--- In i-...@yahoogroups.com, "Ikhwan Sopa" <ikhwan.s...@...> wrote:

Menarik nih.

Aku pernah diskusi tentang fenomena "siesta" di masjid saat Jumatan.
Aku juga setuju apa yang diungkapin sama Mas Teddi. Tidak ada
audience yang tidak mau mendengar, yang ada adalah khatib yang kurang
komunikatif. Mohon maaf lho. Ini bukan njelekin, tapi hanya
menerapkan cara pandang ilmu komunikasi.

Seperti yang diungkap Teddi, hypnotic language amat berperan dan
sebenarnya ini sudah di-framing oleh ketentuan "makmum dilarang
berbicara" yang amat mendukung, plus kepala ndangak.

Jadi sudah tersetting dengan baik:

1. Fokus pada mendengar ketimbang ngomong.

2. Yang didengerin secara fisik berposisi lebih tinggi (khatib
berdiri), sehingga "lebih berwibawa".

Maka, sekali lagi salah satu kunci efektifitasnya ada pada skill
hypnotic language dari sang khatib sendiri. Khatib harus belajar
public speaking, NLP, dan hypnosis. He...he...he...

Tips tambahan ini mungkin bisa dipake oleh para khatib:

3. Teknik hypnosis yang mengarah pada "fill in the blank". Soalnya
bicara dilarang, tapi berpikir sepertinya tidak. (mohon koreksi kalo
salah nih).

4. Teknik reflective thinking yang mirip dengan di atas.

5. Posisi duduk bersila yang sempurna, yang memungkinkan "bernafas
dengan perut" yang lebih mengaktivasi submodalitas kinestetik.

6. Teknik "Kharisma" yang bisa diadopsi dari para ulama kharismatik.
Strateginya: K -> A -> V ->.

Yang sering khotbah, ayo dicoba. Temukan model yang terbaik untuk
kebaikan dan barokah maksimal dari Shalat Jumat.

Ikhwan Sopa.

--- In i-...@yahoogroups.com, "Ikhwan Sopa" <ikhwan.sopa@> wrote:
>
> --- In idnlpsoci...@yahoogroups.com, "Teddi Prasetya Yuliawan"
> <tpyuliawan@> wrote:
>
> Menarik sekali Pak Iqbal...
>
> Apapun yang terjadi ketika itu, yang pasti, shalat Jum'at
seringkali
> sudah
> menjadi anchor untuk mengalami "deep trance". Hehehe...
>
> Ada sebuah pelajaran menarik sewaktu saya pertama kali belajar
> hipnoterapi.
> Dikatakan sebagai hipnoterapi, ketika klien mengikuti semua
instruksi
> dari
> terapis selama trance. Maka ketika klien 'lepas' dan mengalami
trance-
> nya
> sendiri tanpa dapat dikontrol oleh terapis, di situlah sebenarnya
> sudah
> bukan lagi hipnoterapi, melainkan self hypnosis.
>
> Nah, mungkin inilah yang terjadi dengan orang2 yang "trance" saat
> mendengar
> khutbah.
>
> Bisakah di-utilisasi?
>
> Tentu bisa. Jika khatib menguasai pacing-leading, plus hypnotic
> language,
> maka ia justru akan bisa memanfaatkan anchor trance tersebut untuk
> lebih
> mudah memasukkan sugesti dalam khotbahnya. Apalagi, fikih shalat
> Jum'at
> sebenarnya sudah sangat mendukung untuk terjadinya trance, yaitu
> makmum
> dilarang berbicara sepatah kata pun. Yang dengan sendirinya akan
> membatasi
> fokus, termasuk katalepsi yang terjadi ketika kepala makmum
memandang
> khatib
> yang berdiri di atas mimbar.
>
>
> Salam,
>
> Teddi
>
> 2008/12/15 muh_iqbalbasri <muh_iqbalbasri@>
>
> >    *Rekan-rekan NLP-ers...*
> >
> > Hampir setiap Jumat, saat khatib membawakan khutbah-nya, ada
> pemandangan
> > yang sering kita temui yaitu adanya beberapa jama'ah saat
> mendengarkan
> > khutbah, terlihat sangat `khusyuk', saking khusyuknya sampai-
sampai
> > mendengkur, minimal kepala sedikit tertunduk, dan anehnya saat
> khutbah
> > selesai serta merta jama'ah tersebut tersentak terbangun, ada
juga
> jama'ah
> > saat khutbah sekali-kali terbangun. Hal ini sangat menarik untuk
> > didiskusikan dari sisi hypnosis/NLP, apakah fenomena tersebut bisa
> > digolongkan "Trance" atau trance-nya terlalu dalam sehingga
> "Tertidur"? dan
> > apakah hal ini bisa digunakan *untuk mengukur tingkat
sugestibility
> > seseorang*?.
> >
> > Terkadang saya bertanya-tanya dalam hati, "Ada apa gerangan,
> bagaimana itu
> > bisa terjadi? " mungkin kita menjawab bahwa itu karena pengaruh
> godaan
> > syaithan, atau karena faktor kacapaian, tapi masalahnya setelah
> Jumatan,
> > semua jama'ah pada segar alias rasa kantuknya menghilang.
> >
> > Kalo menurut pendapat saya, ada beberapa hal yang mendukung
> sehingga itu
> > bisa terjadi, dapat dijelaskan berdasarkan prinsip dasar hypnosis,
> > diantaranya yaitu adanya *unsur authority* yang dimiliki oleh
para
> Ustadz.
> > Faktor lainnya yaitu adanya *permainan tonality, pause dan
rhytme*,
> > apalagi jika kata-kata yang dipergunakan pak Ustadz bersifat umum
(*
> > generalisasi*) sehingga memungkinkan para jama'ah mengalami
> *Transderivational
> > Search (TDS)*, mungkin disinilah syaithan punya peranan/membantu
> itu bisa
> > terjadi. Cuma sayangnya sang khatib tidak dapat mengendalikannya
> sehingga
> > jama'ah masuk ke "theta/delta state". Jika seandainya jama'ah
tetap
> bisa
> > dipertahankan dalam kondisi "alpha state", saya kira bagus sekali
> untuk
> > proses sugesti. Seperti halnya saat sang dosen memberikan kuliah,
> lalu
> > beberapa mahasiswa terlihat mengantuk, sang dosen berkata" Yang
> mengantuk
> > silahkan mengantuk,nggak apa-apa, asal jangan tertidur ya!"
> Bagaimana
> > pendapat rekan-rekan NLP-ers.
> >
> > Salam,
> >
> > Iqbal Basri
> >
> >
> >
>
>
>
> --
> Salam Street Smart NLP!
>
> Teddi Prasetya Yuliawan
> Indonesia NLP Society <http://indonesianlpsociety.org>
>
> --- End forwarded message ---
>

--- End forwarded message ---


Kirim email ke