setuju...setuju...sebaiknya kita pindah pokok bahasan saja..
setahu saya karena saya memang berasal dari singkawang, bahasa yang dipakai
oleh orang pontianak dan singkawang sama saja hanya intonasinya saja yang
berbeda.

----- Original Message -----
From: "tan_ryan_alexander" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Sent: Friday, April 22, 2005 7:26 PM
Subject: [budaya_tionghua] Re: [Himbauan] Diskusi Falungong Sampai di Sini
dan sharing Tentang orang HAKKA


>
>
>
> RE :  [Himbauan] Diskusi Falungong Sampai di Sini  & Sharing tentang
> orang Hakka
>
> Saya setuju dengan moderator, seperti yang saya bilang dulu,
> sudahlah biarkan saja mereka belajar Sejati-Baik-Sabar, toh itu baik
> juga. Ndak usah ditekan terus, apalagi mereka sedang kesulitan, masa
> kita tambah-tambahin kesulitannya. Buku Zhuan Falun saya sudah baca,
> gak ada politiknya sama sekali, kalau mau dicek sendiri ada di
> Gramedia. (bukan promosi, aliran saya kan Buddha, tapi hanya sekedar
> ngasih tau)
>
> Pendapat singkat saya begini, kelompok apapun yang disiksa disana
> oleh pemerintah, kalau mereka mengadakan permohonan (meskipun
> damai); tetap saja dianggap berpolitik, karena itu dianggap
> berhubungan dengan pemerintah. Kalau gitu ya jadi susah, langsung
> disandangkan etiket "berpolitik" seperti itu. Kemanapun gak
> ada
> jalan untuk memohon. Setahu saya, Zhong Nan Hai memang dibuat oleh
> pemerintah Tiongkok sebagai kantor permohonan bagi masyarakat, jadi
> harusnya nggak ada masalah kalau rakyat memohon kesana, tapi kenapa
> dituduh berpolitik? Perihal dikatakan mengepung, itupun bukan
> mengepung, tapi berkumpul bersama mengajukan permohonan. Saya waktu
> meneliti soal ini pernah melihat video rekaman di Zhong Nan Hai,
> polisi mengatur para pemohon membentuk lingkaran mengelilingi gedung
> pusat pemerintahan itu supaya tidak melebar ke jalan (agar lalu
> lintas tetap lancar), karena waktu itu yang datang banyak sekali.
> Mengelilingi bukan berarti mengepung. Dan selalu berusaha berdialog
> dengan pemerintah bukan berarti anti pemerintah RRT. Menemui
> langsung pihak penganaiya, menjelaskan fakta sebenarnya, seharusnya
> tidak ada masalah. Ya kan.
>
> Tentang koran Dajiyuan, saya setuju dengan pendapat Bp. Rinto dulu,
> yaitu koran ini adalah media umum, bukan media Falun Gong meskipun
> banyak terdapat berita penganiayaan. Kebetulan koran ini berani
> mengungkap berita yang suka ditutup-tutupi. Saya kerja di media
> tahu, media harusnya berani lapor berita baik maupun buruk. Dan
> kalau benar media itu beritanya bohong, dari dulu udah dibredel,
> dimanapun dia terbit. Beritanya fakta semua, tidak ada yang bohong.
> Kalau di media gini, kita menyajikan fakta dan berita, kalau redaksi
> mau memberikan pendapat atau komentar, itu biasanya ditaruh di
> bagian Editorial atau tajuk rencana. Di Dajiyuan juga begitu, koran
> Kompas atau Media Indonesia juga. Media boleh memberikan analisa dan
> pendapat.
>
> Ok, mudah-mudahan masalah ini tidak diperpanjang. Saya beralih ke
> bahasan orang hakka, saya pernah baca di Suara Merdeka di Semarang;
> orang-orang khek itu  sebetulnya yang datang ada beberapa gelombang
> ke indonesia, nah yang paling baru (terakhir) itu yang umumnya
> disebut "sin Khek" sama orang-orang. Nah para sin khek ini
> memang
> lebih menganggap diri mereka lebih tinggi; bahkan dibandingkan
> dengan orang-orang khek yang sudah lama tinggal di indonesia.
> Keturunan orang-orang khek yang sudah lama tinggal di indonesia itu
> umumnya hanya bisa bahasa mandarin (belakangan malah generasi
> mudanya udah ga bisa); sedangkan mereka selain bisa bahasa mandarin
> juga bisa bahasa khek. Jadi mereka memandang rendah orang-orang
> chinese yang nggak bisa bahasa khek. Saya tersenyum ketika membaca
> pengalaman sang narasumber di situ, saya lupa namanya, tapi dia
> adalah salah satu bos besar pemilik perusahaan di semarang, dia
> cerita pengalamannya katanya dulu (dia orang keturunan yang generasi
> pertama datang ke indonesia), demi mendapatkan restu orang tua dari
> istrinya yang merupakan sin khek, untuk meluluhkan hati mereka, dia
> terpaksa harus belajar bahasa khek dulu selama satu tahun baru
> setelah itu orang tua sang pujaan hati berhasil "luluh" baru
> menerima sang calon menantu berkat kegigihannya ..
>
> >>> Setahu kami, orang khek itu ada 2, yaitu Mei Xien ( Mayoritas di
> Sumatera Utara dan Jawa ???) dan Thai Phu ( Mayoritas di Pontianak),
> dialek bahasanya agak beda.
>
> Saya pernah ke pontianak, mayoritas mereka adalah orang Tio Ciu,
> bahasa umumnya juga bahasa Tio Ciu. Kalo bisa bahasa Tio Ciu, wah
> enak deh nawar barang dan belanja disana. Sedangkan di singkawang,
> nah itu baru orang Khek semua, disana orang ngomong semua pakai
> bahasa Khek. Saya sendiri orang Khek juga, gong-gong dan po-po
> (kakek dan nenek) pun berasal dari Mei Xian, Canton. tapi pendidikan
> keluarga tidak pernah menganggap kita eksklusif, namun seperti
> layaknya orang Tionghoa, kerja keras, ulet dan jangan mudah menyerah
> dalam kehidupan yang sulit sekalipun. Anda pernah membaca kisah
> pendiri grup Hero, bapak Kurniawan? wah... itu semangatnya patut
> kita contoh.
>





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to