Membahas sunatullah sebaiknya mengingat kembali kepada definisi qadha
dan qadar.
Janji Yang Maha Pencipta adalah DIA tidak mungkin mengingkari apa yang
telah ditetapkan.
Qadha sebagai makhluk adalah fana. Qadarnya adalah bagaimana cara
fananya dapat dipilih oleh manusia. Hukum-hukum pada keduanya sudah
ditetapkan dan berjalan automatically tanpa melenceng sedikitpun!
Karenanya tidak perlu ada istilah "menyerah pada nasib". Karena bila
nasib dinisbatkan kepada qadha ini bisa sama dengan meragukan Sang
Pencipta. Sedangkan menisbatkan nasib kepada Qadar adalah putus
asa/tidak bersabar. Di dalam quran secara tersurat jelas-jelas disebut
orang sabar adalah orang yang beruntung.
Jadi bila melihat pada anutan antara paham Jabariyah maupun Qadariah,
ada satu pemahaman yang kurang dipahami orang yaitu "al-manjila baina
al-manjilatain", posisi diantara dua posisi.

Orang bodoh yang sedang bersekolah bila ia bersabar terus mengulang
ujian-demi ujian dalam sekolahnya ia pasti akan lulus. Sebab ada
parameter-parameter yang harus dipenuhi untuk lulus ujian.

Nah, persoalan yang menyangkut The Law Attraction. The Law Attraction
tentunya tidak hanya sekedar "berkeinginan". Dalam al-Quran disebut
bahwa Tuhan meniupkan "Ruh-KU". Potensi Maha Kuasa, potensi Pencipta,
Pemaksa dan sifat-2 Tuhan lainnya tentunya juga dianugerahi pada
"Ruh-KU" itu. Nah, konsep ini bisa ketemu dengan Budhist. Bahwa
manusia ujung2nya kekal. Dan jelas juga di quran disebut kekal di
surga atau kekal di neraka. Banyak parameter-parameter dan
bandingannya disebutkan dalam al-Quran seperti orang yang berilmu,
orang yang berakal, orang yang sabar, silaturahim, puasa, zakat. Itu
semua parameter hubungan horisontal, hubungan pada materi fisik. Sebab
besarnya ibadah orang tidak berpengaruh kepada nilai Tuhan, sebab
Tuhan tidak memiliki nilai yang kita pahami.

"Ana madinatul ilm wa aliyun babuha"

Salam


--- In bicara@yahoogroups.com, "agussyafii" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Sunnatullah dan Nasib
> 
> sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
> 
> Nasib manusia sering disebut dengan kalimat suratan nasib atau suratan
> tangan, atau suratan takdir, yang menggambarkan bahwa nasib manusia
> telah tertulis di lauh mahfudz sebagai takdir, dan manusia tak berdaya
> mengubahnya. Jika kita menengok al Qur'an maka kita jumpai bahwa
> penjelasan tentang takdir dan nasib itu tidaklah hitam putih, karena
> di satu sisi diungkapkan bahwa setiap peristiwa yang terjadi di alam
> raya hingga selembar daun yang jatuh pasti bertitik tolak dari
> kehendak Allah (qudrat iradat Allah) dan tidak terlepas dari kendali
> pengawasan Allah serta tersurat dalam ketetapan yang jelas (fi kitabin
> mubin). 
> 
> Sementara di sisi lain diungkapkan bahwa manusia memiliki daya pilih
> dan daya upaya, bebas menentukan perbuatannya dan mampu mempengaruhi
> masa depan dan nasibnya dan dapat pula mengubahnya sendiri. Al Qur'an
> surat al Kahfi ayat 29 misalnya memberi kebebasan memilih kepada
> manusia untuk beriman atau kafir, faman sya'a fal yu'min, waman sya'a
> fal yakfur.
> 
> Dua pola ungkapan al Qur'an itu kemudian melahirkan pola-pola
> pemikiran yang berlainan. Pertama pola kepercayaan "Jabbbariah" yang
> mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan secara pasti dan tetap
> oleh Allah Yang Maha Pencipta dimana manusia tinggal menjalani
> ketentuan-ketentuan itu sepenuhnya tanpa daya pilih dan tanpa daya
> upaya. Pola kedua adalah kepercayaan "Qadariyah" yang mengatakan bahwa
> manusialah yang menentukan segala-galanya, 
> 
> nasibnya tergantung pada pilihan dan usahanya karena manusia memiliki
> kebebasan untuk menentukan kebebasannya. Pola ketiga disebut
> kepercayaan "Ahlussunnah wal Jamaah", yang mengatakan bahwa ada
> keterbatasan dalam diri manusia, sehingga daya pilih dan daya upaya
> yang dimilikinya menjadi tidak mutlak, sekalipun keduanya sangat
> penting artinya sebagai landasan taklif (penunaian tugas yang
> diamanatkan Allah kepada manusia).
> 
> Kepercayaan yang benar tentang takdir itu adalah bagian dari ilmu yang
> utuh, yang mendorong manusia untuk bekerja keras, cermat dan tertib
> dengan segala daya dan dana yang ada padanya berdasarkan pilihannya
> yang timbul dari kesadaran akan amanah taklif yang diembannya untuk
> meningkatkan kualitas dirinya dalam menggapai kebahagiaan di dunia dan
> akhirat. Wallohu a`lam. 
> 
> 
> 
> sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com
> 
> 
> Salam Cinta,
> agussyafii
> 
> Sekiranya berkenan mohon kirimkan komentar anda melalui
> [EMAIL PROTECTED] atau http://mubarok-institute.blogspot.com
>


Kirim email ke