SILAHKAN BACA , CERNA DAN RENUNGKAN , BENAR TIDAKNYA TERGANTUNG PANDANGAN 
MASING MASING.

SEMOGA BERGUNA
Thanks and regards,

Hartawan Setiawan





        Date: Wednesday, November 26, 2008, 9:27 PM


        Berikut ini artikel bagus dari Kwik Kian Gie tentang Krisis Keuangan 
Global yang diambil dari KoranInternet. com., 6 November 2008.
        (maap udah agak telat...)


        Krisis Keuangan Global
        Sebab-sebab dan Dampaknya terhadap Indonesia
        Oleh Kwik Kian Gie

        Bahwa terjadi krisis maha dahsyat di Amerika Serikat yang menyebar ke
        semua negara di dunia sudah sangat banyak kita baca. Namun tidak
        banyak yang menjelaskan tentang sebab-sebabnya, dan juga tidak banyak
        yang menguraikan tentang landasan dari sebab-sebab itu, yaitu mashab
        pikiran atau ideologi yang memungkinkan dipraktekannya cara-cara
        penggelembungan di sektor keuangan.

        Tentang yang pertama, media massa di negara-negara maju banyak yang
        mengulasnya. Intinya sebagai berikut.

        Bank hipotik yang mengkhususkan diri memberikan kredit untuk pembelian
        rumah, dengan sendirinya mempunyai tagihan kepada penerima kredit yang
        menggunakan uangnya untuk membeli rumah. Jaminan atas kelancaran
        pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya adalah rumah yang dibiayai
        oleh bank hipotik tersebut. Kita sebut tagihan ini tagihan primer,
        karena langsung dijamin oleh rumah, atau barang nyata. Tagihannya bank
        hipotik kepada para penerima kredit berbentuk kontrak kredit yang
        berwujud kertas. Istilahnya adalah pengertasan dari barang nyata
        berbentuk rumah. Karena kertas yang diciptakannya ini mutlak mewakili
        kepemilikan rumah sebelum hutang oleh pengutang lunas, maka kertas ini
        disebut surat berharga atau security. Pekerjaan mengertaskan barang
        nyata yang berbentuk rumah disebut securitization of asset.

        Katakanlah bank hipotik ini bernama Bear Sterns. Bear Sterns
        mengkonversi uang tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok
        beserta pembayaran bunga oleh para penghutang atau debitur. Jadi uang
        tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear Sterns memegang surat
        berharga atau security yang berbentuk kontrak kredit atau tagihan
        kepada para debiturnya. Bear Sterns mengelompokkan surat-surat tagihan
        tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya mengandung
        surat tagih dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sama. Setiap
        kelompok ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang
        dijual kepada Lehman Brothers (misalnya) dan bank-bank lain yang
        semuanya mempunyai nama besar. Yang sekarang dilakukan oleh Bear
        Sterns bukan menerbitkan surat piutang, tetapi surat janji bayar atau
        surat utang. Atas dasar surat piutang kepada ratusan atau ribuan
        debiturnya, Bear Sterns menerbitkan surat utang kepada Lehman. Uang
        tunai hasil hutangnya dari Lehman dipakai untuk memberi kredit lagi
        kepada mereka yang membutuhkan rumah. Seringkali untuk membeli rumah
        kedua, ketiga oleh orang yang sama, sehingga potensi kreditnya macet
        bertambah besar.

        Penerbitan surat berharga berbentuk surat janji bayar atau promes
        disebut securitization of security. Bahasa Indonesianya yang sederhana
        "mengertaskan kertas." Surat berharga ini kita namakan surat berharga
        sekunder, karena tidak langsung dijamin oleh barang yang berbentuk
        rumah, melainkan oleh kertas yang berwujud surat janji bayar oleh bank
        hipotik yang punya nama besar.

        Lehman memegang surat utang dari Bear Sterns dan juga dari banyak lagi
        perusahaan-perusaha an sejenis Bear Sterns. Seluruh surat ini
        dikelompokkkan lagi ke dalam wilayah-wilayah geografis, misalnya
        kelompok debitur California, kelompok debitur Atlanta dan seterusnya.
        Oleh Lehman kelompok-kelompok surat-surat utang dari bank-bank ternama
        ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dibeli oleh
        Merril Lynch dan bank-bank lainnya dengan nama besar juga. Kita
        namakan surat utang ini surat utang tertsier.

        Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang
        tunai ke dalam kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan
        yang berlipat ganda. Media massa negara-negara maju menyebutkan bahwa
        bank-bank tersebut melakukan sliced and diced, yang secara harafiah
        berarti bahwa satu barang dipotong-potong dan kemudian masing-masing
        diperjudikan. Maka banyak bank yang debt to equity ratio-nya 35 kali.

        Sekarang kita bayangkan adanya pembeli rumah yang gagal bayar cicilan
        utang pokok beserta bunganya. Kalau satu tagihan dipotong-potong
        (sliced) menjadi 5, yang masing-masing dibeli oleh bank-bank yang
        berlainan, maka gagal bayar oleh satu debitur merugikan 5 bank. Ini
        sebagai contoh. Dalam kenyataannya bisa lebih dari 5 bank yang terkena
        kerugian besar, karena kepercayaan bank-bank besar di seluruh dunia
        kepada nama-nama besar investment banks dan hedge funds di AS.

        Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang
        minta kredit kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini
        berarti bahwa bank-bank yang tadinya memperoleh likuiditas dari sesama
        bank menjadi kekeringan likuiditas, sedangkan bank-bank yang termasuk
        kategori investment bank atau hedge fund tidak mendapatkan uangnya
        dari penabung individual, tetapi dari bank-bank komersial atau sesama
        investment bank atau sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah
        kekeringan likuiditas.

        Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah
        jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya
        tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu
        individu yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang
        tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika
        Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak
        mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di
        bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang
        memberikan kredit rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau
        tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh diberikan,
        bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and diced
        tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank
        mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara
        lain kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam.

        Ketika surat utang inferior yang disebut subprime mortgage macet,
        barulah ketahuan bahwa begini caranya memompakan angin ke dalam satu
        surat utang yang dijual berkali-kali dengan laba sangat besar.

        Ketika balon angin keuangan meledak, Henry Paulson sudah menjabat
        menteri keuangan AS. Dia melakukan tindakan-tindakan yang buat banyak
        orang membingungkan, tetapi buat beberapa orang, dia manusia yang
        hebat, tegas, dan menurutnya sendiri bersenjatakan bazooka. (Newsweek
        tanggal 29 September 2008 halaman 20). Ada alasan untuk menganggapnya
        orang hebat. Dia mahasiswa Phi Beta Kappa dari Dartmouth. Penghubung
        antara gedung putihnya Nixon dan Departemen Perdagangan. MBA dari
        Harvard, bergabung dengan Goldman Sachs Chicago di tahun 1974, menjadi
        CEO-nya dari 1998 sampai 2006. Dan sekarang menteri keuangan AS.

        Maka dialah yang ketiban beban berat menghadapi krisis yang maha
        dahsyat yang sedang berlangsung. Tindakan-tindakanny a seperti semaunya
        sendiri atau bingung. Dia memfasilitasi JP Morgan untuk membeli Bear
        Sterns dengan harga hanya US$ 2 per saham, yang dalam waktu singkat
        direvisi menjadi US$ 10. Fannie Mae dan Freddie Mac, perusahaan quasi
        milik pemerintah telah memberikan jaminan kredit sebesar US$ 5,4
        trilyun. Untuk menyelamatkannya dua perusahaan penjaminan kredit
        tersebut dibeli oleh pemerintah dengan jumlah uang US$ 80 milyar.
        Lehman Brothers disuruh bangkrut saja. Merril Lynch dijual kepada Bank
        of America. Akhirnya dia menyodorkan usulan supaya pemerintah AS
        menyediakan uang US$ 700 milyar untuk menanggulangi krisis. Kongres
        marah, karena alasan ideologi. Bagaimana mungkin bangsa yang
        kepercayaannya pada keajaiban mekanisme pasar bagaikan agama mendadak
        disuruh intervensi dengan uang yang begitu besar? Wall Street guncang
        luar biasa. Kongres rapat lagi dan "terpaksa" menyetujui usulan Hank
        Paulson dan Bernanke, Presiden Federal Reserve, supaya pemerintah AS
        menggunakan uang rakyat pembayar pajaknya sebesar Rp 700 milyar untuk
        mencoba menyelesaikan masalah keuangan yang maha dahsyat itu. Saya
        katakan mencoba, karena setelah disetujui, Wall Street tetap saja
        terpuruk.

        Maka masyarakat menjadi panik, kepercayaan kepada siapapun hilang.
        Dengan adanya pengumuman bahwa perusahaan-perusaha an besar dengan nama
        besar dan sejarah yang panjang ternyata bangkrut, saham-sahamnya yang
        dipegang oleh masyarakat musnah nilainya. Masyarakat bertambah panik.

        Seperti telah dikemukakan sangat banyak kertas-kertas derivatif
        diciptakan oleh bank-bank dengan nama besar, sehingga tanpa ragu
        banyak bank-bank besar di seluruh dunia membelinya sebagai investasi
        mereka. Kertas-kertas berharga ini mendadak musnah harganya, sehingga
        banyak bank yang menghadapi kesulitan sangat kritis.

        Dampaknya terhadap Indonesia

        Secara rasional dampaknya terhadap Indonesia sangat kecil, karena
        hubungan ekonomi Indonesia dengan AS tidak ada artinya. Praktis tidak
        ada uang Indonesia yang ditanam ke dalam saham-saham AS yang sekarang
        nilainya merosot atau musnah. Hanya milik orang-orang Indonesia kaya
        dan super kaya yang tertanam dalam saham-saham perusahaan-perusaha an
        AS. Uang inipun jauh sebelum krisis sudah tidak pernah ada di
        Indonesia.

        Dampak yang riil dan sekarang terasa ialah dijualnya saham-saham di
        Bursa Efek Indonesia oleh para investor asing karena mereka
        membutuhkan uangnya di negaranya masing-masing. Maka IHSG anjlok. Uang
        rupiah hasil penjualannya dibelikan dollar, yang mengakibatkan nilai
        rupiah semakin turun. Namun sayang bahwa kenyataan yang kasat mata ini
        tidak mau diakui oleh pemerintah, sehingga pemerintah memilih
        membatasi Bursa Efek dalam ruang geraknya dengan cara mengekang Bursa
        Efek demikian rupa, sehingga praktis fungsi Bursa Efek ditiadakan.

        Kebijakan lain ialah mengumumkan memberikan jaminan keamanan dan
        keutuhan uang yang disimpan dalam bank-bank di Indonesia sampai batas
        Rp 2 milyar. Ini sama saja mengatakan kepada publik di seluruh dunia
        supaya jangan menyimpan uangnya di bank-bank di Indonesia yang
        melebihi Rp 2 milyar.

        Karena pengaruh teknologi informasi yang demikian canggihnya, semua
        berita-berita tentang krisis yang melanda negara-negara maju dapat
        diikuti. Pengaruh psikologisnya ialah kehati-hatian dalam
        membelanjakan uangnya yang berarti konsumsi akan menyusut dengan
        segala akibatnya.

        Setelah Bank Indonesia menjadi independen ada kecenderungan terjadinya
        ego sektoral. Karena tugas pimpinan BI terfokus pada menjaga
        stabilitas nilai rupiah dan menjaga tingkat inflasi, semuanya
        dipertahankan at any cost. Maka di banyak negara maju yang menjadi
        cikal bakal pikiran independennya bank sentral menurunkan tingkat suku
        bunga, di Indonesia dinaikkan sangat tinggi yang lebih memperpuruk
        sektor riil yang sudah terpuruk karena menurunnya drastis permintaan
        dari negara-negara tujuan ekspor.

        Hal yang kurang dipahami adalah faktor-faktor, kekuatan-kekuatan serta
        mekanisme yang bekerja setelah meletusnya gelembung angin (bubble)
        keuangan menyeret perekonomian global ke dalam spiral yang menurun.

        Sejak lama kita mengenal adanya gejala gelombang pasang surutnya
        ekonomi atau business cycle atau conjunctuur yang selalu melekat pada
        sistem kapitalisme dan mekanisme pasar. Cikal bakal tercapainya titik
        balik teratas menuju pada kemerosotan, dan sebaliknya, cikal bakal
        tercapainya titik balik terendah menuju pada kegairahan dan
        peningkatan ekonomi bisa macam-macam. Tetapi pola kemerosotan dan pola
        peningkatannya selalu sama.

        Seberapa besar pemerintah mempunyai kemampuan mempengaruhinya
        tergantung pada struktur ekonomi dalam aspek perbandingannya antara
        ketersediaan modal dan ketersediaan tenaga kerja. Bagian ini dari
        ekonomi tidak banyak dibicarakan oleh para ahli. Apakah karena mereka
        kurang paham, ataukah gejala business cycle sudah mati, sudah kuno dan
        tidak berlaku lagi?

        Kita telusuri dalam tulisan berikutnya.

        Oleh Kwik Kian Gie




          

Kirim email ke