Mantap..!!!
ini baru supporter yg berbesar hati menerima kekalahan..

sekali lagi, saya tidak membenci Argentina...tapi saya memang tidak suka
sama si pelatihnya itu..lagipula, terlalu banyak orang yang mendukung
Argentina dan sebagain malah ikut2an gayanya Maradona kalau bicara..

jadi..sudah pesan tiket Maradona ?

hahahaha

2010/7/4 MRD Marowa <mar...@gmail.com>

> Secara tim, Jerman memang gila. Secara individu Argentina di atas Jerman.
> Tp kan ini pertarungan tim, jadi wajar Jerman menang.
> Dan emang harus diakui, Puzzle yg dirangkai Maradona amburadul, tdk
> menghasilkan gambar utuh. Artinya Maradona harusnya mengambil pelajaran
> bahwa sebaiknya dia gak ikut2an latah jadi pelatih.
>
> Saya teringat Sadaharu Ou, seorang legendaris baseball yg sampai saat ini
> Record homerun-nya tdk pernah terpecahkan. Setelah pensiun sbg pemain,
> mulailah dia merambah jadi pelatih, dan 'sukses' membawa tim asuhannya yg
> langganan juara liga menjadi langganan juru kunci. Sampai akhirnya beliau
> tau diri dan mundur. Artinya, jago sbg pemain sama sekali bukan jaminan
> sanggup meracik tim untuk memunculkan performa terbaik tiap pemain.
>
> Dengan rasa malu yg mendalam, selepas mundur dr pelatih, Ou belajar menjadi
> pelatih bertahun2, lalu berbekalkan nama besarnya selama jd pemain, ia
> kembali menduduki kursi pelatih, tp bukan dgn tim yg sudah kuat sebelumnya.
> Hitung2annya, kalo gagal, toh emang tim lemah. Dan hasilnya, Ou sanggup
> membetuk tim itu jadi tim papan atas, langganan juara. Sampai dia
> mengundurkan diri krn sakit.
>
> Apakah Maradona bisa belajar dr seorang Sadaharu Ou? Kalau tidak,
> sepertinya haram hukumnya untuk kembali ke dunia sepakbola, jadi pelatih.
>
> Kalau Maradona mau belajar dr Sadaharu Ou, nama harumnya akan kembali
> terkenang, walau sudah pernah dicaci-maki, dan dilupakan kebesaran namanya
> sbg pemain pada masa jayanya.
>
> Argentina kalah telak, Messi menangis, Maradona sedih, dan Argentina tidak
> sanggup memenuhi imbauan, "don't cry for me Argentina", namun saya tetap
> berpesta hari ini, krn bahannya sudah siap dr kemaren. Saat ini, kue2 sudah
> memenuhi markas jatibening. Makanan sbagian besar sudah jadi, tinggal
> menunggu sop konro yg sementara dlm proses pe-matang-an.
>
> Yg dekat ke jatibening, silakan datang untuk meratapi kekalahan Argentina
> dgn sop konro. Moga rasanya tidak ikut2an jadi pahit, seperti pahitnya tima
> Argentina menelan kekalahan telak dr Jerman.
>
> Piiiiiiiissssss,
> -DM-
> Kamus Bhs Daerah: http://kamusitas.com
> Blog PremanG: http://premang.catatanku.com
> Sent from my BlackBerry® wireless device
>
> -----Original Message-----
> From: deNun <daeng.c...@gmail.com>
> Sender: blogger_makassar@yahoogroups.com
> Date: Sun, 4 Jul 2010 09:21:08
> To: id-BlackBerry-Mks<id-blackberry-...@yahoogroups.com>;
> blogger_makassar<blogger_makassar@yahoogroups.com>
> Reply-To: blogger_makassar@yahoogroups.com
> Subject: [blogger_makassar] Addio Diego, Der Panzer Memang Yahud!
>
> Addio Diego, Der Panzer Memang Yahud!
>
> Beberapa saat sebelum pertandingan Jerman dan Argentina, di Twitter,
> saya beri skor 3 untuk Jerman , 2 untuk Argentina. Toleransi dua gol
> untuk Tim Tango karena mereka punya pemain yang sudah teruji skill
> individunya di klub. Juga karena naluri mencetak bola di atas
> rata-rata.
>
> Mestinya, Messi dari Barcelona, Tevez di Manchester City, dan Higuain
> di Real Madrid bukanlah kartu mati sebelum pertandingan digelar.
> Argentina layak memang. Itu kehendak para pecandu sepakbola.
> Kebanyakan.
>
> Tapi semua kini paham. Argentina ternyata bukan tim yang layak juara,
> bukan tim yang kuat dan trengginas seperti yang dimpikan oleh sebagian
> besar orang (yang lupa diri dalam ekspektasinya).
>
> Maradona, yang telah merilis keangkuhannya sebelum pertandingan memang
> layak diganjar cerca. Lelaki tua yang masih coba berganti kulit untuk
> semakin sombong di usia tuanya ini, trnyata bukan figur yang taktis
> meracik strategi. Dia ceroboh karena hendak berlari telanjang jika
> timnya menang. Dia pun gagal meramu kreatifitas pemainnya. Pun,
> Maradona menyebar psywar dengan melibatkan “dominasi tuhan” dalam
> pertandingan sepakbola a la anak manusia yang serba terbatas tentu
> bukan pernyataan yang bijaksana.
>
> Kemenangan telak Jerman atas Argentina skor 4-0, bagai serbuan tank
> panser yang merobek jantung pertahanan musuh. Pada musuh yang lupa
> diri, bahwa dalam pertandingan sepakbola kemampuan individu mestinya
> melebur dalam kerjasama antar lini, taktis dan cerdas merawat emosi.
> Pemain Jerman sukses memainkannya.
>
> ***
>
> “Bohong! Pasti bohongki pak!,” Kata anak saya Khalid “Donnie” Adam
> pagi ini saat saya jawab pertanyaannya ihwal hasil pertandingan
> semalam. Dia tak percaya saat saya bilang Messi dan Maradona menangis.
>
> “Deh, Jerman buat Argentina mencret (dia menyebut taccidi-cidi dalam
> bahasa Makassar),” Dia terkekeh. “Bagaimana dengan Spanyol?,” Katanya
> lagi. Semalam saya tidak kuat menonton Spanyol lawan Paraguay karena
> mengantuk. Kami berdua menjagokan Torres Cs di laga itu.
>
> Senyum Donnie mengembang saat saya bilang skor 1-0 untuk Spanyol
> setelah saya cek di www.livescore.com . “Yes!” Katanya. Satu gol David
> Villa mengantar mereka menuju pertarungan yang tentu akan seru:
> melawan Der Panzer!
>
> Lalu saya ingat obrolan sepulang dari shalat Jumat dengan Harry
> Ramadhan dan Ali Alyuddin di kantin gedung Koperasi kantor Gubernur
> Sulawesi Selatan tiga hari sebelumnya setelah . Mereka sahabat yang
> bekerja di salah satu proyek PBB di Sulawesi Selatan. Harry sangat
> menjagokan dan memuja Jerman.
>
> Saya akui bahwa Italia adalah tim favorit saya sedari dulu hingga
> kini, namun saat melihat Jerman mengalahkan Inggris, saya terpukau
> pada kolektifitas dan daya tarung Jerman yang mematikan. Harry
> menyenangi Jerman, saya Italia, mengingatkan pada formasi AXIS
> Jerman-Italia-Jepang saat perang dunia ke-2.
>
> Bagi kami, kelebihan Jerman ada pada counter attack yang efektif. Pun
> saat diserang lawan, kerjasama antar lini pertahanan mereka sangat
> kompak. Kapten Philip Lamm bukan sosok yang jangkung dan kokoh tapi
> perannya sungguh sentral. Penetrasinya saat menyerang dari sayap
> sungguh hebat.
>
> Pemain-pemain Inggris yang telah sesak publisitas dari media
> sepertinya kehilangan kreasi. Inggris bak singa ompong dalam medan
> pertarungan yang terbuka yang dimotori Khedira dan Oezil di lini
> tengah. Dua punggawa dari Turki ini sangat cekatan. Capello menelan
> ludahnya, dia dan pemainnya pulang lebih dulu.
>
> Seperti malam tadi, saat saya bersama nonton bareng dengan anggota
> group "Idbb-Makassar", Argentina pun dibuat tertekuk lutut. Malam itu,
> Green Point Stadium, Cape Town, bagai neraka untuk Maradona. Skill
> individu Messi, tackling dari Mascherano, power Burdisso, ketajaman
> Higuain sirna, dan nama besar Maradona pupus, menguap.
>
> ***
>
> Bersama Harry dan Ali kami sepakat atas cara apik Jerman menghadapi
> “singa sinetron” a la pemain Inggris adalah serangan balik yang
> mematikan itu. Inggris memang tidak ada apa-apanya.
>
> “Selain itu, jangan lupa,” Kata Harry yang sangat hapal momen-momen
> penting piala dunia dan kiprah pemain legendarir Jerman. “Tim Jerman
> adalah kumpulan pemain dengan tingkat intelektualitas di atas
> rata-rata. Jerman terkenal karena kecerdasan (tentu dengan
> ukuran-ukurannya) dan keberaniannya. Mereka petarung yang hebat,”
> Begitu Harry menjelaskan kelebihan tim favoritnya ini. “Mereka kokoh,
> tinggi dan bertenaga,” Lanjutnya.
>
> Tentu saja kombinasi fisik yang tinggi didukung kecerdasan yang
> mumpuni, siapapun lawannya pasti akan takluk. Kami melihat bahwa di
> atas lapangan faktor kecerdasan emosi dan skill bertanding adalah
> kunci kemenangan. Dengan kelebihan itu, mereka dapat meredam emosi,
> mengatur serangan dan melumpuhkan Argentina yang sangat individualis
> di perdelapan final.
>
> Itulah mengapa saat Perancis menjuarai piala dunia 1998, kecerdasan
> Lilian Thuram, Laurent Blanc, dan Zinedine Zidane jadi kartu hidup.
> Brazil kandas oleh kolektifitas si Ayam Jantan. Juga saat Karl Heinz
> Rummenigge, Gerard Mueller, Andreas Brehme, Olivier Bierhoff memuaskan
> para penikmat sepakbola negeri Bavaria di level Eropa dan dunia. Juga,
> saat Paolo Rossi, Giannini, Salvatore Schillaci, Ferrara, Costacurta,
> dan Buffon di Itali memberikan gelar kepada para Tifosi. Sepakbola
> yang indah, cerdas dan membanggakan.
>
> Itulah modal para fans dan pemain Jerman mengahadapi laga dengan Argentina.
>
> Karena faktor kecerdasan itulah, Argentina tidak berkutik di 15 menit
> pertama di pertandingan semalam. Satu gol dari Mueller di menit ke-3
> mematikan daya kreasi pemain-pemain. Skill dan keterampilan mereka di
> tengah lapangan sirna. Ini terlihat dari emosi pemain berlebih, kasar,
> dan egois dalam memanfaatkan bola.
>
> Dan sebagai penikmat sepakbola, saya seperti terbang saat melihat tiga
> gol lanjutan dari Miroslav Klose dan Friedriech. Selamat datang,
> kolektifitas sepakbola! Terima kasih Mertesacker, Oezil, Boateng,
> Khedira, Lamm dan yang lainnya. Sepakbola Jerman memang dahsyat!
>
> Addio Diego!, hei you, mau bilang apa lagi?
>
>
> Sungguminasa, 4 Juli 2010
>
> --
> _____________
> www.denung.wordpress.com
> www.denun.net
>
>
> ------------------------------------
>
> Komunitas Blogger Makassar
> http://www.angingmammiri.org/Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
> ------------------------------------
>
> Komunitas Blogger Makassar
> http://www.angingmammiri.org/Yahoo! Groups Links
>
>
>
>


-- 
Salam,

Ipul
Pokoknya Pearl Jam, Titik ! ™
http://daenggassing.com
http://bukitbaruga.wordpress.com/

Reply via email to