Pijat Plus-Plus ala Yu Hadi<http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/2008/06/pijat-plus-plus-ala-yu-hadi.html> By : MTA (Made Teddy Artiana)
Tinggi badannya memang di bawah rata-rata orang Indonesia. Kulit sawo matang, rambut keriting ikal. Sekilas orang akan menyangka ia berasal dari suatu daerah di Indonesia bagian timur sana. Sampai orang mendengar logat bicaranya, anggapan itu serta merta berubah. Yu Hadi, demikian orang-orang memanggil namanya. Aku sendiri memanggilnya Mak Hadi karena memang usia Yu Hadi sudah diatas 50 tahun, adalah orang Jawa tulen. Lahir dan dibesarkan dari keluarga tukang pijat di daerah Jogja sana, membuat Yu Hadi seolah tidak punya pilihan lain selain menjadi tukang pijat. Nenek dari neneknya adalah tukang pijat. Begitu juga ibu dari ibunya. Dan sekarang ia sendiri menyandang profesi yang sama. Tukang pijat. Seolah ilmu olah kanuragan yang diturunkan secara turun temurun, Yu Hadi juga mewarisi 'ilmu' pijat memijat tersebut. Meskipun tidak setenar 'dukun kelamin' Mak Erot, kepiawaian Yu Hadi untuk urusan melenturkan otot yang kaku pantas diacungi 2 buah jempol. Two tumbs up ! kira-kira begitu kata Wong Londo sono atau Mak Nyuuus…… istilah ala Mas Bondan. Bagi mereka-mereka yang belum pernah keluar negeri, agaknya memang harus menelan ludah mendengar pengalaman Yu Hadi bertandang ke negeri tetangga. Keindahan negara-negara Eropa, Timur Tengah dan Asia Tenggara bisa Anda dengar dari bibirnya. Tetapi itu semua bukan berarti ia akan ngoceh membanggakan seberapa jauh ia telah melanglang buana, atau seberapa lebar customer nya tersebar ke ujung dunia. Yu Hadi tetap bersikap low profile. Tidak akan bercerita kalau tidak dipaksa. Saya pribadi pun mendengar semua ini, setelah melakukan sedikit paksaan, maklum penasaran. Oh yaaaa ???!! Ahhh masak ? Yang bener lu Mak..?!! begitu ungkapan-ungkapan kekaguman yang spontan saya keluarkan, jika mendengar cerita-cerita Yu Hadi. Ada sih ungkapan lain, seperti 'geeebleek' atau 'oke deeeee Mak…' sambil melirik ke arah istri yang sama-sama terbengong mendengar cerita Yu Hadi di luar negeri. Sementara Yu Hadi dengan kepolosannya, hanya tersenyum kecil melihat reaksi kami. "Udah biasa kok Mas, semua yang denger juga gitu..", katanya menimpali. Nah lho..apa nggak bikin ngiri tuh !!! Tetapi semuanya itu akan terasa masuk akal jika Anda meluangkan waktu untuk merasakan pijatan-pijatan Yu Hadi. Ehhhmmmmm…pijatannya teratur. Tidak loncat-loncat nggak karuan. Jari-jarinya yang kuat tapi lembut itu seolah menari-nari di sekitar pinggang kita yang telah dibaluri minyak. Memijit, menarik, berputar..bikin ketagihan. Dijamin membuat Anda merem melek bahkan lebih dari itu. Ngorok. Kenikmatan itu berlangsung 3 jam-an. Can you imagine that ?? Tidak jarang saya tertidur selama setengah jam, kemudian terbangun, dan akhirnya tertidur pulas lagi selama dipijat olehnya. Yu Hadi memang bukan jenis tukang pijat kejar setoran. Tukang pijat yang sering kali buru-buru, asal pencet kemudian terima duit dan ngabur meninggalkan pasiennya setengah kaku. No way lah ! Itu bukan style Yu Hadi. Dalam hal penguasaan terhadapan sebuah ketrampilan, Yu Hadi tidak perlu di ragukan lagi. Tetapi tetap bukan itu yang membuatnya dicintai oleh para pelanggan. Ada sesuatu hal yang membedakan Yu Hadi dengan para koleganya. Usut punya usut, amat punya amat, ternyata sesuatu itu adalah…kemampuan untuk menempatkan diri diposisi pelanggan. Ini yang istimewa ! Bagi mereka yang berpenyakit dan ingin dipijat, Yu Hadi rela untuk berpuasa (baca tirakat) demi kesembuhan mereka. Untuk mereka yang ingin punya anak pun, ia rela untuk melakukan hal yang sama. Sama-sama prihatin Mas, begitu katanya menjelaskan. Diminta ? Tidak sama sekali. Dan ini bukan lips service belaka, ini totalitas seorang Yu Hadi dalam menjalani profesinya. Ia melibatkan seluruh perasaannya dan menempatkan diri pada posisi pelanggan. Disinilah letak poin plus-plus nya. Mengherankan memang. Ketrampilan alamiah yang dimiliki oleh seorang tukang pijat turunan, yang jarang diajarkan pada sekolah-sekolah bisnis yang demikian menjamur. Dan kalaupun diajarkan, maka 'hal itu' diperlakukan sebagai trik atau tips alias 'senjata pamungkas' untuk memenuhi target penjualan suatu produk. Tidak salah memang. Hanya tidak manusiawi. Mungkin karena kita sudah sedemikian terlatih dan hebat untuk melihat kumpulan manusia-manusia ini, sekedar sebagai target pasar. Akhirnya profesi (baca : cara mencari uang) menjadi suatu rutinitas yang menajamkan otak tetapi membekukan hati. Semoga saja Yu Hadi-Yu Hadi yang lain masih belum punah di negara ini, sehingga kita, Anda dan saya, tidak disulap oleh profesi kita, menjadi mayat-mayat mati yang berkeliaran mengejar rupiah untuk bertahan hidup. Semoga. (***)