang memperbaiki dan membangun jalan hidup bagi banyak orang, kelak banyak orang akan ikut memperbaiki dan membangun jalan hidupnya," kata suami dari Sudjamiek ini. "Ada satu lagi yang tetap saya pegang sampai sekarang. Orangtua saya pernah bilang, pager omah ora neng pinggir ndalan, neng nang lambemu! (pagar rumah itu dibangun bukan di tepi jalan, melainkan ada di bibirmu!). Maksudnya, yang membuat dirimu aman, yakni segala ucapanmu pada banyak orang. Oleh karena itu, saya sampai sekarang tidak pernah mengunci pagar, walau hidup di Jakarta," kata ayah dari Lesmana Dewi dan Wisnu Sakti Buana itu. Karir Sutjipto berjalan baik. Latar belakangnya adalah dunia pendidikan. Dia seorang insinyur yang ahli kontruksi. Buah keahliannya pun bisa patut diperhitungkan termasuk dengan konsep kontruksi Jaring Laba-Laba. Dia dikenal sebagai penemu. "Seorang pemimpin harus mempunyai kreatifitas, inovasi, dan kerja keras. Nah, saya senang dengan dunia utak-atik penemuan ini," kata lulusan S1 Tehnik Sipil ITS tahun 1978 ini. Pengalaman berorganisasi mengantarnya dalam samudera perpolitikan Indonesia. Berawal menjadi Sekretaris GSNI Cabang Kediri pada tahun 1964. Berlanjut masuk DPD PDI Jawa Timur pada tahun 1986 sebagai Bendahara, Ketua DPD PDI Jawa Timur pada tahun 1994. Terus berlanjut dengan peristiwa pecahnya tubuh PDI dan Sutjipto bergabung dalam PDI Perjuangan pimpinan Megawati Soekarnoputri. Waktu bergulir, dia dipilih menjadi Sekjen DPP PDI Perjuangan pada 2000-2005 dan sekarang terpilih menjadi Ketua DPP PDI Perjuangan periode 2005-2010. Dalam jabatannya, ia juga pernah menjabat Wakil Ketua MPR RI periode 1999-2004. Sekarang (saat artikel ini ditulis) dia lagi mengikuti bursa Calon Gubernur Jawa Timur dari PDI Perjuangan. Dalam kepemimpinannya, ia tidak mau melepaskan semangat partainya. "Visi pribadi internal adalah menjayakan partai dan eksternalnya dalam pemilihan ini adalah membangun kesejahteraan rakyat Jawa Timur," Katanya. Roh kerakyatan inilah yang senantiasa dia pegang. Roh kerakyatan ini, diwujudkan dalam dua aspek yang harus diperhatikan oleh pemimpin. Yaitu aspek proses penentuan kebijakan dan aspek keberpihakan pada rakyat. Roh inilah yang menurut Sutjipto telah menempatkan pemimpin daerah berasal dari PDI Perjuangan selalu lebih unggul dalam hal orientasi kepemimpinan kepada rakyat. Filosofi kepemimpinan yang dipegang disebut dengan Hasta Prasetya. Filosofi ini wajib dilaksanakan oleh seluruh kepala daerah yang bernaung dari PDI Perjuangan. Delapan Prasetya itu, antara lain adalah menjaga kelanggengan NKRI, memajukan pendidikan, memajukan kesehatan, meningkatkan pelayanan publik, memberantas KKN, membangun kemandirian ekonomi rakyat, menciptakan hunian layak bagi rakyat, dan menggalakkan semangat gotong royong. Kearifan dalam memimpin senantiasa ia pelihara. Konsep ngewongke "memanusiakan manusia" menjadi utama dalam pengejawantahan program-program untuk masyarakat. Ia mengandalkan Pancasila sebagai alat pemersatu di tengah pluralisme yang sedang dicabik-cabik di negeri ini. Ia menunjukkkan sikap pedulinya pada bencana. Di Negeri yang lagi dirudung bencana ini, Sutjipto mempunyai refleksi menarik. "Bagi saya, leadership di wilayah bencana harus memiliki kejujuran, memiliki iman dan memiliki rasa syukur. Bencana ini bukan tak ada hubungannya dengan perilaku penguasa dan rakyatnya sendiri. Walaupun ini terkesan sebagai cara pandang klenik, tapi ini ada relasi dengan hubungan itu. Hubungan manusia itu ada dua unsur : Unsur lahir dan nyata yang bisa ditarik dengan olah pikir, dengan intelektualitas, dan satunya dengan unsur roh. Padahal unsur roh ini menjadi unsur yang lebih besar yang tidak bisa dijangkau dengan itu," katanya. Ia menambahkan, "Dulu raja itu punya pedoman yang hakiki yang kalo dia melanggar pasti akan datang bencana. Sebut saja Sabda Pandhita Ratu. Artinya, kalau ulama, raja, pemimpin, penguasa bersabda, jangan seenaknya. Kalo salah bisa membawa bencana. Sekarang, pemimpin mengumbar janji seenaknya," katanya. Demikianlah Sutjipto membaca Indonesia dan menumpahkan energinya untuk andil dalam memperdayakan manusia Indonesia. Sudah sepantasnyalah, bila sejumlah 38 DPC di Jawa Timur telah mendorong Sutjipto untuk menjadi sebagai calon Gubernur Jawa Timur 2008. Pada tanggal 2 Oktober 2006 telah diselenggarakan deklarsi pencalonan Sutjipto untuk Gubernur Jawa Timur oleh seluruh DPC PDI Perjuangan se- eks karesidenan Surabaya, yaitu kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Kota Mojokerto, Jombang dan Kabupaten Mojokerto. Berikut ini dalam deklarasi tersebut, cuplikan dukungan yang diberikan kepada Sutjipto : "Sekaranglah saatnya kader-kader PDI Perjuangan bangkit dan memimpin Jawa Timur. Bukan orang lain yang numpang lewat partai! Karena hanya kader-kader partai yang memiliki konsep Hasta Prasetya. Konsep yang memastikan kepemimpinan berpihak kepada rakyat." Bela Bahana Binanda, Sekretaris DPC Jombang. "Sutjipto adalah salah satu pemimpin terbaik yang ada di Jawa Timur." Bambang DH, Walikota Surabaya. "Bagi kami di DPC Gresik, Sutjipto itu adalah Soekarno kecilnya Jawa Timur." H. Hadi Kusno, Ketua DPC Gresik. "Tokoh kepemimpinan di Jawa Timur adalah tokoh dari PDI Perjuangan, bukan lewat PDI Perjuangan." H.M. Sochid, Ketua DPC Kota Mojokerto. "Ibu Mega pernah janji kepada kita, bahwa bila calon itu sudah di survey dan didukung oleh rakyat, maka DPP akan memberikan rekom kepada calon itu. Kita sudah bulatkan tekad bahwa calon Gubernur Jatim nanti adalah kader partai. Bahwa pencalonan ini bukan karena keinginan Pak Tjip, tetapi karena dorongan kita semua," Saleh Ismail Mukadar. "Kita satu suara dan suara kita satu. Sutjipto Gubernur! Tidak ada sedikitpun keraguan dari Mojokerto." Hariyanto, wakil ketua DPC Kabupaten Mojokerto. "Kita di Sidoarjo bahkan telah memulai dukungan kepada Pak Tjip jauh- jauh hari yang lalu. Hanya satu nama Sutjipto." Tito Pradopo, Ketua DPC Sidoarjo. "Jangan mengulang kesalahan lama. Jangan tergoda calon lain yang mau lewat partai kita. Sudah jelas buktinya : Gubernur yang lama pun cuma numpang partai kita. Apa akibatnya? Dia bahkan tidak perduli dengan PDI Perjuangan. Karena itu, sekali lagi jangan ulangi kesalahan lama!" H. Kusno, Ketua DPC Gresik. (Sigit K, DanG) Sumber : www.irsutjipto.com Contact : [EMAIL PROTECTED]