Sangat menyentuh! 
Memang benar bahwa pengalaman indah tidak mudah untuk dilupakan! bahkan tidak 
jarang menjadi sebuah alat untuk memotivasi kita dalam kesulitan.
http://www.klikrar.com




________________________________
Dari: inayah mangkulla <inayahmangku...@yahoo.com>
Kepada: klub-sas...@yahoogroups.com
Cc: blogger_makassar@yahoogroups.com; kandanga...@yahoogroups.com; 
panying...@yahoogroups.com
Terkirim: Rab, 18 November, 2009 18:14:28
Judul: [blogger_makassar] gadissurat : Kepada  BAHARUDDIN ISKANDAR NUR

  
Di depan, kau selalu berhasil membenihi pikiran-pikiran
kami dengan tatapanmu. Selesainya jatah mengajarmu maka akan lahirlah
umpatan 'dasar guru aneh!' atau 'huhh.. numpuk tugas lagi!' dari
mulut-mulut kami.
Sesekali (namun jarang) kau mendekat ke meja kami
memperhatikan cara menulis atau menilik sampul buku kami(?). Mungkin
bagimu, ada keterwakilan jiwa kami pada selera kami, termasuk dalam
pemilihan buku tulis. Sebagaimana kau pernah mencelotehi eRos(ni)
dengan Tao Ming Tse, asesoris dan bukunya full F4, masih getol-getolnya
Meteor Garden waktu itu. Tapi mungkin kau heran mengapa dia bisa akur
semeja denganku, si penyuka buku polos dengan kukarikaturi sendiri,
baik kover maupun isinya. Tak pelak, banyak kupanen protes dari guru
lain karena catatanku banyak coretan tak pentingnya. Tapi kau salah
satunya tak memprotesi hal itu. Hanya manggut-manggut saat kau membuka
salah satunya. Terima kasih! Ternyata ada juga yang menghargai
'ketidakpentingan' . Pantas saja, karena akhirnya saya juga tahu, kau
suka membuat tugas karanganku tidak penting bagimu, dicorat-coreti
olehmu dengan banyak keterangan koreksi sana-sini, begitupun dengan
karangan temanku. Mirip skripsi kakakku yang dicoreng-coreng oleh
pembimbingnya!
Ya, tidak penting! Kantin selalu lebih penting dari
Perpustakaan. Tapi kau lebih suka berdiam di sana sambil menikmati
lukisan Tuhan, sawah hijau** terbingkai apik oleh jendela Perpustakaan.
Tahun pertamaku di SMA itu, kau mencuri sebagian jatah berfikirku.
Apakah kau sepertiku; lebih senang dikepung buku? Maka pada suatu
istirahat, aku kaget luar biasa. Seorang pembina 'teraneh' di sekolah
menghampiri. Ada apa gerangan?
"Mau jadi pegawai perpustakaan?
Kulihat kau sering ke perpustakaan, kau boleh mengajak temanmu yang
lain!" Pegawai perpustakaan? Waowww, tawaran yang keren!
Cap-cap
negatif yang mampir di telingaku satu persatu tanggal seiring kami
membantumu merenovasi Perpustakaan, menata ulang buku-buku dan
membuatkannya nomor katalog yang rapi. Pemanis suasana dengan musik
dari tape pinjaman sekolah pun menjadi daya tarik orang-orang mampir ke
Perpustakaan. Pengunjungnya bertambah pesat dari hari ke hari. Saya tak
kan lupa adegan bertengkarku dengan eRos(ni). Saking semangatnya, dari
rumah dia membawa kaset-kaset boybandnya. Malah saya sering interupsi
bunyinya dengan kaset yang kubawa, beberapa keping kaset Iwan Fals.
Tahukah kau, sempat kutangkap senyumanmu melihat kelakuan kami. Heheheh!
Senang
bisa lebih mengenalmu walau sebenarnya saya sudah dikenalkan kepadamu
(walau hanya lewat cerita) oleh kakakku yang juga pernah jadi salah
satu muridmu. Dia bercerita tentang pementasan pertama KOCISA***. Dia
yang dipercaya menjadi pengiring musiknya dengan petikan gitarnya. Dia
percaya bahwa sosokmu bakalan berkilau bagiku. waktu itu saya masih
SMP. Firasat kakakku tak meleset. Hahahah!
Di bekali rasa penasaran,
hari-hari pertama berseragam abu-abu, aku nekat mendaftarkan diri saat
kau menawarkan Keanggotan KOCISA untuk siswa baru. Sayalah pengacung
tangan pertama itu, masih ingat? Hari latihan pertama, hampir seluruh
'daun-daun hijau' CISA datang tepat waktu. Kami dihantui teror-teror
senior kami bahwa kau sangat menilai orang dari kedisiplinannya.
Terlambat berarti gugur seleksi selamanya.
"Sudah hadir semuanya?" Tanyamu dengan mata khas, tatapan seolah men'scan' 
kejujuran kami.
"Ada dua orang lagi, Pak!" Jawab Pemimpin Latihan.
"Oke, hari ini saya bisa maklumi, tapi pertemuan selanjutnya jangan terlambat 
lagi. Beritahu teman kalian!"
Setelahnya,
kami segera berlingkaran hitam, memulai latihan yaitu berdoa dan
selanjutnya latihan pernafasan dengan teriak-teriak. Satu dua orang
yang mengintip di jendela ruang latihan pasti mengira kami 'gila'.
Hahahaha!




Belum
lama, pintu terketuk dari luar. Dua orang temanku yang terlambat
mengucapkan 'permisi' agar diizinkan bisa latihan. Maka kau menyuruhnya
bersudut ruangan. "Berdo'alah dulu, baru bisa bergabung dengan
teman-temanmu! ". Temankupun menurut, kami melanjutkan latihan sesuai
dengan arahanmu. Barulah lima menit kemudian, interupsi temanku yang
terlambat tadi membuyarkan konsentrasimu melatih kami.
"Pak, kami sudah selesai berdo'a!"
"Sudah bertemu dengan Tuhan?" Ha......! Tak mengarah kepadaku tapi pertanyaan 
itu seolah mengunci jiwaku saat itu juga...
Ya,
jiwaku sering terkunci oleh pernyataan-pernyata anmu, yang akhirnya
memberanikanku untuk lebih banyak bertanya lagi kepadamu. Salah satu
pertanyaan 'sensitif' kuajukan kepadamu akan menjadi semacam ajang
balas dendam telah mengunciku.
"Pak, mengapa memutuskan menjadi
guru? Bapak kan suka menulis, mengapa tak jadi penulis saja?" Aku
was-was, ada rasa menyesal terlalu nekat bertanya seperti itu kepadamu.
Tapi dengan bijak kau menjawab...
"Dengan menjadi guru, saya
berharap bisa memotivasi banyak orang untuk jadi penulis. Kalau saya
jadi penulis, maka saya hanya berhasil menjadi penulis 'sendirian'.
Saya ingin banyak orang mencintai dunia tulis-menulis. " Sama sekali tak
nampak ekspresi geram di wajahmu. Maka setelah selama ini merasa
terkunci, sekarang malahan merasa telah 'plus' digemboki oleh jawaban
itu.
Sebuah kunci akan sosokmu telah kusimpan erat. Kutemukan saat
engkau membacakan ujung sebuah cerpen yang kau hadiahkan untuk kami.
"Biarlah, aku akan jadi saksi bila Navis-Navis baru terlahir kembali!"
Walau akhirnya, kau menyerah karena merasa tak menemukan Navismu di
tempat itu. Kau memutuskan pindah, mungkin ke tempat yang menurutmu
akan lahir Navis baru, kami pun tak tahu dimana. Banyak teman-temanku
dihinggapi rasa bersalah sebab sering mengumpatimu, dan aku kecewa akan
ketidaksabaranmu. Tapi terima kasih, telah mengajariku membiasakan
melengkapkan namaku dengan nama almarhum Bapakku : Mangkulla. Tak
pernah kuberitahukan kepadamu, tapi mengapa kau tahu kalau beliau yang
terpenting di hidupku? Mungkin, Bapakku lebih berterimakasihnya
kepadamu. Kau telah menjadi guruku, mengajariku untuk memberinya
kesempatan untuk abadi di namaku.

Hem..., jika kau menemukan surat ini, kebahagiaan bagiku jika kau membalasnya! 
Saya tunggu...




nb :
*
Seorang Guru Bahasa dan Sastra di SMAku. Dia sekaligus pelopor Club
Sastra yang diberi nama KOCISA*** (Komunitas Pencinta Sastra). SMAku
sebenarnya adalah 'mantan' sawah, jadi dibelakang sekolah kami adalah
hamparan laut padi yang hijau**.


http://gadissurat. blogspot. com/
 

________________________________
 Buat sendiri desain eksklusif Messenger Pingbox Anda sekarang! 
Membuat tempat chat pribadi di blog Anda sekarang sangatlah mudah
 


      Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! 
http://id.mail.yahoo.com

Reply via email to