Jalan Kebahagiaan 

Saya hentikan sejenak pekerjaan saya, lalu memandang suami saya, dan
teringat akan ayah. Ia selalu tidak mendapatkan pasangan yang dia
inginkan dalam perkawinannya, waktu ibu menyikat panci lebih lama
daripada menemaninya. Terus menerus mengerjakan urusan rumah tangga,
adalah cara ibu dalam mempertahankan perkawinan, ia memberi ayah
sebuah rumah yang bersih, namun, jarang menemaninya, sibuk mengurus
rumah, ia berusaha mencintai ayah dengan caranya, dan cara ini adalah
mengerjakan urusan rumah tangga. Dan saya juga menggunakan cara saya
berusaha mencintai suami saya. Cara saya juga sama seperti ibu,
perkawinan saya sepertinya tengah melangkah ke dalam sebuah cerita,
dua orang yang baik mengapa tidak diiringi dengan perkawinan yang bahagia.

Lalu saya duduk di sisi suami, menemaninya mendengar Nasyid, dan dari
kejauhan, saat memandangi kain pel di atas lantai seperti menatapi
nasib ibu. Saya bertanya pada suamiku, "apa yang kau butuhkan ?" Aku
membutuhkanmu untuk menemaniku mendengar Nasyid, rumah kotor sedikit
tidak apa-apa-lah, nanti saya carikan pembantu untukmu, dengan begitu
kau bisa menemaniku" ujar suamiku.

Ternyata sia-sia semua pekerjaan yang saya lakukan, hasilnya
benar-benar membuat saya terkejut. Kami meneruskan menikmati kebutuhan
masing-masing, dan baru saya sadari ternyata dia juga telah banyak
melakukan pekerjaan yang sia-sia, kami memiliki cara masing-masing
bagaimana mencintai, namun, bukannya cara mencintai yang membuat kami
berdua bahagia itulah jalan kebahagiaan kami berdua. ( sumber,
http://asruldinazis.wordpress.com/2007/06/21/dua-orang-yang-baik-tapi-mengapa-perkawinan-tidak-berakhir-bahagia/).

Cerita diatas, sebuah gambaran bagaimana kita senantiasa memiliki
keharusan untuk mencari jalan kebahagiaan di dalam keluarga kita.
Jalan kebahagiaan itu yaitu sebuah jalan menuju rumah tangga yang
direkat oleh mawaddah dan rahmah dimana masing-masing secara naluriah
memiliki gelora cinta mendalam untuk memiliki, tapi juga memiliki
perasaan iba dan sayang dimana masing-masing terpanggil untuk
berkorban dan  melindungi pasangannya dari segala hal yang tidak
disukainya.

Mawaddah dan rahmah itu sangat ideal. Artinya sungguh betapa
bahagianya jika pasangan rumah tangga itu diikat oleh mawaddah dan
rahmah sekaligus. Sesuatu yang ideal biasanya jarang terjadi. Bagimana
jika tidak? Seandainya mawaddahnya putus, perasaan cintanya tidak lagi
bergelora, asal masih ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah tangga
itu masih terpelihara dengan baik. Betapa banyak suami isteri yang
sebenarnya kurang dilandasi oleh cinta membara, tetapi karena masih
ada rahmah, ada kasih sayang, maka rumah tangga itu tetap berjalan
baik dan melahirkan generasi yang terpuji. Rahmah yang terpelihara
pada akhirnya memang benar-benar mendatangkan rahmat Ilahi berupa
mawaddah.

Salam cinta,
Agussyafii

=======
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye "Keluargaku, Surgaku"
silahkan kirimkan dukungan dan komentar anda di
http://agussyafii.blogspot.com atau sms 0888 176 48 72



Kirim email ke