Tulisan bagus nih. Semoga bermanfaat

ATG
www.daengbattala.com


---------- Forwarded message ----------
From: Anwar Holid <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Jul 28, 2008 6:33 AM
Subject: [*Apresiasi-Sastra*] Menjaga Api Semangat Menulis
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]



Republika, Minggu, 27 Juli 2008

[Selisik]

Menjaga Api Semangat Menulis
----------------------------
--Anwar Holid

FAKTA ini mungkin agak mengagetkan: beberapa blog teman saya ternyata tak
di-up date sampai dua tahun. Ini membuat saya bertanya: ke mana semangat
menulis mereka? Apa mereka ganti blog atau punya kesibukan luar biasa sampai
lupa menulis? Salah seorang menjawab enteng: "Saya sudah malas mengisi blog
lagi, mas." Wah, padahal tulisan dia jadi favorit sejumlah orang lho,
termasuk di antaranya seorang kritikus yang menurut saya paling nyelekit
senusantara. Posting kawan saya itu merupakan paduan antara kejujuran,
humor, dan sinisme menyiasati kesulitan pilihan hidup. Jelas, orang yang
malas menulis biasanya (sedang) kehilangan motif menulis.

Seminggu lalu saya menerima email dari kawan. Dia jujur bilang bahwa
belakangan ini gairah menulisnya hilang, sulit konsentrasi menuntaskan draft
novel yang sudah agak lama terlunta-lunta, gelisah tak punya "pekerjaan
tetap," dan agak kehilangan orientasi karena mendadak kekasihnya dipanggil
Tuhan. Dengan merasa ikut sedih, saya berusaha menghibur, kemungkinan besar
dia sulit menemukan alasan kuat yang bisa bikin dirinya semangat, penuh
motivasi. Saya bilang, "Sebenarnya pekerjaan tetap penulis itu ya duduk
menulis; bukan ngantor atau lainnya. Waktu ngobrol dengan Bagus Takwin, kami
mendapati bahwa beberapa di antara kelemahan kita sebagai penulis ialah kita
kesulitan, bahkan gagal, mengorganisasi diri, sulit mengelola kesempatan
atau bikin skala prioritas. Akibatnya target tulisan gagal tercapai, dan dia
frustrasi."

Bila blog lama terbengkalai, draft kisah tak kunjung selesai, bingung mau
berbuat apa, itu merupakan tanda bahwa seorang penulis tengah kehilangan
dorongan (motivasi) ataupun writer's block (halangan menulis.) Dia
kehilangan api yang bisa memanaskan semangat berkarya. Sebagian penulis
terhalang oleh kebingungan, lainnya bayang-bayang kesuksesan. Apa yang bisa
diperbuat dalam keadaan seperti itu?

Dorongan (motif) menulis setiap orang lain-lain, dan itu harus sejak awal
ditetapkan dengan jujur oleh dirinya sendiri. Ada orang menulis karena uang,
ingin melampiaskan perasaan, mengungkapkan pikiran, bersaksi (membeberkan
kejujuran), mengungkap informasi, bersenang-senang, menghibur, dan 101 motif
lain. Tanpa motivasi seseorang bisa segera bosan menulis atau kehilangan
alasan untuk melanjutkan keinginan menulis, apalagi jika suatu ketika dia
bertemu masa sulit saat menulis---misalnya mengalami writer's block,
kekecewaan hidup, atau karena subjek tulisannya sulit.

Dalam kasus blog, saya berprasangka, boleh jadi si blogger bosan menulis
setelah tahu ternyata blognya sepi, nyaris tak dilirik orang, dan
tulisan-tulisannya didiamkan. Mungkin timbul perasaan sia-sia dirinya
menulis. Padahal tujuan awal dia punya blog ialah ada media publikasi
tulisan-tulisannya.

Dalam suatu wawancara, Jilly Cooper, seorang penulis novel populer &
bestseller Inggris, berkata: "Saya hanya sedikit melakukan kerja rumah
tangga, karena saya mengupah orang lain untuk melakukannya. Itulah salah
satu alasan utama saya ingin menulis banyak buku." Dari sana terungkap bahwa
maksud dia menulis ialah mendapat uang cukup biar dia tidak melakukan
sesuatu yang kurang disukainya, yaitu pekerjaan rumah tangga. Menulis
membuat dia superior karena bisa meminta orang memenuhi keinginannya.

Sejumlah orang menulis karena uang. Mereka menulis dengan niat tembus ke
media massa, berusaha agar tulisan itu sesuai kriteria media, dipoles, dan
memenuhi idealisme tertentu. Memang belum tentu bila tulisan ditolak mereka
bakal kecewa; tapi itu berarti kesempatan mendapat nafkah jadi kurang.
Wartawan merupakan contoh utama menulis demi nafkah. Penulis yang saya tahu
persis punya motif ekonomi antara lain Farid Gaban (saya dengar langsung
ucapannya), Ajip Rosidi (dari esai dia), dan Philip Pullman (dari
wawancara). Saya ingin jujur dengan hal ini. Kata Paul Arden: "Pikirkan
tentang uang. Ia jujur. Uang akan membuat Anda kreatif."

Tapi sebagian orang menulis tanpa motif uang sama sekali. Anne Frank, Franz
Kafka, Emily Dickinson, tidak menulis karena uang. Baru-baru ini Y.F. Nata,
seorang suster, menerbitkan kumpulan puisi Cinta Itu Tidak Dosa sehabis
mengalami kecelakaan lalu lintas parah, menyisakan tangan kanan sebagai
anggota tubuh yang masih terbilang utuh. Dengan itu dia menulis,
kadang-kadang bahkan lewat sms di HP. Dia menulis sebagai terapi mental.
Orang-orang itu menulis murni untuk melampiaskan perasaan, menenangkan
tekanan, menemukan pelepasan. Begitu juga dengan sejumlah blogger. Mereka
menulis saja, baik untuk melatih menulis, mengungkapkan perasaan, memberi
informasi, termasuk berbagi cerita.

MENJAGA api semangat menulis ini ternyata sulit juga, meski banyak caranya.

Kita harus jujur dengan motif menulis sendiri. Kalau ingin tulisan
dipublikasi, lantas mendapat honor, akui saja. Kejujuran motif akan membuat
penulis mahfum untuk apa dia menulis, dan akan ketahuan apa dirinya tulus
atau bohong. Bila motif seseorang "senang menulis", dia tak akan sedih bila
tulisannya ditolak media, sebab dia bisa mempublikasi tulisan itu di media
lain. Bila niatnya menjual tulisan tapi media menolak, dia patut sedih,
karena produknya tak laku. Oleh karena itu tulisan itu harus diperbaiki atau
diteliti lagi kenapa sampai gagal dimuat.

Satu hal, Horace Walpole mengingatkan bila seseorang menulis semata-mata
karena uang. "Begitu orang menulis demi keuntungan, mereka biasanya jadi
kurang peka." Uang memang bisa jadi motif yang besar, sebagaimana kata Mike
Price. Dia bilang: "Lebih banyak orang punya bakat daripada disiplin. Itu
sebabnya disiplin dibayar lebih tinggi." Tapi di lain pihak, Maria Yudkin
pernah bilang, dia menolak "menzinahi otak" agar bisa menulis. Apa itu
"menzinahi otak"? Yakni memforsir sedemikian rupa agar otak (keinginan)
sampai rela berbohong agar seseorang bisa menulis.

Bila sudah tahu motif menulis dan tahu cara menjaga api semangat terus
menggerakkan tangan, mungkin orang bisa tetap antusias meski tulisannya
diabaikan orang, atau bisa puas meski dibaca sendiri. Yang paling utama
ialah berusaha sebaik mungkin menulis, bereksperimen, terus meningkatkan
pencapaian. Dengan begitu dia kehabisan alasan untuk tidak meng-up date blog
maupun berusaha lebih keras mencari cara menyelesaikan draft naskahnya.[]

ANWAR HOLID, penulis & penyunting, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku Bandung.
Blogger @ http://halamanganjil.blogspot.com

KONTAK: [EMAIL PROTECTED] <wartax%40yahoo.com> | (022) 2037348 - 08156140621
| Panorama II No. 26 B, Bandung 40141

Anwar Holid, penulis & penyunting, eksponen TEXTOUR, Rumah Buku.

Kontak: [EMAIL PROTECTED] <wartax%40yahoo.com> | (022) 2037348 | 08156140621
| Panorama II No. 26 B Bandung 40141

Sudilah mengunjungi link ini, ada lebih banyak hal di sana:

http://www.goethe.de/forum-buku
http://www.digibookgallery.com
http://www.rukukineruku.com
http://ultimusbandung.info
http://www.republika.co.id/koran.asp?kat_id=319
http://halamanganjil.blogspot.com

Come away with me and I will write you
---(c) Norah Jones




-- 
www.daengbattala.com
www.daenggammara.com

Kirim email ke