Sahabat NgeBlog... 
   
  Mengatasi masalah SOSIAL-LINGKUNGAN melalui ´City Scale´...???
  
  
  Menarik -sekaligus menyentak- bagi saya, bahwa di kota Jakarta, sebagai 
metropolitan yang -konon khabarnya- tempat berkumpulnya ½intelektual bangsa½, 
ternyata sangat LAMBAN... Saya ulangi, SANGAT LAMBAN menyadari bahwa faktor 
´Daya Dukung Kota´ adalah salah satu simpul rawan utama terjadinya kekisruhan 
alam-sosial, baik di kota itu sendiri, maupun disekitarnya...
  
  
  Perhatikan kutipan-kutipan berikut, yang saya postingkan di milis Psi-Trans, 
thread Everything is a Deal, 22 Maret 2007:
   
  
  Quote:
  Tidak perlulah kita mencontoh dari mana mana... Kita bisa satu rumah, tapi 
tak harus berpakaian yang sama... ½
  
  
  Contoh pembangunan model Jakarta, menurut saya adalah contoh kegagalan, 
sekian banyak petuah petuah yang telah mengalir dengan pola terpusat, buktinya 
mereka di Jakarta NGGAK BECUS mengurus kota mereka, lalu apa yang mau kita 
contoh?... 
  
  Setiap kota itu punya DAYA DUKUNG administratif, populatif, bisnis yang 
terbatas, apakah itu tidak dikatakan dalam ilmu planologi? Kalau tidak, wah 
planologi itu ´dogma´ juga jadinya... 
  
  
  Kalau daya dukung sebuah kota ini kapasitasnya terlampaui maka, kekisruhan 
alam dan sosial di kota itu dan juga disekitarnya akan tunggu waktu saja... 
Semuanya ´rasional´ kok...  
  
  
  Yang perlu kita pikirkan adalah gimana itu membangun ´human scale city´ yang 
sinergis dengan perubahan berikut antisipasi ampas-ampas perubahan itu 
sendiri... Ini yang TIDAK DIMILIKI oleh Jakarta, ½The Big Brother½ itu... (By: 
PatanYali Factors)
  
  
  (Dialog diatas saya ambil dari ketika masih menjadi salah satu anggota 
lembaga konsultatif pengembangan kota di Mks, hampir 6 tahun lalu: 2001)
  
  
  Sehari kemudian, 23 Maret 2007, saya postingkan (mengcopy-paste dialog di 
atas) sekali lagi di milis Mediacare, dalam thread ½Spiritual dan Perut Lapar½.
  
  
  Hari ini 26 Maret 2007, ada undangan online melalui milis-milis sebagai 
berikut:
  
  
  Jakarta dan Kelelahan Daya Dukungnya: 
Tata Ruang Dikalahkan Tata Uang

Kutipan:
  Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini belum ada kebijakan publik dari 
pemerintah yang secara terbuka dan afirmatif merumuskan arah dan strategi 
pengembangan kota. Padahal di era liberalisasi ekonomi, kota adalah arena 
akselerasi transformasi sosial. Kebijakan pengembangan kota, dengan demikian, 
turut menentukan berhasil tidaknya Indonesia keluar dari krisis yang 
berkepanjangan. 

Sebuah kota mestinya menjalin keseimbangan fungsi-fungsi: ruang privat 
(hunian), ruang ekonomi, ruang publik (taman, lapangan, dll), dan ruang sakral 
(tempat beribadah, berziarah, dll). (Kian Tajbakhsh, 2001). Dalam tradisi 
Barat, kota dipandang identik dengan peradaban dan kota yang dirancang secara 
rasional menjadi tumpuan bagi tumbuhnya masyarakat modern. (Jerome Monnet, 
2000). Namun metafor kota sebagai "tatanan sosial ideal" kini bukan hanya telah 
usang tetapi juga berbahaya apabila terus dianut dan diamini. Mengapa? Sebab 
yang terjadi kini, kota telah didominasi oleh hadirnya ruang-ruang komersial. 
Perkembangan kota kian didorong dan diarahkan oleh kepentingan sektor privat 
yang mendukung sistem pasar kapitalistis. Kepentingan sektor privat menentukan 
bentuk, fungsi, karakter fisik dan kehidupan di dalam kota. Dasar pengembangan 
kota hanyalah rancangan teknis dan ekonomis. Akibatnya, gambaran kota-kota di 
Indonesia, terutama Jakarta (PF: Sedikit banyaknya, termasuk
 Makassar), dihadapkan pada problem serius menyangkut kemacetan, segregasi 
sosial, penurunan kualitas lingkungan - termasuk banjir, marjinalisasi 
masyarakat miskin, pemborosan energi yang berlebihan, gentrifikasi pusat-pusat 
kota, meningkatnya kekerasan (dalam bentuk kerusuhan, tawuran antar warga dan 
antar pelajar, kriminalitas), dan lain-lain persoalan. 
  
  
  PatanYali Factors:
  Apakah hal diatas sebuah ´kebetulan´?... Itulah peran ´meme, baca: mim (the 
virus of mind)
   
  Terlepas dari itu, bagaimana komponen masyarakat Makassar sendiri (dan 
sekitarnya) mensikapi kenyataan tersebut? Dari mana memulai memikirkan 
pengembangan ½Human Scale City½ yang saya maksud di atas?... 
  
  Ada opini? 
   
  Salam
  
  
   
  Galileo La Galigo
  http://makassar-travel.blogspot.com
  http://meta-logika.blogspot.com
   
   
   
  Selengkapnya:
  
  ----------------------------------------------------------
UNDANGAN DISKUSI

Jakarta dan Kelelahan Daya Dukungnya: 
Tata Ruang Dikalahkan Tata Uang

Kepada
Yth. Ibu/Bapak/Sdr-i
Pemerhati Masalah Kota 
Di Tempat

Dengan hormat, 

Sebagaimana kita ketahui, sampai saat ini belum ada kebijakan publik dari 
pemerintah yang secara terbuka dan afirmatif merumuskan arah dan strategi 
pengembangan kota. Padahal di era liberalisasi ekonomi, kota adalah arena 
akselerasi transformasi sosial. Kebijakan pengembangan kota, dengan demikian, 
turut menentukan berhasil tidaknya Indonesia keluar dari krisis yang 
berkepanjangan. 

Sebuah kota mestinya menjalin keseimbangan fungsi-fungsi: ruang privat 
(hunian), ruang ekonomi, ruang publik (taman, lapangan, dll), dan ruang sakral 
(tempat beribadah, berziarah, dll). (Kian Tajbakhsh, 2001). Dalam tradisi 
Barat, kota dipandang identik dengan peradaban dan kota yang dirancang secara 
rasional menjadi tumpuan bagi tumbuhnya masyarakat modern. (Jerome Monnet, 
2000). Namun metafor kota sebagai "tatanan sosial ideal" kini bukan hanya telah 
usang tetapi juga berbahaya apabila terus dianut dan diamini. Mengapa? Sebab 
yang terjadi kini, kota telah didominasi oleh hadirnya ruang-ruang komersial. 
Perkembangan kota kian didorong dan diarahkan oleh kepentingan sektor privat 
yang mendukung sistem pasar kapitalistis. Kepentingan sektor privat menentukan 
bentuk, fungsi, karakter fisik dan kehidupan di dalam kota. Dasar pengembangan 
kota hanyalah rancangan teknis dan ekonomis. Akibatnya, gambaran kota-kota di 
Indonesia, terutama Jakarta, dihadapkan pada problem serius
 menyangkut kemacetan, segregasi sosial, penurunan kualitas lingkungan - 
termasuk banjir, marjinalisasi masyarakat miskin, pemborosan energi yang 
berlebihan, gentrifikasi pusat-pusat kota, meningkatnya kekerasan (dalam bentuk 
kerusuhan, tawuran antar warga dan antar pelajar, kriminalitas), dan lain-lain 
persoalan. 

Jakarta sendiri sebagai kota metropolis telah tumbuh demikian cepat dan 
mengalami banyak mutasi fisik. Namun percepatan pertumbuhan itu tidak disertai 
dengan perencanaan tata kota yang baik dan serius. Yang terjadi, dengan jumlah 
penduduk mencapai sembilan juta jiwa, manajemen dan penataan kota Jakarta hanya 
memperhitungkan kepentingan bisnis skala besar. Sementara dampak ekspansi kota 
skala besar terhadap lingkungan ekologi dan interaksi sosial warga kota kurang 
mendapat perhatian. Akibatnya, selain dihadapkan pada persoalan serius 
menyangkut kemacetan dan banjir, Jakarta juga berkembang menjadi kota yang 
diskriminatif terhadap warganya. Pengembangan kota lebih diarahkan untuk 
memenuhi kebutuhan kelompok-kelompok tertentu yang kuat secara ekonomi, namun 
kurang memberi ruang bagi kelompok-kelompok rentan, seperti perempuan, 
anak-anak dan komunitas-komunitas miskin. Ketika kota kian dihadapkan pada 
persoalan kesemrawutan, kemacetan, kekerasan, banjir, marjinalisasi
 masyarakat miskin, dan lain-lain persoalan yang memperburuk kualitas kota, 
sudah saatnya persoalan kota dibicarakan secara serius agar strategi yang tepat 
untuk pengembangan kota-kota di Indonesia dapat ditemukan dan dirumuskan. 

Digerakkan oleh keprihatinan tersebut, Lingkar Muda Indonesia bekerjasama 
dengan harian KOMPAS mengundang Ibu/Bapak/Sdr-i untuk hadir dan terlibat dalam 
diskusi yang akan diadakan pada: 
Hari/tanggal : Kamis, 29 Maret 2007
Jam : 14.00 - 18.30 WIB
Tempat : Bentara Budaya Jl. Palmerah Selatan 17 Jakarta 
(Depan Kantor Kompas - Gramedia)

Narasumber :
1. Prof. Dr. Gumilar Rusliwa Sumantri (Dekan Fisip UI): "Kota dan Marjinalisasi 
Komunitas"
2. Suryono Herlambang (Dosen Planologi UNTAR): "Dominasi Sektor Privat dan 
Problem Tata Ruang Kota"
3. Jo Santoso (Ketua Program Pasca Sarjana UNTAR): "Kota Tanpa Warga" 
4. Marco Kusumawijaya (Arsitek dan Ketua DKJ): "Menuju Sustainable City"

Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami mengucapkan terima 
kasih..

Jakarta, 23 Maret 2007
Hormat kami 
Steering Committee 

1. Zuhairi Misrawi (NU)
2. Ahmad Fuad Fanani (Muhammadiyah)
3. Donny Gahral Adian (Akademisi)
4. Sri Palupi (NGO)



 
---------------------------------
Be a PS3 game guru.
Get your game face on with the latest PS3 news and previews at Yahoo! Games.

Kirim email ke