Sepekan lebih sudah kita menyaksikan kebiadaban bangsa Yahudi-Israel
atas kaum Muslim di Gaza, Palestina. Sekitar 600 orang telah tewas dan
4000 lebih mengalami luka-luka serius. Angka ini terus bergerak naik
dari hari-ke hari seiring dengan tindakan agresor biadab Israel di
Gaza. Lebih dari seribu misil meluluhlantahkan rumah, masjid, rumah
sakit dan fasilitas umum lainya. Reruntuhan puing bangunan yang hangus
bercampur asap dan ceceran darah kaum Muslim seolah menjadi
pemandangan biasa di Gaza. Israel dengan pasukan penuh bergerak masuk
ke jantung Gaza dan memisahkan Gaza dalam dua teritorial. Akibatnya,
kaum Muslim di Gaza makin sulit untuk bertahan hidup sekalipun hanya
sekadar untuk bernafas. Dada terasa sesak. Rasanya mereka setiap menit
perlu berpamitan mengucapkan salam perpisahan kepada sanak familinya
yang masih hidup, karena tidak ada jaminan bahwa menit-menit
berikutnya atau di hari esoknya mereka masih punya kesempatan hidup.

Blokade dua tahun telah melahirkan derita yang memilukan. Hanya untuk
bertahan hidup sejumlah keluarga Muslim Palestina (di Jalur Gaza)
harus makan rumput. Agresi Israel kali ini tentu semakin memperparah
keadaan mereka. Pada saat yang sama, tidak ada pintu perbatasan yang
dibuka. Akibatnya, mereka seolah hidup dalam penjara besar, dan setiap
saat siap bergelimang darah.
Para Penguasa Muslim Bersekongkol

Setelah institusi Khilafah Islam dihapus, Israel telah melakukan
kebiadaban di luar batas kemanusiaan terhadap umat Islam sejak puluhan
tahun lalu. Pekan-pekan ini adalah pengulangan yang ke sekian kalinya.
Sejak tahun 1947 tercatat 23 kali peristiwa pembantaian umat Islam
yang dilakukan tangan-tangan najis bangsa kera tersebut. Sejak tahun
1967, 18.147 rumah warga Palestina dihancurkan. Sejak tahun 1992,
lebih dari 65 resolusi DK PBB dikeluarkan untuk menghentikan tindakan
brutal Israel. Namun, tak satu pun yang dilaksanakan PBB. Sejak tahun
2000, lebih dari 33.034 warga Palestina cedera, 4.876 tewas, termasuk
1050 anak-anak.

Melanggar aturan seolah menjadi watak dasar bangsa Israel ini,
sebagaimana mereka terbiasa melanggar perintah-perintah Tuhan mereka.
Serangan di akhir tahun 2008 ini dimulai pada hari Sabat yang
disucikan orang-orang Yahudi. Pada hari itu, mereka seharusnya berdiam
di rumah. Namun, yang terjadi mereka justru melanggarnya. Mereka
bahkan menumpahkan darah-darah orang-orang yang beriman kepada Allah
SWT dan Rasul-Nya. Mahabenar Allah Yang berfirman:

    Sesungguhnya kalian pasti akan mendapati orang-orang yang paling
keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah
orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik (QS al-Maidah [5]: 82).

Kecaman dunia tinggal kecaman. Cacian tinggal cacian. Faktanya, semua
itu tidak menjadikan Israel jeda menyerang, bahkan makin membabi buta
dan brutal. Ironisnya, para penguasa negeri-negeri Islam hanya diam,
tidak melakukan apa-apa, selain melontarkan kecaman tanpa arti.
Selebihnya, mereka sekadar `berbasa-basi' dengan menggelar pertemuan
tingkat tinggi yang tak berguna, seakan itu perbuatan yang pantas dan
cukup sebagai seorang pemimpin. Padahal setiap detik, setiap nyawa
manusia siap melayang di tangan Israel.

Inilah kebangkrutan besar umat Islam saat ini. Mereka hidup di bawah
asuhan para pemimpin yang `impoten'. Lebih dari itu, yang terjadi
sesungguhnya, para penguasa negeri-negeri Islam itu telah berkhianat
kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan kaum Muslim. Diamnya mereka tanpa
memberikan pertolongan kepada kaum Muslim Palestina adalah bentuk
persengkokolan jahat mereka dengan bangsa-bangsa kafir. Mereka persis
seperti orang-orang munafik yang sejak awal kelahiran Islam di bumi
Yasrib (Madinah al-Munawarah) bersekongkol dengan orang-orang Yahudi
untuk mengeliminasi Rasul saw. dan kaum Mukmin.

Hari ini kita menyaksikan wajah-wajah `munafik' para penguasa Muslim
itu. Faktanya, para penguasa negeri-negeri Islam saat ini makin
menarik diri dari perannya atas nasib kaum Muslim di Palestina. Mereka
lebih membela kepentingan mereka sendiri serta kepentingan pasukan
perang salib modern. Mereka melatih para tentara dan pasukan keamanan
hanya untuk memberangus umat Islam dan bukan untuk membela kepentingan
umat Islam. Yang lebih menjijikkan, para pemimpin Dunia Islam itu
malah sering mencurigai umat Islam. Di sejumlah negara Muslim yang
diktator, setiap menit penguasa sibuk menangkapi aktifis Islam, bahkan
memberangus para mujâhidîn fillâh. Dengan tipudayanya, mereka
mentoleransi warga negaranya untuk berteriak menumpahkan kekesalannya
melalui berbagai aksi. Namun, pada saat yang sama mereka mengebiri
aksi-aksi itu dengan berbagai alasan yang sangat tidak masuk akal.
Akibatnya, solidaritas kaum Muslim di berbagai negeri di luar
Palestina hanya menjadi opini yang tidak berefek pada lahirnya solusi
praktis. Mereka seperti yang dilukiskan dalam firman Allah SWT:

    Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
dengan sebagian yang lain adalah sama. Mereka menyuruh kemungkaran,
melarang kemakrufan dan menggenggam tangan mereka. Mereka telah
melupakan Allah. Allah pun melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itu adalah kaum yang fasik (QS at-Taubah [9]: 67).

Ironi memang, bagaimana mungkin `panggung sandiwara' PBB dengan
sutradaranya AS dkk (dengan hak vetonya) dijadikan tempat bergantung
oleh para penguasa Muslim. Mereka seolah lupa bahwa sebenarnya `sang
sutradara'-lah yang menjadikan Israel saat ini ada dan eksis. Setiap
hari Amerika membantu Israel $6,8 juta, yang dibelanjakan untuk
alat-alat perang dan kepentingan pertahanan Israel. Bom-bom yang
ditumpahkan di penduduk Gaza sepekan ini adalah bom-bom yang baru
pertengahan Desember 2008 dibeli dan dipasok oleh AS. Sementara itu,
rancangan resolusi DK PBB diveto AS dan Inggris dengan alasan tidak
seimbang jika tidak menekan Hamas agar menghentikan serangan.

Di sisi lain, `kerajaan besar' yang bernama PBB terbukti telah menjadi
media efektif bagi AS dan sekutunya untuk menguasai nasib
negeri-negeri Islam, sementara para penguasa Muslim menjadi umalâ'
(antek-antek)-nya. PBB terbukti terlibat dalam berbagai upaya
pembantaian massal, seperti di Srebenica. PBB gagal dalam `misi
perdamaian'-nya di Kongo dengan korban hampir 5 juta orang pada akhir
tahun 2000. Akibat mandulnya PBB, pada tahun 1994 pembantaian massal
di Rwanda menelan korban hampir 1 juta jiwa. PBB pun hanya menjadi
alat legalisasi bagi kepentingan-kepentingan AS, sebagaimana
ditunjukkan dalam tragedi Gaza-Palestina saat ini.
Solusi Islam

Islam dengan tuntunannya adalah solusi dari setiap problem umat. Andai
saja para penguasa negeri Islam berpegang teguh pada al-Quran dan
Sunnah Rasulullah saw., seharusnya mereka melakukan hal-hal berikut:

Pertama, menyerukan jihad (perang) dan membuka pintu-pintu
perbatasannya dengan Palestina, seraya menggerakkan semaksimal
kekuatan tentara yang mereka miliki. Inilah yang wajib mereka lakukan
dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT:

    Jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam urusan agama,
maka kalian wajib menolong mereka. (QS al-Anfal [8]: 72).

Penguasa Muslim seharusnya mengubur rasa takut dan kecemasan atas
kekuatan semu Israel dan bangsa-bangsa pendukungnya. Fakta
membuktikan, Israel bisa dikalahkan oleh Hizbullah, yang notabene
bukan negara. AS mengalami kebangkrutan besar dalam perang di
Afganistan dan Irak karena tidak mampu mematahkan perlawanan para
mujahidin. Sesungguhnya orang-orang kafir sangat takut terhadap
kekuatan umat Islam (Lihat: QS al-Hasyr [59]: 13).

Ironisnya, saat umat Islam berpikir untuk melakukan jihad di
Palestina, yang pertama kali menghalangi umat Islam untuk berjihad
justru para penguasa di negeri-negeri Islam itu sendiri. Padahal
Rasulullah saw.—sebagai kepala negara Daulah Islam di Madinah saat
itu—telah memberikan uswah (teladan) dengan bertindak cepat dan tegas
dengan cara membersihkan entitas Yahudi ketika mereka mencoba
melecehkan seorang Muslimah. Demikian juga sikap para Khalifah pada
masa-masa Kekhilafahan setelah Beliau.

Kedua, negara Israel harus dihapus sebagaimana Rasulullah saw.
mengusir orang-orang Yahudi dari semenanjung Arab. Sebab, akar
persoalannya adalah berdirinya negara Israel di tanah kaum Muslim.
Tanah Palestina adalah hak dan milik umat Islam yang diperoleh dengan
tetesan darah dan airmata serta mengorbankan banyak nyawa. Statusnya
sebagai tanah Kharajiyah itu tidak akan pernah berubah hingga Hari
Kiamat. Karena itu, langkah damai hanyalah manipulasi sekaligus
merupakan pengakuan tak langsung terhadap penjajahan bangsa Yahudi
atas tanah kaum Muslim. Padahal para penguasa Muslim saat ini
seharusnya meniru para Khalifah dulu yang tidak pernah membiarkan
sejengkal pun tanah Palestina dikangkangi orang-orang Yahudi kafir.

Ketiga, para penguasa negeri Islam seharusnya meninggalkan sistem
jahiliah saat ini dengan cara menerapkan syariah Islam secara total
dalam institusi Khilafah. Atau umat yang akan memaksa untuk mengganti
mereka, cepat atau lambat, hingga kesatuan dan persatuan umat Islam
seutuhnya kembali mewujud di bawah satu kepemimpinan seorang khalifah,
lalu umat akan berperang di belakang khalifah—yang berfungsi sebagai
perisai—untuk menghancurkan eksistensi Yahudi dan menghentikan
penjajahan Amerika dan sekutunya.

Keempat, para penguasa Muslim dan umat Islam harus keluar dari penjara
besar sistem kapitalis-imperialis pimpinan AS dan sekutunya, baik dari
PBB maupun lembaga-lembaga turunannya yang lain, seperti IMF, World
Bank dll.
Wahai kaum Muslim!

Hendaknya kita tidak berhenti sebatas berdoa dan menggalang
solidaritas dalam bentuk bantuan uang dan obat-obatan bagi saudara
kita di Palestina. Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun
kesadaran umat, bahwa mereka sangat membutuhkan kesatuan di bawah satu
kepemimpinan, yakni Khilafah. Sebab, hanya Khilafahlah solusi final
yang akan menghentikan kebiadaban Israel sekaligus mengakhiri derita
umat Islam di berbagai belahan dunia saat ini. Wallâhu a'lam. []

Kirim email ke