untuk direnungkan, atau malah ditertawakan

konteks berita: Ical mengadukan Tempo ke Dewan Pers karena cover majalah
tersebut dianggap melecehkan pribadinya, terutama angka 666 di jidat Ical..



---------- Forwarded message ----------
From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Dec 3, 2008 8:51 AM
Subject: Re: [jurnalisme] Tempo Bantah Sengaja Cantumkan 666 di Dahi Ical
To: [EMAIL PROTECTED]



Halo semua,

Berikut ini tulisan Bli Putu Setia di Koran Tempo, 23 November 2008. Sila
juga tengok http://blog.tempointeraktif.com/?p=292, jawaban lengkap Pemred
Tempo kepada Dewan Pers.

salam,
mardiyah chamim

-----------

Angka

Putu Setia

Namanya Sidhayogi Acharya Shri Kamal Kishore Gosvami. Ia penemu teknik
"meditasi angka". Disebut begitu, karena peserta hanya perlu mengingat
satu angka. Angka itu harus dirahasiakan dan hanya boleh diketahui Sang
Guru, karena angka itu "disucikan" di hadapan guru. Lewat angka suci
itulah para penekun meditasi menyebut nama Tuhan untuk membangkitkan
kekuatan kundalini yang ada di dalam tubuh.

Sebagai penekun, seharusnya saya tak perlu tahu angka berapa yang dipilih
para sahabat meditasi. Tapi, dasar saya suka iseng, dalam sekali lirikan
saya bisa menebak angka yang dipilih oleh teman duduk saya. Misalnya,
dengan melihat berapa batang dupa (atau hio) yang dia bakar, berapa kali
dia melafalkan doa dari "bahasa tubuhnya". Bermeditasi dengan iseng
melirik kiri-kanan seperti ini tentu tak dianjurkan, tapi saya kan memang
bandel?

Saya menduga, banyak peserta yang memilih angka 6. Lalu saya main tebak:
"O, itu pasti karena angka 6 adalah milik alam semesta, yang memenuhi
jagat raya." Dalam ritual Hindu, angka 4 ada di utara, angka 5 di timur,
angka 7 di barat, angka 8 di tengah, dan angka 9 ada di selatan. La, angka
6 kok dilewatkan? Itu artinya angka yang "mahasakti" memenuhi seluruh
penjuru angin.

Seorang yogi menyebutkan, angka 6 paling baik. "Hanya angka 6 yang kalau
dibalik nilainya jadi 9, angka tertinggi. Kalau 666, itu lebih istimewa,
karena jumlahnya 18, dijumlah lagi jadi 9, padahal tanpa harus dibalik,"
katanya. Angka yang bisa diputar balik adalah 1, 6, 8, dan 9. Angka
lainnya kalau dibalik "tak berbunyi". Angka 1 dan 8 meski pun dibalik,
nilainya sama. Angka 9 kalau dibalik nilainya malah turun.

Bagi sebagian masyarakat, sejak zaman baheula, angka menjadi roh
kehidupan. Semua angka punya makna dan perlambang, lalu jadi acuan dalam
mencari jodoh, melakukan usaha, peruntungan, dan segalanya. Ini disebut
primbon. Adapun di era modern ini, angka diutak-atik untuk memasang togel
(toto gelap). Ini kebiasaan orang desa. Kalau orang kota, mereka mau
membayar mahal untuk nomor polisi di mobilnya atau nomor handphone-nya.
Ini disebut "nomor cantik".

Banyak juga yang tak peduli angka. Saya termasuk di dalamnya, cuek saja,
kecuali untuk meditasi itu. Apalagi jika dikaitkan dengan kepercayaan,
saya bisa bingung, mengacu kepada kepercayaan yang mana? Di India, Cina,
Yunani, Dayak Kaharingan, dan Jawa, makna angka bisa berbeda. Yang mirip
hanya di Jawa dan Bali, cuma nama "ilmunya" beda. Di Jawa disebut neptu,
di Bali disebut urip.
Karena itu, saya kaget ketika Aburizal Bakrie marah karena dalam gambar
sampul majalah Tempo di keningnya ada angka 666. Beliau rupanya percaya
akan makna angka dan saya tambah kaget lagi karena berdasarkan kepercayaan
tertentu.

Tadinya saya pikir beliau senang, karena saya teringat makna angka 666
dari "kepercayaan" yang lain. Saya membayangkan, Pak Ical akan maju terus
bisnis dan kariernya. Lagi pula, sebagai penggemar tenis, dapat 6 poin
berarti menang dalam pertandingan. Ternyata, menurut beliau, itu angka
setan. Ih, ngeri juga.

Apakah yang menggambar wajah Pak Ical dengan angka itu tahu seluk-beluk
angka dari berbagai kepercayaan? Saya meragukannya. Mereka, tim desain
Tempo itu, anak-anak muda yang "lurus", tak pernah saya jumpai pegang buku
primbon, apalagi memelototi "Ramalan Romo Gayeng" untuk memasang togel.
Saya kira, mereka hanya tak sempat ke Tanah Abang makan sop kambing, lalu
kesal dan menulis angka 666. Maklum, langganannya "Bang Kumis 999". Eh,
somasi pun datang, tapi bukan dari Tanah Abang.

 


-- 
drusle'
http://daengrusle.com

<<attachment: covertempo -ical.jpg>>

Reply via email to