Kepemilikan Dalam Islam

Bismillahirrahmanirrahim

1. Pengertian Kepemilikan dalam Islam
"Kepemilikan"
sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang
artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang
terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam
genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan
ini direfleksikan dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang
berarti mempunyai kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat
mempergunakannya menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu
secara individual maupun kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya
dari memanfaatkan barang yang dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki
sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda motor itu dalam kekuasaan dan
genggaman Ahmad. Dia bebas untuk memanfaatkannya danorang lain tidak
boleh menghalanginya dan merintanginya dalam menikmati sepeda motornya.
Para
fukoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai
ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling
terkenal adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik"
adalah hubungan khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang
lain terhalang untuk memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa
untuk memanfaatkannya selama tidak ada hambatan legal yang
menghalanginya.
Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai
berikut. Ketika ada orang yang mendapatkan suatu barang atau harta
melalui caara-cara yang dibenarkan oleh syara', maka terjadilah suatu
hubungan khusus antara barang tersebut dengan orang yang memperolehnya.
Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang memperoleh barang (harta)
ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan mempergunakannya
sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang hambatan-hambatan
syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu
kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.
Dimensi lain dari
hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si empunya, tidak
berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan apapun
kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja
yang serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si
pemilik boleh saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang
yang kurang waras atau gila tetapi dalam hal memanfaatkan dan
menggunakan barang-barang "miliknya" mereka terhalang oleh hambatan
syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak dimiliki.
Meskipun
demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali, washi
(yang diberi wasiat) dan wakil (yangdiberi kuasa untuk mewakili).
2. Jenis-jenis Kepemilikan
Sebelumnya
perlu diterangkan di sini bahwa konsep Islam tentang kepemilikan
memiliki karakteristik unik yang tidak ada pada sistem ekonomi yang
lain. Kepemilikan dalam Islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan
mutlak atau absolut.
Pengertian nisbi di sini mengacu kepada
kenyataan bahwa apa yang dimiliki manusia pada hakekatnya bukanlah
kepemilikan yang sebenarnya (genuine, real) sebab, dalam konsep Islam,
yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah Allah SWT, Dialah
Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang sebenarnya. Apa
yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik Allah yang
untuk sementara waktu "diberikan" atau "dititipkan" kepada mereka,
sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep Islam,
harta dan kekayaan yang dimiliki oleh setiap Muslim mengandung konotasi
amanah. Dalam konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang
dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi kepenguasaan, kontrol dan
kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai dengan
kehendaknya namun pemanfaatan dan penggunaan itu tunduk kepada aturan
main yang ditentukan oleh Pemilik riil. Kesan ini dapat kita tangkap
umpamanya dalam kewajiban mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan
imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni orang-orang yang
membutuhkan.
Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua
yaitu kepemilikan sempurna (tamm) dan kepemilikan kurang (naaqis). Dua
jenis kepemilikan ini mengacu kepada kenyataan bahwa manusia dalam
kapasitasnya sebagai pemilik suatu barang dapat mempergunakan dan
memanfaatkan susbstansinya saja, atau nilai gunanya saja atau
keduaduanya.
Kepemilikan sempurna adalah kepemilikan seseorang
terhadap barang dan juga manfaatnya sekaligus. Sedangkan kepemilikan
kurang adalah yang hanya memiliki substansinya saja atau manfaatnya
saja. Kedua-dua jenis kepemilikan ini akan memiliki konsekuensi syara'
yang berbeda-beda ketika memasuki kontrak muamalah seperti jual beli,
sewa, pinjam-meminjam dan lain-lain.
3. Sebab-sebab Timbulnya Kepemilikan Sempurna.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan dalam syariah ada empat 
macam yaitu:
(1) kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan,
(2) akad,
(3) penggantian dan
(4) turunan dari sesuatu yang dimiliki.
Penjelasan
(1)
Kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan. Yang dimaksud
dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang (dapat
juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan
tidak ada larangan syara' untuk dimiliki seperti air di sumbernya,
rumput di padangnya, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di
sungai dan di laut. Kepemilikan jenis ini memiliki karakteristik
sebagai berikut :
a) Kepenguasaan ini merupakan sebab yang menimbulkan
kepemilikan terhadap suatu barang yang sebelumnya tidak ada yang memilikinya.
b) Proses kepemilikan ini adalah karena aksi praktis dan bukan karena ucapan 
seperti dalam akad.
Karena
kepemilikan ini terjadi oleh sebab aksi praktis, maka dua persyaratan
di bawah ini mesti dipenuhi terlebih dahulu agar kepemilikan tersebut
sah secara syar'i yaitu (i) belum ada orang lain yang mendahului ke
tempat barang tersebut untuk memperolehnya. Ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW, " Siapa yang lebih dahulu mendapatkan (suatu barang
mubah) sebelum saudara Muslim lainnya, maka barang itu miliknya." (ii)
Orang yang lebih dahulu mendapatkan barang tersebut harus berniat untuk
memilikinya, kalau tidak, maka barang itu tidak menjadi miliknya. Hal
ini mengacu kepada sabda Rasulullah SAW bahwa segala perkara itu
tergantung pada niat yang dikandungnya.
Bentuk-bentuk kepenguasaan terhadap barang yang diperbolehkan ini ada empat 
macam yaitu :
a) kepemilikan karena menghidupkan tanah mati.
b) kepemilikan karena berburu atau memancing
c) rumput atau kayu yang diambil dari padang penggembalaan atau hutan belantara 
yang tidak ada pemiliknya.
d) kepenguasaan atas barang tambang.
Khusus
bentuk yang keempat ini banyak perbedaan di kalangan para fukoha
terutama antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Bagi Hanafiyah, hak
kepemilikan barang tambang ada pada pemilik tanah sedangkan bagi
Malikiyah kepemilikan barang tambang ada pada negara karena semua
tambang, menurut madzhab ini, tidak dapat dimiliki oleh seseorang
dengan cara kepenguasaannya atas tanah atau tidak dapat dimiliki secara
derivatif dari kepemilikan atas tanah.


      
___________________________________________________________________________
Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru.
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. 
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kirim email ke