Bagian akhir cerita sebelumnya: Ada sesuatu yang difikirkan, tepatnya dikhawatirkan oleh Lyd dan nampaknya tidak diketahui oleh rekan-rekan mereka, termasuk Ligo dan gengnya. Sesuatu yang mengganjal itu adalah, mengenai rumor yang dibicarakan oleh para dosen muda: Apakah Ligo dan gengnya itulah -oleh rumor dosen muda- disebut-sebut sebagai ½Kontan½? Sebuah kelompok ´misterius´ yang berarti ´Komunitas Tanpa Nama´? Namun, ada diantara mereka -para dosen muda itu- memplesetkannya sebagai ´Komunitas Tanpa Tuhan´.
Yang jelas bagi ingatan Lyd adalah sejak terbitnya sebuah artikel singkat tapi tajam di majalah dinding kampus mereka, terdengar berbagai cerita-cerita yang bagi Lyd sangat membingungkan. ( Cerita sebelumnya <http://patanyali.multiply.com/journal/item/5> ) TITIK HILANG 2 Di tempat lainnya, pada sebuah studio Dedy sedang tergesa-gesa menyelipkan lipatan blue-print gambar yang dipesan oleh Ligo melalui pembicaraan via telpon genggam mereka sebelumnya. Dedy adalah juga seorang mahasiswa Arsitektur yang sementara magang sebagai Drafter pada sebuah proyek perencanaan yang dipegang oleh salah satu dosen mata kuliah Teknik Transportasi. Setelah lipatan tersebut terselip diantara map-map dalam ranselnya, buru-buru dia mengontak Ligo. "Arsip asli dari kalkir tak bisa saya temukan, tapi saya punya blue-printnya Gimana, apa itu cukup?" Tanya Dedy setengah berbisik. Soalnya di ruang lain studi itu masih ada dua orang lagi Drafter yang sedang ´khusuk´ menggambar. " Justru itu lebih baik, tadinya saya pikir kamu masih berurusan dengan gambar desain itu, jadi saya minta untuk mencabut sebentar dari meja gambarmu, besoknya saya rencana untuk mencetak blue-printnya. Tapi kalau sudah ada blue-print ditangamu, justru akan lebih gampang lagi Dy. Karena kamu tak perlu repot mengembalikan kalkir asli ke studiomu itu, to?" Jawab Ligo, diseberang telpon, sesaat sebelum meninggalkan rumah Kiki. Lyd berusaha menguping pembicaraan itu, dia berfikir bahwa tak mungkin Ligo mau mencuri arsip tugas orang lain, Bahkan Ligo sendiri sering ngomel kalau ada teman yang mengcopy tugas kakak-kakak angkatan sebelumnya. Tidak kreatif, begitu argumennya. Ligo sendiri menyadari kemungkinan bahwa Lyd mendengarkan pembicaraannya dengan Dedy. "Ligo, bolehkah kita bicara sebentar saja? " Kali ini suara Lyd seperti memelas. "Begini saja, Lyd Kamu buat catatan kecil, nanti saya bawa catatan itu ke Ina, adikmu. Jangan lupa, dalam perjalanan nanti, kamu telpon si Ina, jelaskan dimana itu buku asistensimu Nanti saya ke Ina mengambil buku itu dan membawanya ke sini, jadi kamu tak perlu ikut. Lagi pula, sekarang ini sudah larut malam Okay?" Ligo akhirnya memberi usul. Entah karena kasihan, entah karena kesal. "Bukan Bukan itu Tapi, okay, saya akan buat catatan, terima kasih "Lyd seperti ingin mengucapkan sesuatu, tapi karena Ligo menawarkan solsui masalahnya dengan nada terburu-buru, Alda lalu lari masuk kembali ke dalam pavilion untuk menuliskan catatan kecil itu. "Lyd, cepaaatt !" Terdengar teriakan Ligo dari luar. Dan, ketika Lyd menyodorkan kertas kecil itu, kembali dia meminta waktu untuk bicara, tapi Ligo mengatakan nanti saja kalau dia sudah kembali. "Hush Duduklah yang benar, kita mau take off, neh!..." Begitu Ligo menegur Viktor yang duduk diboncengan dengan gaya menyamping, seperti duduk seorang wanita. "Da dahhh " Viktor melambaikan tangan pada Lyd, dan motor besar itu lalu melejit, dengan raungan seperti sedang dikejar setan. Pada belokan pertama, tikungan antara jalan kompleks itu dan jalan lintas antar kota, atau jalan Propinsi, dilalui tanpa menginjak rem. Motor tersebut secepat kilat kini melintas dengan memotong barisan truk pengangkut pasir yang juga berlari kencang secara beriringan dengan truk-truk pengangkut pasir lainnya, berjarak sekitar 50 meter dari masing-masing truk. Tiba, pada tikungan antara jalan Propinsi dan salah satu jalan utama masuk wilayah kota, Ligo sangat kaget, karena rem motornya itu ternyata tidak berfungsi. Sehingga untuk membelok di tikungan itu, dia harus memiringkan badan motor tersebut semiring mungkin agar tidak keluar jalur badan jalan. Tetapi, karena dalam kecepatan tinggi, dan jalan itu juga berpasir serta beberapa bagian jalan basah, maka ban motor Ligo akhirnya terselip lalu terguling-guling menyisakan raung gas yang menyalak dan percikan-percikan api akibat gesekan badan motor dengan aspal. Selain itu, terdengar juga raungan derit ban lain, berasal dari salah satu truk pengangkut pasir yang laju dengan kecepatan tinggi dari arah belakang Ligo, yang sedang terguling bersama motornya dan Viktor. Ligo secepatnya menyadari bahwa dari arah belakang terdapat truck pengangkut pasir, yang saat itu dalam posisi tertelungkup pada bagian kanan tengah badan pertigaan. Sementara kaki kanannya terjulur lebih ketengah dengan badan motor menimpa kaki kanan hingga pinggangnya. Matanya jelalatan mencari di mana Viktor waktu itu, sembari berusaha bangkit, agar segera menghindar dari gilasan truck yang terlihat oleng, karena berusaha berhenti mendadak dengan masih berkecapatan tinggi, semakin mendekat. Tetapi Ligo tidak bisa sedikitpun menggerakkan kaki kanannya, sehingga upaya untuk bangkit sepertinya sia-sia. Karena tanpa dia sadari stang kaki kiri motor itu, yang sebenarnya terbalut karet mentah, robek saat menghantam aspal. Dan stang kaki dari baja tersebut merobek sepatu, lalu menembus punggung kaki hingga ke talapak kaki kanannya. -------------- Sementara itu, Lyd sudah duduk kembali menghadap meja gambar untuk menuliskan teks-teks yang harus diisikan dalam kolom-kolom, sebagai representasi konsep dan gagasan atas model maket yang dikerjakan oleh sub-kelompoknya. Selang beberapa baris kalimat, terukir dengan gaya tulisan tangannya yang khas. Baris-baris kalimat itu kemudian dihapus, diulang lagi dengan kata-kata lain. Dihapus dan diulang lagi, sampai akhirnya Lyd memutuskan bahwa dia sedang blank, lalu berhenti menulis. Dia sudah tidak punya cukup konsentrasi,sudah letih dan rasa kantuk mulai menyerangnya.Selain itu, pikirannya melayang kesana kemari. Kemudian, fikirannya tertumbuk pada keeping-keping ingatan sekitar 3 atau 4 minggu lalu, dimana Lyd sedang menunggu Ligo yang sementara mandi. Karena hari Sabtu itu, mereka punya janjian untuk melakukan survey di kitaran Sungai Tallo. Lyd berada di ruang tengah, yang sekaligus difungsikan sebagai studio gambar pribadi milik Ligo. Rumah mungil itu, terletak di pinggiran Timur kota Makassar. Berukuran 45 m2, terdiri dari 2 buah kamar tidur, 1 wc/km. 1 ruang tamu dan 1 ruang tengah. Terdapat pula ruang tambahan yang terbuat dari dinding bamboo dan kayu, sebagai dapur. Meskipun terbuat dari kayu, dan bamboo, ruang mungil itu nampak eksotik terhiasi dengan bermacam bunga-bunga menggantung di beberapa sudut. Beberapa perangkat dapur disitu terbuat dari kayu dan tempurung kelapa yang jelas terlihat hanya sebagai dekorasi dinding semata. Sekeping seng nampak sebagai pelapis antara bagian dinding dan kompor. Sementara di atas dinding seng itu, terpasang lantai atau kepingan terakota berukuran 10 x 20 cm berwarna alami, dijejerkan sepanjang kira-kira 2 meter antara seng dan balok penyangga dinding. Deretan lantai terakota itu difungsikan sebagai rak penyimpan bermacam-macam bumbu dasar masakan, seperti garam, merica, bawang putih, kunyit, dll. Kepada Lyd dan sahabat-sahabat dekatnya, Ligo sering menyebut rumah itu sebagai "The House of the Rising Sun". Julukan itu diambil dari lagu milik The Animal. Karena letaknya memang berada di batas Timur kota, arah dimana terbitnya Matahari. Juga dari halaman rumah tersebut memang menyajikan pemandangan yang sejuk, alami dan indah kala Matahari mulai bangun dari tidurnya. Selain karena letak dan suguhan pemandangan indah alamiah itu, salah satu baris lirik lagu "The House of the Rising Sun" berbunyi ".. And it's been the ruin of many poor boys And, God I know I'm one " menggambarkan bahwa rumah yang dikisahkan oleh lagu tersebut adalah "reruntuhan" tempat bernaung bagi begitu banyak pemuda miskin, dan dia -Ligo- adalah salah satunya. Kepada sahabat-sahabatnya, dengan -sedikit filosofis- dia mentransformasikan "reruntuhan rumah" dalam lirik lagu itu sebagai sebuah "Kota" dan "Institusi Pendidikan". Bagaimanapun menjulangnya bangunan-bangunan megah "Institusi Pendidikan" dan berbagai etalase-etalase pembujuk syahwat konsumerisme masyarakat kota itu, namun bangunan-bangunan megah tersebut, bagi mereka -pemuda miskin- yang diceritakan oleh The Animal dalam lagunya, terlahir dari ibu tukang jahit dan ayahnya yang Penjudi, tak lebih berupa "reruntuhan" dan "puing-puing" semata. Hutan beton yang berdiri kokoh megah tanpa makna. Selama beberapa bulan belakangan ini, sejak dia berdiam di rumah mungil itu, sepertinya 'Alam' menyimpan pesan kepadanya dalam bentuk inspirasi untuk menuliskan novel "The Ghost of the Rotten Cities" serta juga pesan padanya agar secepatnya memperingatkan kota-kota lainnya, seberapapun angkuh dan sombong kota itu, pasti akan membusuk juga akhirnya. Jika tidak menghormati dan menghargai alam dan lingkungan itu sendiri. Dan salah satu bentuk 'peringatan' itu telah pernah dia wujudkan dalam bentuk tulisan yang dimuat pada majalah dinding kampus mereka, berjudul "Perencanaan Kota adalah Paradogma?". Penulis artikel itu, ditandai dengan symbol huruf ½I½ Gothic dan sebuah ½timbangan½, bertuliskan "Kelompok Tanpa Nama" alias "Kontan". Lyd pertama kali mengunjungi rumah itu sejak Ligo menempatinya sekitar 5 bulan lalu. Dia menunggu Ligo, sambil memperhatikan beberapa lukisan di dinding ruang tamu, berukuran kecil, kira-kira 4 x 5 meter. Salah satunya adalah lukisan wajah seorang wanita cantik, berambut ikal tebal, berbaju merah dengan selendang putih terbalut di lehernya. Ligo tak pernah menceritakan siapa wanita dalam lukisan cat minyak di atas kanvas berukuran 40 x 50 cm, tersebut. Rumah mungil itu, adalah rumah kontrakan Ligo, ketika pertama kali menanda tangani kontrak kerja sebagai Drafter sebuah perusahaan Developer Perumahan, Ligo menggunakan sebagian besar uang muka, dari honornya untuk mengontrak rumah terebut selama tiga tahun. Setelah habis memperhatikan lukisan-lukisan lainnya di ruang tamu itu, Lyd lalu masuk ke ruang tengah, duduk di depan sebuah meja gambar. Terpampang dihadapannya adalah beberapa lapis kalkir menggambarkan desain rumah sederhana. Lyd bisa mengenali bahwa gambar-gambar tersebut bukanlah bagian dari tugas kuliah, melainkan gambar bestek proyek sungguhan. Yakni proyek perumahan berlokasi di Kecamatan Mengkendek, dimana pada kop pada bagian kanan bawah kalkir tersebut tertera stempel dan tanda tangan staff dari Dinas Tata Kota, Kabupaten Tana Toraja. Di sebelah kanan meja gambar tersebut, terdapat perangkat computer yang sementara 'on', dengan beberapa 'jendela' yang sedang terbuka. Karena penasaran, oleh cerita-cerita para dosen muda bahwa Ligo itu salah satu kelompok Kontan, maka Lyd segera menghampiri komputer tersebut. Siapa tahu menyimpan jejak dari apa yg sementara jadi perbincangan kalangan terbatas para dosen di kampusnya. "Hmmm Kayaknya, Ligo sedang berencana membuat Perusahaan Developernya sendiri, nih Duitnya dari mana, yah? Kalau cuma dari honor sebagai Drafter, mana cukup?..." Lyd berfikir sejenak ketika melihat apa yang tertera pada salah satu 'jendela' yang terbuka pada komputer tersebut. (Bersambung) Tabe Lompo KutuKata http://kutukatat.blogspot.com <http://kutukatat.blogspot.com>