jangan kan pidato, dengar pembina upacara saja kadang2 ngantuk.

Pada tanggal 20/04/08, n t a n <[EMAIL PROTECTED]> menulis:
>
>
>
>
>
>
> jadi ingat Harmoko di era orde baru.
> kalo ngomong ditivi lambatnya minta ampun
> konon kabarnya disengaja tapi ya siapa hidung (baca:how knows)
>
> *back to the topic*
> selama ini orang-orang pada belajar public speaking
>  harusnya sudah mulai dipikirkan untuk buka public hearing :D
>
>
> *ngacodotcom*
>
>
>
>
>
> 2008/4/19 Amril Taufik Gobel <[EMAIL PROTECTED]>:
>
>
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > ---------- Forwarded message ----------
> > From: v_madjowa <[EMAIL PROTECTED]>
> >  Date: 2008/4/19
> > Subject: [GM2020] Pemimpin Bicara, Rakyat Tertidur
> >  To: [EMAIL PROTECTED]
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> >
> > http://kompas.com
> >  Sabtu, 19 April 2008 | 00:38 WIB
> >
> >  Pemimpin Bicara, Rakyat Tertidur
> >
> >  Rhenald Kasali
> >
> >  Benarkah perubahan cepat yang dialami Indonesia dewasa ini telah
> >  membuat rakyat sulit mendengarkan? Sudah tiga kali Presiden Susilo
> >  Bambang Yudhoyono berang melihat tamu-tamunya tertidur saat
> >  mendengarkan pidatonya di Istana Negara.
> >
> >  Ada indikasi kuat, para tamu terhormat itu sudah terbiasa berpidato
> >  ditinggal tidur audience-nya. Di DPR, suara rakyat pun banyak yang
> >  tidak didengarkan. Mereka sibuk berbicara, tetapi saat menteri
> >  menjawab, sebagian besar penanya sudah menghilang.
> >
> >  Dalam kampanye politik, situasinya tak jauh berbeda dengan demonstrasi
> >  yang digelar para tokoh publik di bundaran Hotel Indonesia. Jika tidak
> >  diiming-imingi duit atau kaus, yang ikut berbaris bisa dihitung dengan
> >  jari. Para menteri yang membawa misi dagang ke luar negeri pun
> >  kesulitan. Mereka yang diajak promosi tidak mau mendengarkan, apalagi
> >  ikut.
> >
> >  Malas mendengarkan
> >
> >  Sulitnya berbicara di publik bukan cuma urusan pejabat. Presenter CNN,
> >  Lary King, bahkan pernah menyatakan, banyak perempuan yang merasa
> >  lebih nyaman melahirkan (disaksikan 1-2 dokter) daripada berbicara di
> >  depan publik.
> >
> >  Namun, di era perubahan, mendengarkan jauh lebih sulit. Jika cuma
> >  mendengar, tentu tak sulit sebab telinga selalu terbuka. Namun,
> >  mendengarkan butuh pikiran, untuk itu diperlukan energi amat besar.
> >  Jauh sebelum Presiden mengeluhkan tamu-tamunya yang tertidur, pakar
> >  komunikasi McGregor pernah mengingatkan (1970), manusia adalah makhluk
> >  yang malas. Kita malas mendengarkan jika yang bicara tidak benar-benar
> >  mampu membujuk (persuasif). Maka McGregor tidak menyalahkan pendengar
> >  jika mereka tertidur sebab secara alamiah manusia benar-benar malas
> >  mendengarkan.
> >
> >  Mendengarkan, merupakan upaya yang memerlukan energi dan konsentrasi.
> >  Energi bisa hilang di jalan karena kemacetan lalu lintas, amarah, dan
> >  berbagai masalah pekerjaan. Sementara konsentrasi ditentukan oleh daya
> >  persuasi pemimpin, gangguan-gangguan informasi, desain ruangan,
> >  pencahayaan, kualitas suara, dan intonasi serta protokoler.
> >
> >  Bayangkan, apa jadinya mendengarkan sesuatu dalam keadaan yang penuh
> >  gangguan. Semakin sulit mendengarkan dan semakin mudah tertidur.
> >
> >  Era perubahan
> >
> >  Era perubahan ditandai dengan presentasi multimedia yang kaya
> >  ilustrasi. Kecepatan menjadi sangat penting. Lihatlah
> >  presenter-presenter dan dialog-dialog di televisi. Semua berbicara
> >  sangat cepat dalam hitungan detik. Tidak ada tempat lagi bagi
> >  narasumber yang lemot (lemah otak) atau laksmi (lambat mikir).
> >  Intonasi suara yang naik-turun berirama secara ekstrem, bahkan
> >  berteriak, menjadi penentu apakah penonton memindahkan channel-nya
> >  atau tidak.
> >
> >  Mereka juga tampil lebih muda, lebih modis, lebih berani dengan warna,
> >  jokes, contoh, bahkan konflik dan drama. Terus terang, spontan, dan
> >  bicara tanpa teks.
> >
> >  Seorang tak akan dibiarkan bicara sendiri bermenit-menit. Selalu saja
> >  ada yang memotong pembicaraan.
> >
> >  Sehari-hari masyarakat juga mulai terbiasa berkomunikasi cepat dengan
> >  kalimat-kalimat pendek (SMS). Di luar itu, berita-berita digital dan
> >  lebih menghibur mengepung masyarakat. Semua lebih singkat, lebih
> >  cepat, lebih menarik. Suka atau tidak suka, kebiasaan baru masyarakat
> >  mendengar yang demikian telah membentuk cara baru berkomunikasi.
> >  Bagaimana para pejabat pemerintah kita berbicara?
> >
> >  Jujur, harus kita katakan, mereka semua mengabaikan berbagai tuntutan
> >  perubahan itu. Pidatonya panjang, bertele-tele, terlalu banyak
> >  basa-basi dan nasihat, serta disampaikan sambil membaca dan tanpa
> >  ekspresi. Kecepatannya lamban, intonasinya lemah, tidak ada interaksi,
> >  sementara penampilannya serius dan kaku.
> >
> >  Kalau para pejabat publik mengabaikan semua itu, bisa dibayangkan
> >  bagaimana mereka mengurus pembangunan. Semua orang bicara
> >  sendiri-sendiri dan tidak ada lagi yang mendengarkan. Tensi meninggi,
> >  amarah tak terkendali, respek memudar karena kita mendengar hanya
> >  karena terpaksa.
> >
> >  Jangan terkejut bila rakyat lebih memilih dipimpin selebriti yang
> >  mengerti perubahan dan lancar berkomunikasi daripada politisi yang
> >  kurang memahami denyut nadi perubahan.
> >
> >  Reformasi keprotokolan
> >
> >  Kegagalan komunikasi para pemimpin dan gagalnya rakyat mendengarkan,
> >  sebenarnya tidak lepas dari gagalnya reformasi keprotokolan dalam
> >  beradaptasi dengan perubahan. Protokol telah menjadi sebuah "komunitas
> >  pedalaman" yang pekerjaan sehari-harinya rutin, dan kalau ditanya
> >  mengapa harus demikian aturannya, jawabnya adalah karena kemarin juga
> >  demikian.
> >
> >  Presentasi dan pidato pemimpin dibuat tegang, kaku, dan tertulis
> >  secara runtut, dengan metode cut and paste, sehingga semua pembukaan
> >  dan penutupannya sama. Pemimpin seakan-akan dipenjara dan dibelenggu
> >  dengan aturan-aturan protokol dan tradisi yang dibuat satu-dua dekade
> >  lalu.
> >
> >  Pemimpin yang terbelenggu pun mengikuti semua itu dengan patuh
> >  sehingga administrasinya bagus, tetapi rakyatnya malas mendengarkan.
> >  Kalau pejabat yang berwenang berhalangan, penggantinya wajib
> >  membacakan teks yang sudah disiapkan. Hanya membacakan saja. Padahal,
> >  pemimpin perlu sadar konteks, mendengarkan sebelum berbicara.
> >  Protokol zaman sekarang dituntut lebih cerdas, mendorong agar
> >  pemimpinnya sadar konteks dan membiasakan berpidato tanpa membaca,
> >  tetapi tetap bisa berbicara ringkas, padat, cepat, berirama, dan
> >  interaktif.
> >
> >  Hanya inilah yang bisa menyelamatkan respek masyarakat terhadap
> >  pemimpinnya. Ayo bongkar kebiasaan lama yang sudah ketinggalan zaman
> >  sampai tuntas. Pemimpin jangan lagi lemot dengan pidato sambil membaca
> >  teks.
> >
> >  Rhenald Kasali Pengajar di Universitas Indonesia
> >
> >                                                                             
> >                         
> >
> >
> > --
> > www.daengbattala.com
> > --update : "Kartu Pos dari Liberia"
> > Visit my short poem mini site at:
> > www.daengbattala.tumblr.com
> >                                                                             
> >                         
>
>
>
> --
> http://baidoeri.com
>
>                                                                               
>                 



-- 
Asri Rachman
100% Ubuntu
YM : internetkidx
GTalk : kidx13
http://blog.sonix-er.com
http://kidx13.wordpress.com
http://blog.ikastelk-mks.com

Kirim email ke