mengharukan...semoga di alam sanalah tempat yang paling...terbaik untuk Akbar...Amin...
2010/8/16 Amril Taufik Gobel <amri...@gmail.com> > > > > Kisah tentang Akbar dan Kepedulian Mahasiswa yang Menyentuh Hati > > Dikutip dari tulisan M.Ramli AT di Kompasiana: > http://regional.kompasiana.com/2010/08/16/tetap-ada-nurani-di-tamalanrea/ > > > Maaf karena tidak sempat menginformasikan sebelumnya atas kepergian adik > kita Akbar ke alam yang lebih tenang. Begitulah Echy, seorang mahasiswa > sosiologi Unhas, menulis di inbox FB yang kubaca malam hari. Sengaja saya > tidak memuat semua isi kalimatnya karena alasan*privacy*. Mendapat kabar > itu, mengertilah saya apa yang sudah terjadi. Akbar, sorang anak penderita > tumor ganas itu telah pergi menghadap Sang Penyembuh segala derita. > <http://stat.kompasiana.com/files/2010/08/copy-of-sdc127948.jpg> Akbar > dan penyakit tumor yang dideritanya sebelum kembali ke Sang Pencipta > Akbar sebelumnya adalah seorang anak energik dan ceria. Meski pun tumbuh > dalam keluarga yang pas-pasan secara ekonomi, dia masih menjalani kehiduan > seorang anak secara normal. Pagi-pagi bersemangat ke sekolah; sore hari > bermain sepuasnya bersama kawan-kawan seusianya. Entah karena pengaruh > euforia piala dunia, sepak bola adalah permainan yang paling digemarinya > akhir-akhir ini. > > > Suatu ketika Akbar pulang dengan keluhan sakit di sekitar bawah lutut > kanannya. Awalnya, sakit itu akibat benturan ketika bermain bola. Tetapi > setelah berhari-hari, sakit itu tak kunjung reda. Malah semakin membuat > Akbar tak tahan menahannya, apalagi setelah mulai muncul benjolan di sekitar > daerah yang sakit. > > Maka di awal Januari lalu, Akbar yang tinggal di Desa Pallantikang, > Kabupaten Maros, dibawa ayahnya ke Puskesmas terdekat. Hasinya, kaki Akbar > dinyatakan terserang tumor yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Berita > itu bagai petir menyambar keluarga yang hanya hidup sebagai buruh tani itu. > Keserbaterbatasan menjadikan keluarga itu hanya mampu mendekap derita salah > satu anggotanya berbulan-bulan, sambil berusaha mencari pengobatan > alternatif. Barulah pada bulan Mei, dengan harapan yang tersisa, keluarga > itu mencoba kembali ke rumah sakit daerah. Lagi-lagi keluarga itu > diberitakan bahwa Akbar menderita penyakit tumor ganas. > > Hari-hari keluarga itu pun dilalui dengan kegamangan di antara > pilihan-pilihan yang serba mencemaskan: operasi, amputasi, biaya yang tak > terjangkau. Seluruh perhatian anggota keluarga lainnya hampir sepenuhnya > tertuju ke Akbar. Bahkan dalam keserbaterbatasan itu, saudara-saudaranya > yang lain rela berhenti sekolah dan hanya mengurus Akbar yang semakin tidak > berdaya. Mereka berfokus merawat Akbar, sambil mengerahkan segala daya yang > tersedia mencari biaya untuk kesembuhan anggota keluarga kesayangan itu. > > Dan sekitar tigapuluh kilometer dari tempat keluarga Akbar bermukim, cerita > itu pun sampai ke beberapa mahasiswa sosiologi, Universitas Hasanuddin. > Sejumlah mahasiswa ini rupanya tersentuh oleh cerita tentang nasib Akbar dan > keluarganya. Mereka pun berinisiatif mencari jalan membantu keluarga yang > malang itu. > > Dimulai dari uang saku mereka sendiri yang tak seberapa, usaha bantuan > kemanusiaan untuk Akbar dimulai. Sadar kemampuan finansial mereka sebagai > mahasiswa juga sangat terbatas, usaha pun diperluas menjadi program > mahasiswa fakultas. Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP pun dilibatkan. > Koordinasi juga dilakukan ke berbagai lembaga yang bersedia menjadi donatur > bagi usaha pengobatan penyakit yang diderita Akbar. > > > Atas usaha mahasiswa itu, Akbar yang berparas ganteng itu pun mulai dirujuk > ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo di Makassar. Karena Akbar belum juga > dirawat inap, maka biaya transportasi dari desa tempat tinggal Akbar yang > agak terpencil cukup menjadi beban. Apalagi menengok keluarga ini cukup > menyita waktu, serta menganggu pula perasaan nyaman Akbar jika harus selalu > menempuh perjalanan yang cukup jauh saat memeriksakan diri ke rumah sakit. > Maka Echy, salah seorang mahasiswa itu, bahkan rela rumahnya di Kompleks > Bumi Tamalanrea Permai dijadikan tempat menginap bagi Akbar. Maka selain di > sekretariat himpunan mereka di kampus, di rumah ini pula segala persiapan > dilakukan sejumlah mahasiswa itu bagi usaha meringankan penderitaan Akbar. > Pemeriksaan dan konsultasi terus dilakukan dengan pihak dokter. Dan > kesimpulan diagnosis dokter tak pernah berubah, ini penyakit tumor yang > membutuhkan amputasi. Ditambah kalimat yang semakin mendebarkan: segera jika > tak ingin terlambat! > > Dalam suasana demikian, sebuah lembaga donor menyatakan siap mencukupkan > dana yang mereka kumpulkan secara mandiri. Tetapi masalah lain timbul. > Menurut penuturan sejumlah mahasiswa itu, keluarga Akbar tak bisa > membayangkan anak mereka kehilangan kaki jika harus diamputasi. Keadaan ini > menyebabkan penanganan Akbar terus diundur berlarut-larut. Bahkan keluarga > kembali berfikir mencari pengobatan alternatif. > > > Dalam suasana seperti itulah, Akbar dipanggil Sang Khalik. Dia berpulang di > tengah-tengah usaha banyak orang yang mencintainya. Di Tamalanrea pagi itu, > tempat kampus Unhas berdiri berdampingan dengan RSUD Wahidin yang sempat > merawat Akbar, beberapa mahasiswa tampak berkaca-kaca menceritakan > perjalanan nasib Akbar. > > *Muhammad Ramli AT* > > ******* > > ATG > -- > www.daengbattala.com > www.amriltgobel.multiply.com > www.meme.yahoo.com/amriltg > www.facebook.com/amriltg > www.plurk.com/amriltg > www.twitter.com/amriltg > www.daenggammara.com > > > -- http://haerulsohib.blogdetik.com http://haerulsohib.blogspot.com Senyum manis, senyum cerah, senyum bahagia, senyum keihklasan, & PISS Yaw...:)