*Catatan Pengantar*
Dibawah ini adalah tulisan Pak Chappy Hakim (CH), mantan Kepala Staf
Angkatan Udara RI yang juga blogger Kompasiana. Hari Sabtu lalu (1/8)
bertempat di Airman Planet, beliau meluncurkan buku kumpulan tulisannya di
Kompasiana berjudul "Cat Rambut Orang Yahudi", dimana saya hadir dan
menuliskan laporannya
disini<http://amriltgobel.multiply.com/journal/item/306/DARI_PELUNCURAN_BUKU_PAK_CHAPPY_HAKIM_DAN_KOPDAR_KETIGA_KOMPASIANA_WHAT_A_WONDERFUL_WORLD_>.
Tulisan Pak CH 
<http://chappyhakim.kompasiana.com/2009/01/06/malas-menulis/>mudah-mudahan
bisa menginspirasi anda yang sedang malas menulis. Semoga bermanfaat..

---------------------------------------

SETELAH menurunkan tulisan dengan judul Malas
Membaca<http://public.kompasiana.com/2009/01/04/malam-membaca/> yang
dituangkan dalam 2 tulisan, saya ingin berbagi pula pemikiran tentang malas
menulis.  Mungkin tulisan-tulisan ini nantinya akan dikumpulkan oleh Bung
Pepih <http://pepihnugraha.kompasiana.com/> dalam satu folder khusus yang
bertajuk dengan *“serial malas”.* Malas adalah penyakit turunan yang melanda
banyak orang Indonesia. Apakah benar demikian, tentunya masih memerlukan
penelitian yang intensif oleh para ahli genetika barangkali.  Tidak
bermaksud untuk memperdalam masalah ini, akan tetapi, bila kita jujur, maka
realita yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar dari kita adalah memang
pemalas.

Menulis, bisa gampang dan bisa juga sulit.  Tergantung dari apakah kita mau
melakukannya atau tidak.   Terlepas dari itu, ada satu hal yang
membedakannya dengan membaca.  Membaca, mungkin hanya tergantung pada
kemauan saja.  Dalam arti bila kita mau membaca, ya kita akan membaca.
Persoalan atau masalah apakah bahan bacaan itu akan bermanfaat atau tidak
bagi yang membacanya itu adalah cerita lain lagi.   Kesimpulannya, maka
membaca, tidak usah dengan persyaratan yang banyak, tinggal kita mau apa
tidak membaca, selesailah urusannya.

Sekarang, tentang menulis.  Menulis adalah keterampilan atau skill.  Menulis
disini adalah dalam konteks menuangkan sesuatu idea atau pemikiran atau
pengalaman atau apa saja dalam bentuk tulisan.  Mengenai apakah tulisan itu
nantinya mudah dimengerti, enak dibaca dan lain sebagainya itu adalah
persoalan lain lagi.  Membuat tulisan untuk dapat dimengerti dengan mudah
oleh orang lain, dan juga untuk dapat menjadi enak dibaca, biasanya sangat
tergantung kepada kemampuan seseorang dalam bertutur.  Tidak mutlak seperti
itu, akan tetapi biasanya memang demikian, walaupun cukup banyak dijumpai
orang-orang yang sulit untuk bertutur akan tetapi sangat piawai dalam
menulis.

Namun sekali lagi harus diingat, bahwa menulis itu adalah keterampilan atau
skill.  Keterampilan atau skill, membutuhkan *“jam terbang*” untuk mencapai
kualitas tertentu, semakin sering menulis maka akan semakin meningkatlah
kemampuan orang dalam membuat suatu tulisan.  Ketrampilan seperti ini
menurut Parni Hadi, Direktur RRI, biasanya dikenal juga dengan  istilah *“story
telling skill”*

Seperti kegiatan-kegiatan lainnya dalam hidup ini, maka menulis pun akan
sangat tergantung kepada apa yang dikenal dengan *“motivasi”.* Selama
seseorang mempunyai motivasi yang tinggi untuk menulis, maka dapat
dipastikan dia akan dengan mudah menulis setiap hari.   Masalahnya kemudian
adalah bagaimana kita dapat memperoleh motivasi atau apakah yang dapat
merangsang kita untuk termotivasi sehingga menjadi semangat untuk menulis.
Salah satu yang sangat penting dan kita semua patut mengucapkan terimakasih
adalah munculnya wadah yang bernama *“Kompasiana.com”<http://kompasiana.com/>
* ini, dengan saudara Taufik Mihardja, Edi Taslim, Iskandar, dan Pepih
Nugraha serta teman-teman lain yang mengawakinya.

*Kompasiana.com* telah menjadi motivator bagi banyak orang untuk mau
menulis.  Karena wadah inilah, maka akan banyak orang yang berminat untuk
menulis.  Dengan makin banyak orang menulis, dan juga semakin sering orang
menulis, maka akan semakin terasah lah kemampuannya menulis.  Akhirnya ,
maka akan bertambahlah jumlah penulis bangsa Indonesia.  Dengan bertambahnya
jumlah penulis, tentunya sangat diharapkan akan bertambah jugalah jumlah
orang terpelajar di Indonesia.  Karena dengan menulis maka pengetahuan
seseorang akan bertambah pula.

Bagaimana hubungannya antara kegiatan sering menulis dengan bertambahnya
pengetahuan seseorang.   Berikut ini saya ingin menceritakan kembali apa
yang pernah dikatakan oleh salah seorang senior dan juga guru saya.  Beliau
adalah DR Wahyono Phd, seorang purnawirawan perwira tinggi Angkatan Laut
berbintang dua.  Menjelang akhir tahun 1992 , saya baru naik pangkat kolonel
dengan jabatan Komandan Wing Taruna Akademi Angkatan Udara dan Pak Wahyono
sudah berpangkat Laksamana Muda, setara dengan Mayor Jenderal, perwira
tinggi bintang dua dan menjabat sebagai Komandan Jenderal Akabri.

Saya banyak berdiskusi dengan beliau untuk menimba pengetahuan yang banyak
dimilikinya.  Beliau adalah satu dari sangat sedikit perwira tinggi ABRI
yang menyandang gelar Phd dan merupakan salah satu pendiri SMA Taruna
Nusantara di Magelang.  Pak Wahyono juga satu dari sangat sedikit Perwira
Tinggi ABRI yang selalu menganjurkan para perwira yuniornya untuk menulis.
“Ayo, kamu para perwira muda harus banyak menulis dan menulis!” katanya
tanpa bosan-bosan.

Beliau dengan susah payah pada waktu itu telah menyusun dan mempersiapkan
AKABRI untuk  menjadi lembaga pendidikan yang  setara dengan lembaga
pendidikan lain yang dapat menghasilkan perwira dengan status “*sarjana*“,
paling tidak dengan disiplin ilmu *“kemiliteran*“.  Sayang, upaya beliau
ternyata tidak mendapat dukungan yang positif dari pimpinan ABRI pada saat
itu.   Namun demikian, hal itu tidaklah mengurangi respect atau rasa hormat
saya terhadap beliau.

Ada satu hal, yang pernah dikatakannya kepada saya pada waktu itu yang
sampai sekarang tetap melekat dikepala saya.  Beliau bercerita pada satu
kesempatan menganjurkan kepada seorang perwira muda untuk menulis.  Beliau
kemudian sangat menyesal dan jengkel dengan jawaban yang diterimanya, karena
perwira itu mengatakan bahwa : “Maaf, saya ini orang lapangan, tidak biasa
menulis”.

Di sinilah pak Wahyono mengatakan kepada saya bahwa :”Untuk menulis itu,
tidak tergantung kepada apakah perwira itu orang lapangan atau orang
kantoran, akan tetapi akan sangat bergantung pada *apakah kepala seseorang
itu ada isinya atau tidak.* Kalau kepala nya tidak ada isinya terus apa yang
akan ditulisnya?”  Agar supaya kepala ada isinya ya harus belajar dan
belajar itu antara lain adalah membaca!

Inilah pernyataan pak Wahyono yang sampai sekarang tidak pernah pergi dari
memori di otak saya.   Jadi bagi kita semua, itulah jawaban yang tepat untuk
sebuah pertanyaan : *” Malas Menulis ?”*

****


 
<http://multiply.com/bl/U2FsdGVkX18z5sGY.Ge1dofZev3SI9S9OjuXbu6gYOk.Jz-SZClEGw==/alert>

ATG

-- 
www.daengbattala.com

Kirim email ke