SUARA PEMBARUAN DAILY

O p i n i

Antara Budaya Betawi dan Tionghoa

TIDAK bisa dipungkiri, budaya Betawi tidak terlepas dari budaya Tionghoa. Sebut saja musik tradisional tanjidor yang biasa dipakai masyarakat Betawi adalah juga bagian dari kebudayaan Tionghoa.

"Karena itu, selama budaya Betawi masih hidup, budaya Tionghoa pun akan hidup. Keduanya harus berjalan beriringan," ujar Ketua Umum Badan Musyawarah (Bamus) Betawi, Fauzi Bowo, baru-baru ini.

Fauzi yang juga Wakil Gubernur DKI Jakarta itu mengharapkan, dengan keterbukaan sekarang ini, di mana warga etnis Tionghoa bebas merayakan Tahun Baru Imlek, masyarakat Tionghoa harus lebih ke depan lagi dengan membangun potensi-potensi yang ada untuk memajukan Kota Jakarta.

Dia mengharapkan, peranan masyarakat etnis Tionghoa lebih banyak lagi, sehingga semakin dapat dilihat dan dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Dia juga menilai, adanya kegiatan Pemilihan Koko dan Cici, semakin menggambarkan bahwa generasi muda masyarakat Tionghoa juga semakin terbuka, dan merasa memiliki Kota Jakarta, serta bangsa Indonesia.

"Dengan adanya materi wawasan kebangsaan, cinta mereka terhadap Kota Jakarta dan negeri ini akan semakin dalam," kata dia.

Karena itulah, Fauzi meminta acara ini harus tetap konsisten digelar setiap tahunnya sehingga generasi muda tidak mudah meninggalkan tradisi budayanya.

Wali Kota Jakarta Barat, Fadjar Panjaitan menilai, Pemilihan Koko dan Cici tahun ini dilaksanakan dengan penuh pertimbangan, antara keprihatinan nasional dan kebutuhan suksesi yang strategis dalam pembinaan dan pemberdayaan generasi muda sebagai duta remaja dan duta pariwisata Jakarta.

Karena itu, Fadjar mengharapkan kegiatan kali ini melahirkan duta wisata yang cerdas, berkualitas, serta kreatif, dan inovatif dalam menumbuhkembangkan jati diri budaya bangsa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.

"Tidak hanya wajah yang gagah dan cantik, tetapi juga diperlukan kecerdasan dan kualitas dalam berpikir. Karena bangsa ini sangat memerlukan generasi yang tangguh, dan berkualitas," ujar Fadjar.

Keragaman

Sementara itu, Kasudin Pariwisata Jakarta Barat, Abdul Chair mengatakan, pemilihan Koko dan Cici kiranya dapat dijadikan atraksi yang menarik sebagai pembentukan keragaman etnis di Indonesia, khususnya Kota Jakarta.

Para peserta kata dia, dituntut memiliki intelektual tinggi, terampil berperilaku, dan berdedikasi terhadap pembangunan kepariwisataan Kota Jakarta dengan rasa tanggung jawab yang besar dalam tugas dan fungsinya.

Sebagai pelopor kegiatan ini, kata dia, Sudin Pariwisata Jakarta Barat akan terus berbenah diri agar kegiatan di tahun-tahun mendatang lebih baik, dari segi kualitas acara, dan kualitas peserta.

Sedangkan Ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) DKI Jakarta, Husen Buntara Sjarifudin mengatakan, penyelenggaraan pemilihan Koko dan Cici akan lebih baik dan berkualitas jika tidak hanya berpatokan sebagai pengembalian seni budaya dan tradisi etnis Tionghoa.

Tetapi, harus digelar dan dikemas sebaik mungkin, paling tidak seperti Pemilihan Abang dan None tingkat Jakarta.

Dia juga merasa prihatin karena sejak digelar 2002 lalu, Jakarta sebagai pelopor kegiatan ini dirasakan masih kalah dengan daerah-daerah lain yang boleh dikatakan baru menggelar kegiatan serupa.

"Daerah-daerah lain lebih maju. Karena itu di tahun mendatang harus lebih baik lagi," kata Husen. (M-16)


Last modified: 16/2/05


.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.



Yahoo! Groups Sponsor
ADVERTISEMENT


Yahoo! Groups Links

Reply via email to