Ntar dulu, kalau saya sih belum mau menggeneralisir bugis-makassar itu
dengan cap stempel ´kasar´. Apalagi kalau ´kasar´ tersebut
distempelkan dengan menggunakan ukuran dari cara mengungkapkan
kata-kata.

Bigimana dengan aksi, ribut-ribut baku parang-perang skala lokal?
Betulkah itu adalah bukti dan penampakan kasarnya komunitas tsb?

Begini, antara ´orang´ dan ´tanah´ ada hubungan misterius yg
-let say- primitive... Orang ribut, keluarga ribut, antar bangsa dan
negara saling baku ribut, urusan batas, wilayah, tanah! ... Dan ini
sudah berlangsung ribuan tahun, dimana saja di muka bumi. Entah pake
parang atau perang dengan menggunakan teknologi modern. Kucing
menggunakan kencingnya untuk menclaim suatu wilayah sebagai
kekuasaannya... Tuh, kan? This is a ´primitive´ issue... Bukan
karena entik ini, etnik itu...

Jadi, secara generalisasi bahwa ada sekelompok orang disebuah daerah
baku sikat, tidak berarti bahwa semua kelompok etnik tersebut adalah
kasar. Baku perang atau tidak, baku parang atau tidak, pokoke etnik-nya
si anu, kasarki...

Begitumi dari sononya, sejak kucing bisa kencing.

Setelah pengetahuan dan ilmu semakin berkembang, maka urusan ribut-ribut
ini lalu ter/dikemas kedalam bentuk yang lebih abstrak, antaranya
ideologi, isme-isme, agama-agama... Meskipun yang nampak dipermukaan
-konon khabarnya- adalah pembentukan dan pengembangan peradaban manusia.
Tapi objek yg diperebutkan tetap tak bisa lepas dari soal wilayah,
space... Tanah!  Disitu jugalah terbentuknya hirarki kebudayaan.
Komunitas mana yang distempel sebagai berbudaya, mana yang primitif,
dll... PBB saja cendrung lambat mengakui eksistensi dari indigenous
philosophies...

Indonesia? (sbg institusi)... Yang saya lihat adalah
´kebuayaan´... belumpi berbudaya... Di Kopitalisme, ini disebut
sebagai Negara Cacing Pita ( Cacing Pita itu kalau lapar dia akan makan
dirinya sendiri)... Kalau kita kumpul satu-satu para koruptor, maka akan
terlihat justru yg berpendidikanlah yang aktif memakan ´dirinya´
sendiri (bangsanya sendiri)... Sementara, kasus ribut-ribut skala lokal,
adalah akibat dari proses Negara Cacing Pita tersebut.

Jadi, itu mungkin ´suara maya´ (bukan rumantir) dari saya. Yang
menganggap bahwa dengan meng-generalisir stempel ´kasar´ bagi
etnik Bugis-Makassar, bisa saja kita terima sebagai
´introspeksi´... Dan sebaiknya kita tidak terjebak kedalam
penyederhanaan masalah secara parsial... Karena, eh karena... ini
masalah Cacing Pita, sejak kucing bisa kencing!!!... kwakkwakkwakkwak...

Tabe Lompo

KutuKata

http://kutukata.blogspot.com <http://kutukata.blogspot.com>


--- In blogger_makassar@yahoogroups.com, Achmad Irfan <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Pagi-pagi ini tribun mengeluarkan berita utama soal sengketa tanah di
jeneponto....seorang polisi tewas, dan beberapa warga luka.....dari sini
saya jadi bertanya-tanya....
> Apakah memang wataknya orang bugis-makassar itu dari dulu keras yah
????? dan suka Mapellah (naik darah) ???..........
>
> Jangan ki' lupa nah
> berkunjung ke Blog koe
> http://ocehankoe.blogspot.com
> http://che-rio.blogspot.com
> I Am Wait
>
>
>
>
>
>
> ________________________________________________________
> Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda!
Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
>


Reply via email to