Integritas

"Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang baik atas nasehat 
orangtuanya, tapi mereka tidak pernah gagal meniru."
-- Eleanor Farjeon, penulis cerita anak asal Inggris

"AYAH janji ya besok minggu kita jalan-jalan," demikian janji Radit 
terhadap kedua anaknya yang masih kecil, Siska dan Rani. Ketika hari 
Minggu datang, tiba-tiba saja rekan bisnis Radit mengajaknya bertemu 
untuk membicarakan prospek bisnis yang akan coba mereka rintis. 
Melihat peluang bisnis di depan mata, Radit pun tergiur. Akhirnya 
Radit menyepakati bertemu dengan temannya dan mengorbankan hari 
Minggu yang telah dijanjikan kepada anaknya. Radit mencoba berkilah 
dihadapan anak-anaknya, dengan mengatakan bahwa ia mendadak 
dipanggil bosnya. Siska dan Rani pun menjadi kecewa.

Masalahnya adalah Radit beberapa kali berjanji kepada anaknya untuk 
mengajaknya jalan-jalan di hari raya, pergi berlibur atau membelikan 
mainan, tetapi seringkali ia malah menciderai janjinya sendiri. 
Alasannya pun beragam, mulai dari pekerjaan kantor yang tak bisa 
ditinggalkan, urusan bisnis, hingga pertemuan dengan teman lama. 
Untuk menjelaskan janji yang tidak ditepatinya, kadang Radit harus 
berbohong, demi menentramkan anak-anaknya agar tidak ngambek.

Apa yang dilakukan Radit jelas membuat kecewa anak-anaknya. 
Akhirnya, alasan apapun yang diberikan oleh Radit, tidak dapat 
diterima dengan baik oleh sang anak. Karena memang Radit lebih 
sering tidak menepatinya. Dalam beberapa kali janji yang tidak 
dipenuhi, Radit tidak hanya berbohong, tapi juga tidak konsisten. 
Komitmen Radit pun patut dipertanyakan. Radit jelas telah 
mengorbankan integritas dirinya sendiri sebagai seorang ayah di 
depan anak-anaknya. Integritas? Betul, sekarang kita bicara mengenai 
integritas.

Integritas berasal dari bahasa Inggris, integrity, yang diartikan 
sebagai `the state of being honest, up right and sincere'. Menurut 
Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas diartikan sebagai 
keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur, dan dapat dipercaya. Makna 
yang lebih luas, integritas dapat pula berarti bersikap jujur, 
menjaga komitmen dan berperilaku konsisten. 

Bicara integritas, umumnya terkait dengan kepemimpinan. Integritas 
memang mutlak diperlukan dalam kepemimpinan. Penelitian yang 
dilakukan oleh James M. Kouzes dan Barry Z. Posner membuktikan hal 
itu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa integritas merupakan modal 
utama seorang pemimpin. Penelitian yang dilakukan Kouzes dan Posner 
melibatkan ribuan orang dari seluruh dunia. Hampir sebagian besar 
responden menjawab, integritas diidentifikasi sebagai karakter yang 
mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Integritas sejatinya tak hanya dimiliki oleh seorang pemimpin 
formal, seorang pemimpin dalam pemerintahan dan juga perusahaan. 
Integritas dalam lingkup yang lebih kecil, sangat dibutuhkan dalam 
kehidupan berkeluarga. Dalam keluarga, seorang ayah sejatinya juga 
merupakan seorang pemimpin. Begitupula peran penting sang ibu, 
ketika sang ayah tidak berada di rumah. Ya, orangtua adalah pemimpin 
untuk anak-anaknya.

Lantas, bagaimana menanamkan integritas pada anak sehingga mereka 
dapat bersikap jujur, menjaga komitmen dan berperilaku konsisten? 
Kuncinya tentu saja ada pada orangtua.

Menurut Ayah Edy, penulis buku 'Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan 
Susah Diatur, 37 Kebiasaan Orangtua yang Menghasilkan Perilaku Buruk 
pada Anak', anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji. 
Anak akan sangat menghormati orang yang menepati janji, baik janji 
untuk memberi hadiah atau janji untuk memberi sanksi. Oleh karena 
itu, berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidik anak. 
Konsisten merupakan kesesuaian antara yang dinyatakan dan tindakan. 
Demikian dituturkan oleh Ayah Edy dalam bukunya, yang menempatkan 
satu poin kebiasaan buruk orangtua dalam mendidik anak ialah ucapan 
dan tindakan yang tidak sesuai.

Keteladanan orangtua, baik ayah dan ibu, yang paling dibutuhkan 
seorang anak adalah integritasnya. Dalam arti, bersikap jujur 
terhadap anak dan melaksanakan apa yang diucapkan sama dengan apa 
yang dilakukan. Orangtua yang memiliki integritas tentu akan 
dihormati oleh anak-anaknya. Hal itu akan membekas terus hingga sang 
anak tumbuh dewasa. Sebaliknya, orangtua yang kurang atau tidak 
memiliki integritas, akan sulit untuk mendidik anaknya dengan baik. 
Jika sang orangtua malah menggunakan kekerasan dalam mendidik anak, 
hal ini akan berdampak buruk bagi anak. Anak akan meniru tindakan 
orangtua yang suka melakukan kekerasan.

Nah terlihat, bahwa integritas orangtua memegang peranan penting 
dalam mendidik anak. Orangtua yang baik memahami bahwa integritas 
dalam bentuk keteladanan merupakan sebuah alat yang ampuh dan 
efektif dalam mendidik anak. Orangtua yang baik tentu menyadari 
bahwa anak-anak mereka memperhatikan betul ucapan dan tindakannya. 
Dan bahwa integritas dalam bentuk keteladanan yang diberikan, 
berdaya pengaruh jauh lebih hebat dibandingkan bila sang orangtua 
hanya mengkhotbahkannya.

Berilah teladan yang baik kepada anak. Bila ingin berjanji, pikir-
pikirlah dahulu. Harus dilihat, apakah kita nantinya sanggup 
menepatinya atau tidak. Jangan terlalu mudah pula mengumbar janji. 
Bila akhirnya kita tidak dapat menepati janji tersebut, mintalah 
maaf dan berikan alasan yang jujur kenapa kita tidak dapat 
menepatinya. Tanyakanlah apa yang dapat dilakukan untuk mengganti 
janji itu. Dan berlakulah konsisten. Bila janji yang tidak ditepati 
diganti dengan janji lain, segera tunaikan janji tersebut. 

Bila integritas yang baik tidak dapat dicontohkan oleh orangtua 
kepada anak-anaknya, hal ini akan berakibat fatal. Anak-anak memang 
tidak pernah menjadi pendengar yang baik atas nasehat orangtuanya, 
tapi percayalah, mereka tidak pernah gagal meniru. (081208)

Sumber: Integritas oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta


Kirim email ke