Menyusuri Jalan Cheng Ho --- Semarang: Ibukota Jawa Tengah

cri

Ketika menginjakkan kaki di Semarang, wrtawan sempat menyaksikan di kanan kiri jalan terdapat banyak toko-toko, pemandangannya sangat ramai. Semarang yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, adalah ibukota Propinsi Jawa Tengah, luasnya mencapai 360 kilometer persegi, dan populasinya 3 juta lebih. Sebagai kota besar ke-5 Indonesia, Semarang adalah pelabuhan perdagangan yang maju dan juga kota pelabuhan yang sangat terkenal.

Anggota Panitia setempat untuk Memperingati 600 tahun Perjalanan Cheng Ho, yang juga pakar riset Cheng Ho, Ke Donghai memperkenalkan kepada wartawan, bahwa Semarang mulai terkenal dari abad ke-16, pada waktu itu, Semarang adalah tempat yang belum dibuka, maka belum mempunyai nama kota. Setelah Cheng Ho tiba di sana, pribumi dan masyarakat Tionghoa setempat untuk memperingati Cheng Ho, maka menamakan kotanya Semarang. Orang setempat selalu menganggap, bahwa setelah Cheng Ho berkunjung, Kota Semarang baru menarik banyak perantau Tionghoa datang mencari nafkah dan menetap di sana, dan mengembangkan Semarang menjadi kota bisnis pelabuhan yang makmur dan ramai.

Ke Donghai adalah keturunan ke-8 perantau Tionghoa yang berasal dari Kota Putian, Propinsi Fujian, Tiongkok tenggara. Leluhurnya sangat mungkin datang ke Semarang bersama Cheng Ho. leluhurnya mengatakan kepada Ke Donghai, bahwa pada waktu itu, Semarang sangat terbelakang, meluku tanah dengan dihela orang, tidak pandai bercocok tanam, Cheng Ho lah yang mengajari orang setempat meluku tanah dengan kerbau, dan mengajari mereka menanam padi serta membuat mie. Supaya mengurangi rasa rindu pengikutnya atas kampung halamannya, kacang merah setempat juga dibawa Cheng Ho dari Tiongkok, sejak itu, orang Semarang juga menyukai kacang Tiongkok itu.

Di komunitas masyarakat Tionghoa di Semarang, pemimpin masyarakat Tionghoa dan tokoh-tokoh terkemuka kalangan masyarakat Tionghoa setempat begitu mengetahui bahwa wartawan mendatang ke Semarang khusus untuk meliput hal mengenai Cheng Ho, mereka saling memberitahu, saling menelepon, dan beramai-ramai mendatang menemui wartawan. Menurut perkenalannya, tempat ini adalah tempat reklamasi awal masyarakat Tionghoa, menjadi komunitas masyarakat Tionghoa setelah Cheng Ho datang, dan dibangun China Town yang berskala besar, ini juga di bawah dorongan semangat Cheng Ho, masyarakat Tionghoa generasi demi generasi merintis usaha, dan memberi sumbangan untuk kemakmuran Kota Semarang.

Masyarakat dan perantau Tionghoa dan penduduk setempat sangat menghormati Cheng Ho. Karena Cheng Ho mendarat di Semarang pada tanggal 30, bulan 6 penanggalan Imlek, hingga kini, pada hari itu setiap tahun, pasti dirayakan dengan meriah, banyak orang berziarah ke Kuil Cheng Ho. Yang sangat menarik ialah, meskipun syair di atas bilah bambu untuk ramalan semua ditulis dalam bahasa Indonesia, tapi semua isinya adalah cerita percintaan dalam sejarah Tiongkok. Orang yang mengurus bilah bambu untuk ramalan bukan biksu yang mengenakan kasaya, tapi adalah umat Islam yang mengenakan songkok.

Kota yang diberi nama orang Tionghoa di luar negeri jarang terdapat, masyarakat Tionghoa setempat merasa sangat bangga karenanya, dan justru masyarakat Tionghoa dan penduduk setempat yang memakmurkan Kota Semarang. Penduduk Semarang membangun altar Sam Po Kong, di dekatnya terdapat kuburan serta batu nisan asistan Cheng Ho, Wang Jinghong, dan kuburan juru mudi armada kapal Cheng Ho, Wang Dexing, dan sering disembahyangi oleh penduduk setempat.

(Jinghua, Haifeng)

http://id.chinabroadcast.cn/1/2005/07/05/[EMAIL PROTECTED]

Pelayaran Cheng Ho dan Terbentuknya Kampung Suku di Pulau Bali

China News Agency

Wartawan China News Agency untuk " Menjajaki Jalan Cheng Ho " baru-baru ini berkunjung ke kampung suku di Pulau Bali. Kampung itu penuh diliputi suasana bangsa Indonesia, sementara meninggalkan kesan yang mendalam mengenai pelayaran Cheng Ho ke Samudera Hindia dan Pasifik. Seorang keturunan bangsa Tionghoa mengatakan kepada wartawan, terbentuknya kampung suku Pulau Bali terpengaruh oleh pelayaran Cheng Ho. Di kampung seluas 500 kilometer persegi itu tampak papan tertulis dalam bahasa Indonesia serta toko-toko ukiran batu, ukiran kayu, perabot rumah tangga, barang keramik, baju tenun, barang kerajinan tangan dan lukisan, sangat mirip dengan dengan He Tai Cang di kota kuno Suzhou, tempat bertolaknya armada Cheng Ho. Menurut penjelasan penduduk kampung itu, pelayaran Cheng Ho ke Samudera Hindia dan Pasifik telah menyebar-luaskan seni arsitektur agama Budha serta " budaya keramik " dan " budaya sutra " di Indonesia.

Lan Bojian keturunan bangsa Tionghoa asal Kabupaten Meixian, Propinsi Guangdong, Tiongkok selatan juga adalah seorang penggemar dan periset Cheng Ho, dia mengoleksi banyak bahan sejarah tentang Cheng Ho. Di rumahnya di Yogyakarta, Lan Bojian mengeluarkan sejumlah bahan sejarah tentang Cheng Ho yang dikoleksinya selama bertahun-tahun. Dia mengatakan, " di dalam Kuil Sam Po Kong di Semarang, Malaka dan Thailand terdapat sumur yang konon digali oleh Cheng Ho, dan yang ada digali oleh penduduk setempat dengan diberi nama Sumur Sam Po Kong. Air sumur dianggap sebagai air suci. Kalau mandi dengan air sumur itu akan bebas dari bencana atau serangan penyakit apapun."

Penduduk di Sumatera pernah menolong korban bencana dengan air Sumur Sam Po Kong, maka di pinggir sumur dibangun punjung untuk memperingati Cheng Ho, banyak penduduk sering bersembahyang di depan punjung itu.

( Insan, Haifeng )



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to