Dear Group,
Berikut ada case menarik untuk didiskusikan. Tentang cara mengkomunikasikan 
sesuatu.
Topik yang diambil adalah mengenai cara mengkomunikasikan Halal atau Haram 
suatu produk/makanan, apakah baiknya dilabel Halal atau dilabel Haram. Menurut 
saya ini pemikiran yang out of the box, dimana kita sdh terbiasa dengan label 
halal, ada teman kita yang berfikir baiknya menggunakan label Haram.
Mohon tanggapannya.
Terima kasih.
From:Fery Firman N. A. 
Sent: Monday, May 19, 2008 2:57 PM
To: Redi Rindayadi Ahmad
Subject: Label Halal atau Label Haram ? 
  
Label Halal atau Label Haram ? 
 
 
Pernahkah dari sebagian kita terpikir, kenapa label yg ada di produk2 makanan 
di labeli ‘Halal’ ? kenapa gak dilabeli ‘Haram’ saja ? 
Paling nggak itu yg terlintas di benak saya beberapa waktu belakangan ini. 
Setelah di renungkan & mencari berbagai pembenaran kecil-kecilan, maka timbul 
beberapa alasan kenapa hal ini begitu meresahkan saya : 
 
Yg pertama, di dalam agama kita ‘Islam’ utk soal makanan hukum yg berlaku 
adalah ‘semua halal, kecuali yg haram’, saya mengartikan bahwa dari sisi 
kuantitas ‘by default’ di dunia ini telah diciptakan dimana jumlah yg halal 
jauh lebih banyak dari yg haram artinya dari sisi biaya tentu lebih murah 
melabeli ‘haram’ dibanding melabeli ‘halal’. Tentu ini dg membatasi pada scope 
zat atau materi & tidak termasuk bagaimana prosesnya.
 
Yg kedua, Kita di sini hidup di wilayah yg mayoritas penduduknya muslim, kenapa 
kita sering direpotkan utk mencari label ‘halal’ di produk makanan yg kita beli 
? bahkan tidak jarang kita punya asumsi yg tidak ada label ‘halal’ pasti atau 
besar kemungkinan ‘haram’. Sehingga kita cenderung utk tidak membeli dg alasan 
‘demi keamanan’. Lucunya hal diatas kita lakukan hanya di supermarket atau 
mall, dan bukan di warung nasi goreng atau bakso pinggir jalan atau yg lewat di 
depan rumah kita. Astaghfirullah...terkadang terpikir kalau kita memang masih 
punya PR (Pekerjaan rumah) utk merubah budaya ‘inkonsistensi’ & punya standard 
ganda di keseharian kita.  
 
Yg ketiga, kita punya lembaga MUI. Lembaga yg sakral, penuh dg alim ulama, yg 
menjadi reference kita jika ada permasalahan. Lembaga ini (atau yg ada dalam 
pengawasannya) pula yg menerbitkan sertifikasi halal. Dengan berkhusnudzon, 
niat baik dari MUI utk memberi perlindungan dan rasa aman kepada masyarakat dg 
label halalnya bisa menjadi ‘bumerang’. Kenapa ? 
o       Dg kondisi cap ‘halal’ yg bisa dimanfaatkan utk keperluan ‘penguatan’ 
marketing & coverage suatu product, yg memang tidak salah dan sah-sah saja, 
tapi dari situ seakan-akan MUI masuk ke rantai proses business. Menjadi 
legalisator & prasyarat kesuksesan suatu produk yg berujung pendapatan membuat 
pelaku bisnis akan bersedia ‘membayar’ berapapun selama masuk hitungan bisnis. 
Labelisasi semakin tipis antara niat utk umat atau dimanfaatkan pelaku bisnis.
 
o       Kalau ada produk yg semua komponennya halal tetepi karena ada satu & 
alasan lain shg tidak ‘request’ sertifikasi halal,yg kmd dijual di supermarket 
kmd disana ketemu dg segolongan yg ‘berasumsi’ no sertifikat berarti haram atau 
lebih dekat ke haram, terus gak jadi beli. Asumsi dari golongan ini kalau mau 
jujur tidak lepas dari adanya cap/sertifikasi halal itu sendiri. Asumsi yg 
salah dalam kasus ini menjadi beban si sertifikator dalam hal ini MUI atau 
badan lain ? atau kepada siapa ? 
 
Ketiga alasan diatas memperkuat pemikiran bahwa kita yg hidup di Indonesia 
harus mendapat perlindungan utk ‘lebih aman’ dalam mengkonsumsi makanan, dengan 
dilindungi utk ‘tidak mengkonsumsi yg berlabel haram’. Jadi barang yg ‘haram’ 
harus dikasih tanda. Tentunya perlindungan ini harus mencakup dari sisi hukum, 
krn kita negara hukum..
 
Usulan :
1.      Kembangkan paradigma bahwa makanan di Indonesia ‘by default’ adalah 
halal.
2.      Rubah paradigma sertifikasi halal menjadi sertifikasi haram 
3.      Setiap penjual makanan yg ‘tidak halal’ harus mencantumkan tanda 
‘Haram’. 
4.      Kembangkan undang2 perlindungan konsumen muslim, yg mencakup 3 hal 
diatas.
5.      Definisikan secara jelas sanksi  jika ditemukan tidak ada tanda haram 
tetapi ternyata komponennya adalah haram.
6.      Rubah paradigma MUI atau badan sertifikasi dibawah pengawasannya  
sebagai badan yg pasif menjadi badan yg Proaktif.  MUI mengetest secara 
sampling product2 yg ada & melabeli dg label ‘haram’ jika ada komponen yg haram 
tapi belum ada tandanya, dg dasar hukum point ke 4 diatas. 
Apakah hal diatas merugikan pebisnis makanan haram ? saya belum melihat 
kerugiannya, kecuali kalau memang sengaja mau ‘menjebak’. Bahkan beberapa saat 
yg lalu saya berkesempatan ke Kuala Lumpur,malaysia. Saya jalan2 dan melihat 
sebuah restoran terdapat tanda ‘Di sini tersedia Makanan Haram’ cukup besar & 
gampang dilihat.Restoran tersebut bukannya sepi tapi justru ramai. Ternyata 
mereka punya segment market tersendiri.  
 
Bagaimana dengan kondisi di Jakarta/Indonesia saat ini ? Kasus spt Hoka-hoka 
bento yg ‘malu-malu’ memproklamasikan sbg product haram atau Breadtalk yg 
katanya tidak mau memperpanjang sertifikat halalnya (padahal di Arab konon 
kabarnya Breadtalk juga ada, tidak jelas apakah disana wajib di labeli halal 
atau tidak). Tentunya hal spt ini yg bikin bingung konsumen tapi tidak 
tersalurkan, yg ada adalah ‘lebih baik tidak beli’ atau nekat beli.  
 
Seandainya usulan diatas bisa direalisasikan, maka menghadapi kondisi spt 2 
kasus diatas ada 2 pihak yg bisa melakukan tindakan: yaitu badan sertifikasi yg 
langsung turun ke lapangan utk test, yg kedua konsumen yg ragu bisa melaporkan 
ke badan sertifikasi utk melakukan checking. 
 
Seandainya usulan diatas bisa direalisasikan, maka kita bisa meningkatkan 
kejelasan yg halal & yg haram. 
 
Seandainya usulan diatas bisa direalisasikan, kita bisa memberi peringatan di 
awal utk saudara2 kita yg ‘nekat beli’ utk barang2 yg haram karena dari 
labelnya. (coba perhatikan saat ini di restoran hoka-hoka bento, dg 
ketidakjelasan ini masih banyak saudara2 kita yg mengenakan jilbab ‘jajan’ di 
sana, masih banyak yg beli Breadtalk dg ‘mengesampingkan keraguannya dll). 
 
Mudah-mudahan......
 
 
Best Regard,
 
Fery Firman N.A.
Capacity Management and Partnership
Carrier & Enterprise - PT Excelcomindo Pratama Tbk.
Phone : +62 21 576 1881 ext.. 58020Ass Wr Wb,


      Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang 
juga.
http://id.toolbar.yahoo.com/

Kirim email ke