Cara Mudah Meraih Berkah

Segala puji bagi Allah, Maha Pemberi Keberkahan. Shalawat dan salam  semoga 
senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan  sahabatnya. 

Barokah atau berkah selalu diinginkan oleh setiap  orang. Namun sebagian 
kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah  sehingga hal-hal keliru pun 
dilakukan untuk meraihnya. Coba kita  saksikan bagaimana sebagian orang ngalap 
berkah dari kotoran sapi. Ini  suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. 
Inilah barangkali karena  salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara 
meraihnya. Sudah  sepatutnya kita bisa mendalami hal ini.
Makna Barokah
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna 
bertambah atau berkembangnya sesuatu.[1] Tabriik adalah mendoakan seseorang 
agar 
mendapatkan keberkahan. Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah 
atau “ngalap berkah”.
Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah langgengnya  
kebaikan, 
kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa  bermakna 
kedua-duanya[2].  Sebagaimana do’a keberkahan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi 
wa 
sallam  yang sering kita baca saat tasyahud mengandung dua makna di atas.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud dari ucapan  do’a “keberkahan 
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena engkau  telah memberi keberkahan 
kepada keluarga Ibrahim, do’a keberkahan ini  mengandung arti pemberian 
kebaikan 
karena apa yang telah diberi pada  keluarga Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut 
adalah langgengnya kebaikan  dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. 
Inilah hakikat  barokah”.[3]
Seluruh Kebaikan Berasal dari Allah
Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari  orang 
lain, 
sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita  tahu bahwa seluruh 
kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah. Allah Ta’ala berfirman,
قُلِ  اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ  
الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ  
بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan  kerajaan 
kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan  dari orang yang 
Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau  kehendaki dan Engkau 
hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. 
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”  (QS. Ali Imron: 26). Yang 
dimaksud ayat “di tangan Allah-lah segala  kebaikan” adalah segala kebaikan 
tersebut atas kuasa Allah. Tiada  seorang pun yang dapat mendatangkannya 
kecuali 
atas kuasa-Nya. Karena  Allah-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Demikian 
penjelasan dari  Ath Thobarirahimahullah.[4]
Dalam sebuah do’a istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam disebutkan,
وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ
“Seluruh kebaikan di tangan-Mu.” (HR. Muslim no. 771)
Begitu juga dalam beberapa ayat lainnya disebutkan bahwa nikmat (yang  
merupakan 
bagian dari kebaikan) itu juga berasal dari Allah. Dan nikmat  ini sungguh 
teramat banyak, sangat mustahil seseorang menghitungnya.  Allah Ta’ala 
berfirman,
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya)” (QS. 
An Nahl: 53).
قُلْ إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ
“Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah” (QS. Ali Imron: 73).
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya” (QS. 
Ibrahim: 34 dan An Nahl: 18).
Kita telah mengetahui bahwa setiap kebaikan dan nikmat, itu berasal  dari 
Allah. 
Inilah yang disebut dengan barokah. Maka ini menunjukkan  bahwa seluruh 
barokah, 
berkah atau keberkahan berasal dari Allah semata.[5]
Berbagai Keberkahan yang Halal
Setelah kita mengerti dengan penjelasan di atas, maka untuk meraih  barokah 
sudah dijelaskan oleh syari’at Islam yang mulia ini. Sehingga  jika seseorang 
mencari berkah namun di luar apa yang telah dituntunkan  oleh Islam, maka ia 
berarti telah menempuh jalan yang keliru. Karena  ingatlah sekali lagi bahwa 
datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari  Allah.
Perlu diketahui bahwa keberkahan yang halal bisa ada dalam hal  diniyah dan hal 
duniawiyah, atau salah satu dari keduanya. Contoh yang  mencakup keberkahan 
diniyah dan duniawiyah sekaligus adalah keberkahan  pada Al Qur’an Al Karim, 
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum.   
Keberkahan seperti ini juga terdapat pada majelis orang sholih,  keberkahan 
bulan Ramadhan, keberkahan makan sahur. Keberkahan pada hal  diniyah saja 
semisal pada tiga masjid yang mulia yaitu masjidil harom,  masjid nabawi, dan 
masjidil aqsho. Sedangkan keberkahan pada hal  duniawiyah seperti keberkahan 
pada air hujan, pada tumbuhnya berbagai  tumbuhan, keberkahan pada susu dan 
hewan ternak.[6]
Ada satu catatan yang perlu diperhatikan. Keberkahan yang halal di  atas kadang 
diketahui karena ada dalil tegas yang menunjukkannya, kadang  pula dilihat dari 
dampak, di sisi lain juga dilihat dari kebaikan yang  amat banyak yang 
diperoleh. Namun untuk keberkahan dalam hal duniawiyah  bisa diperoleh jika 
digunakan dalam ketaatan pada Allah. Jika digunakan  bukan pada ketaatan, itu 
bukanlah nikmat, namun hanyalah musibah.[7]
Contoh Ngalap Berkah yang Halal
Kami contohkan misalnya keberkahan orang sholih, yaitu orang yang sholih secara 
lahir dan batin[8],  selalu menunaikan hak-hak Allah. Di antara keberkahan 
orang 
sholih  adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan 
 
memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di  
akhirat 
yaitu tidak akan sengsara[9]. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ 
وَلَا يَشْقَى
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa  yang 
mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 
123).
Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan.  Mereka 
begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat  sehingga banyak 
orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang  dimaksudkan. Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai 
pewaris para nabi.
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”.[10]
Keberkahan juga bisa diperoleh jika seseorang berlaku jujur dalam jual beli. 
Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ  بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا 
بُورِكَ  لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ  
بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak  khiyar 
(membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum  berpisah. Jika 
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan  mendapatkan keberkahan dalam 
jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan  tidak terbuka, maka keberkahan jual 
beli antara keduanya akan hilang”.[11]
Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka 
keberkahan 
pun akan mudah datang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan 
pada 
Hakim bin Hizam,
يَا حَكِيمُ  إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ 
بِسَخَاوَةِ  نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ 
لَمْ  
يُبَارَكْ لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ  الْعُلْيَا 
خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis.  Barangsiapa yang 
mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan  tidak mengemis), maka 
harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa  yang mencarinya untuk 
keserakahan, maka harta itu tidak akan  memberkahinya, seperti orang yang makan 
namun tidak kenyang. Tangan yang  di atas lebih baik daripada tangan yang di 
bawah”[12] Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi 
orang  yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan  
tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan  harta, 
maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang  lapang.[13]
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Qona’ah dan selalu  merasa cukup dengan 
harta yang dicari akan senantiasa mendatangkan  keberkahan. Sedangkan mencari 
harta dengan ketamakan, maka seperti itu  tidak mendatangkan keberkahan dan 
keberkahan pun akan sirna.”[14]
Begitu pula keberkahan dapat diperoleh dengan berpagi-pagi dalam mencari rizki. 
Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau 
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya  pada pagi hari. Sahabat Shokhr 
sendiri adalah seorang pedagang. Dia  biasa membawa barang dagangannya ketika 
pagi hari. Karena hal itu dia  menjadi kaya dan banyak harta.[15]
Ngalap Berkah yang Keliru
Ngalap berkah yang keliru di sini karena tidak ada dasar pegangan  dalil yang 
kuat di dalamnya. Di sini kami akan contohkan beberapa hal  yang termasuk 
ngalap 
berkah yang keliru.
Pertama: Tabarruk dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau 
wafat.
Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau. Bentuknya adalah 
seperti meminta do’a dan syafa’at dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 
di  sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan, “Wahai Rasul,  ampunilah 
aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah kepada Allah agar  mengampuniku dan 
menunjuki 
jalan yang lurus”. Perbuatan semacam ini  bahkan termasuk kesyirikan karena di 
dalamnya terdapat bentuk permintaan  yang hanya Allah saja yang bisa 
mengabulkannya.[16]
Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa 
sallam lantas mengambil berkah dari kuburnya dengan mencium atau mengusap-usap 
kubur tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Para 
ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menziarahi kubur Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para nabi dan orang sholih 
lainnya, termasuk juga  kubur para sahabat dan ahlul bait, ia tidak dianjurkan 
sama sekali  untuk mengusap-usap atau mencium kubur tersebut.”[17] Imam Al 
Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan adalah adat Nashrani dan 
Yahudi”.[18]
Kedua: Tabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya.
Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak  diperkenankan 
tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium atau  mengusap-usap kubur tersebut, 
maka lebih-lebih dengan kubur orang  sholih, kubur para wali, kubur kyai, kubur 
para habib atau kubur  lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta dari 
orang sholih  yang telah mati tersebut dengan do’a “wahai pak kyai, 
sembuhkanlah  
penyakitku ini”, “wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari  
lilitan 
hutang”, “wahai wali, lancarkanlah bisnisku”. Permintaan seperti  ini hanya 
boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa  mengabulkan. Sehingga 
jika do’a semacam itu ditujukan pada selain Allah,  berarti telah terjatuh pada 
kesyirikan.
Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul,  yaitu meminta 
orang sholih yang sudah tiada untuk berdo’a kepada Allah  agar mendo’akan 
dirinya.
Ketiga: Tabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya.
Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap  berkah 
dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo  Kyai 
Slamet), 
termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang tercela  dan sebab  terjadinya 
kesyirikan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun pohon,  bebatuan dan benda 
lainnya ... yang dinama dijadikan tabarruk atau  diagungkan dengan shalat di 
sisinya, atau semacam itu, maka semua itu  adalah perkara bid’ah yang mungkar 
dan perbuatan ahli jahiliyah serta  sebab timbulnya kesyirikan.”[19]
Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw terhadap  orang 
sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih  keberkahan dari 
Nabi 
shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah  beliau wafat adalah dengan ittiba’ atau 
mengikuti setiap tuntunan  beliau, sedangkan kepada orang sholih adalah dengan 
mengikuti ajaran  kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai 
dengan  tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.
Penutup
Dari penjelasan di atas, sebenarnya banyak sekali jalan untuk meraih  
keberkahan 
atau ngalap berkah yang dibenarkan. Oleh karena itu, sudah  sepantasnya kita 
mencukupkan dengan hal itu saja tanpa mencari berkah  lewat jalan yang keliru, 
bid’ah atau bernilai kesyirikan. Carilah  keberkahan dengan beriman dengan 
bertakwa pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّ  أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ 
بَرَكَاتٍ  مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا 
 
كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa,  pastilah Kami 
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan  bumi, tetapi mereka 
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa  mereka disebabkan 
perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kita berbagai keberkahan. Amin Yaa Mujibbas 
Saailin.
Alhamdulillahilladz i bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
 
Disusun di Panggang-GK, 27 Sya’ban 1431 H (7 Agustus 2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho. com 

Reply via email to