Kisah Sekeping Talenta
Emas<http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/2008/07/kisah-sekeping-talenta-emas.html>
by MTA – Made Teddy Artiana
http://semarbagongpetrukgareng.blogspot.com/



Lelaki berjanggut panjang keperakan itu memang memancarkan kewibawaan yang
besar. Ia tampak duduk tenang dengan mata terpejam. Tangan kirinya terlihat
menggenggam sebuah tongkat kayu bersisik berwarna coklat kehitaman.
Dihadapan lelaki berjubah putih itu, sekumpulan orang-orang yang membentuk
setengah lingkaran, duduk berkeliling. Mereka semua tampak menundukkan
kepala. Azarya, sang guru nan bijaksana, pengajar para raja dan pejabat
istana, kembali mengumpulkan murid-muridnya. Tetapi tidak seperti hari-hari
yang lain, dimana mereka biasa berkumpul di pinggir sungai, bukit atau
pelataran istana. Hari ini mereka berkumpul dekat sebuah kandang ternak.
Tidak ada seorang pun yang tahu rencana hati Azarya. Diantara lenguhan dan
bau ternak, guru dan murid itu, terdiam dengan penuh hikmat.
Perlahan-lahan sang guru mengangkat tangannya. Satu keping talenta emas
tampak di terjepit diantara ibu jari dan telunjuk beliau. Benda itu terlihat
semakin berkilau ditimpa cahaya matahari. Para murid bergumam tidak
mengerti. "Anak-anak ku", sang guru pun mulai bersabda,"Siapakah dari antara
kalian yang menginginkan benda ini, jika aku memberikannya?". Kini semua
mata memandang kearah ujung jari Azarya. Sekeping talenta emas. Nilainya
setara dengan bayaran seratus hari kerja orang upahan. Sama sekali bukan
jumlah yang sedikit. Serta merta belasan orang itu mengangkat tangannya.
"Saya guru…saya guru …!!", seru mereka. Sesaat Azarya tersenyum mengelus
janggut nya. "Hanya orang yang telah kehilangan akal sehatnya yang akan
menolak pemberian satu keping talenta emas ini", lanjut nya sambil
menurunkan tangan. Kemudian tangan kiri Azarya bergerak mengambil sebuah
mangkuk kecil didepannya. Cairan kermizi yang berwarna merah pekat tampak
mengisi separuh mangkuk itu. Perlahan-lahan keping emas itu dicelupkannya ke
dalam mangkuk, hingga beberapa saat. "Masihkah kalian menginginkan benda ini
?", tanya Azarya sambil kembali mengacungkan keping emas yang telah berubah
warna itu. "Tentu, guru !", jawab para murid serempak.
Azarya memandangi kepingan berwarna merah pekat di tangan nya, tiba-tiba ia
membuang keping emas itu kepermukaan tanah sepelempar batu jauhnya. Beberapa
muridnya terlihat menggeser tempat duduknya menjauh. "Kau !", tunjuk sang
guru ke arah salah satu muridnya,"Tampillah ke muka". Orang yang ditunjuk
segera menaati perintah gurunya. "Ludahi keping emas itu !", perintah sang
guru. Murid itu tampak ragu, ia memandang bergantian ke arah keping emas itu
dan guru nya memastikan apa yang didengarnya."Lakukan apa yang ku
perintahkan", kata Azarya sambil tersenyum. Segera setelah muridnya meludahi
keping emas itu, Azarya kembali bertanya, "Masihkah kalian menginginkan
talenta itu ?". "Tentu saja guru", kembali terdengar jawaban dari arah para
murid.
"Jika demikian baiklah, kau bertiga ludahi lagi dan injak-injak keping emas
itu !!", perintah Azarya. Ketiga orang itu pun melakukan persis seperti yang
gurunya perintahkan. Sekarang keping emas itu telah berubah rupa.
Permukaannya yang tadinya berkilau kini tak lebih merupakan benda kotor yang
sangat menjijikkan. Azarya berdiri, mengibaskan jubahnya, kemudian berjalan
menghampiri keping emas itu. Sesaat ia memandangi benda itu, kemudian ikut
meludahinya.
"Anak-anakku, lihatlah benda yang menjijikkan itu.", kata Azarya sambil
memandangi wajah-wajah mereka,"Masihkah ada seseorang diantara kalian yang
menginginkannya ?". Murid-murid saling berpandangan satu sama lain, beberapa
diantara mereka tampak mengangguk-angguk. "Tentu Guru kami semua masih
menginginkannya", jawab mereka serempak. Mendengar jawaban para murid,
Azarya mengambil sebuah capit dari kayu. Ia memungut benda itu dan
mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Kini dengarkanlah anak-anakku", sang guru pun bersabda,"kalian dan siapa
pun akan tetap menginginkan keping emas itu, karena apapun keadaan yang mata
kalian lihat, sekeping talenta emas, tetaplah sekeping talenta emas !"
Murid-muridnya terlihat saling berpandangan, sebagian dari mereka tampak
mengangguk-angguk membenarkan perkataan sang guru.
"Serupa dengan keping talenta emas ini", Azarya melanjutkan,"diri kalian
pun, senista, secacat, sehina apapun, tetaplah mulia dan berharga.
Kemiskinan, kecacatan, keadaan terkeji sekalipun tidaklah sanggup mengubah
nilai seorang manusia. Manusia telah diciptakan demikian mulia"
Azarya memandangi murid-murid nya lekat-lekat, setelah itu ia berjalan ke
arah kandang ternak yang berada tak jauh dari mereka. Murid-muridnya segera
bangkit, mengikuti guru mereka dari belakang. "Seperti apa yang ku janjikan
kepada kalian.", kata Azarya sambil menoleh,"Aku akan memberikan keping
talenta emas ini kepada siapa pun yang mengingingkannya. Ambilah !". Dengan
satu gerakan, Azarya melemparkan keping emas itu ke dalam tumpukan kotoran
ternak yang tampak menggunung. Segera saja keping talenta emas itu membenam
tak terlihat. Belum lagi Azarya menjauh dari tempat itu, murid-muridnya yang
berjumlah belasan itu merangsek masuk ke dalam kandang. Mereka saling
mendorong, berdesakan, saling himpit. Tidak sedikit dari mereka yang
terinjak-injak oleh temannya sendiri Beberapa orang malah terlihat bergulat
diantara kotoran ternak. Yang lain terlihat saling tinju dan saling hantam.
Bak dihajar angin puting beliung, serta merta kandang yang semula aman damai
itu jadi begitu berantakan. Lembu, kambing, domba berlarian keluar. Pagar
kayu dan dinding kandang rusak berat. Azarya sesaat membiarkan kerusuhan itu
terjadi, hingga ia merasa waktunya cukup.
"Hentikan !", seru sang guru dan perkelahian itu pun serta merta
berhenti,"rupanya kalian belum juga mengerti. Barangsiapa bertelinga
hendaklah mendengar ! Camkanlah apa yang ku katakan kepadamu hari ini dan
belajarlah darinya."
Azarya segera menghampiri murid-muridnya yang berlumuran kotoran hewan,
"Sang Khalik, Pencipta kita, mengerti benar betapa berharga diri kita,
manusia-manusia ini. Begitu juga dengan iblis-iblis jahat penghuni
kegelapan, mereka juga tahu persis betapa mulianya kita. Satu-satunya yang
sering tidak mengerti akan tingginya harga itu adalah kita, manusia itu
sendiri. Manusia sering tidak mengetahui betapa mulianya ia dicipta. Bahkan
tidak jarang, karena kebodohannya, manusia menukar kemuliannya dengan
sesuatu yang sama seklai tidak berharga. Jadi mulai saat ini, jangan biarkan
apapun dan siapapun bahkan hidup ini mendustai kalian, dan membuat kalian
tidak berharga. Karena kalian jauh lebih mulia dari ribuan keping telenta
emas !!".



(****mta****)

Kirim email ke