ASAHAN AIDIT:


                                                                           
Roman memoar 

                                                                     
"ALHAMDULILLAH"
                                                                              
Bagian II
                                                                                
   (29)

                                                        
                                                             Merambat tanah 
pemukiman



            Setiap saya pulang dari rumah tante Annie selalu saja ada  yang 
saya bawa pulang ke rumah yang sudah disiapkan tante Annie , biasanya buku, 
atau musik cassete lagu-lagu klassik, dia sudah tahu hobby saya, dan tidak lupa 
menyelipkan uang seratus gulden, dari uang pensiunnya yang dia sisakan untuk 
saya yang ini tidak bisa ditolak (tentu ketika menolak itu sayapun berlumuran 
kata-kata munafik dengan harapan agar ia memaksakan terus uang itu saya 
terima). Tapi pada hari itu saya menerima sesuatu yang agak lain dari biasanya. 
Potret abang sulung saya dalam bentuk dan ukuran poster. Dia tahu saya tidak 
menunjukkan antusias yang husus untuk itu tapi juga saya merasa sikap saya 
tidak sedingin sikap Cina terhadap saya. Saya menerimanya setelah poster itu 
saya gulung.
  "Mengapa sampai PKI terprovokasi?". Begitu pertanyaannya dan saya sama sekali 
tidak siap untuk  men- jawab pertanyaan mendadak seperti itu. Tapi tentu saya 
tidak bisa mendiamkan pertanyaan seseorang yang begitu bersimpati pada saya, 
menolong begitu tulus, berhemat untuk bisa menyisakan uang agar saya bisa 
belanja apa yang saya butuhkan."Saya tidak tahu tante, tapi kalau tante 
bertanya mengapa abang saya bisa sampai terprovokasi mungkin saya bisa 
menerkanya, karena saya tahu sifat dia".
  "Nah, ceritakan ! " Dan saya menceritakannya apa yang saya tahu tentang abang 
sulung saya itu karena saya memang cukup lama tinggal bersama dengannya dan 
keluarganya hingga saya berangkat ke Sovyet Uni. Disamping antara  saya dan dia 
ada hubungan kerja, ia majikan saya dan saya pekerja perpustakaan pribadinya 
yang juga di salah satu ruangan husus dalam rumahnya, ia kadang-kadang  setelah 
capek  bekerja di kamar kerjanya,  sering tanya ini itu kepada saya sekitar 
pekerjaan saya sehari-hari , pelajaran saya di Universitas, belanja dapur untuk 
konsumsi teman-teman Pemuda Rakyat yang bertugas malam menjaga rumah kami yang 
saya urusi keuangannya bahkan sampai ke pertanyaan yang cukup pribadi, 
umpamanya hubungan saya dengan seorang gadis anak seorang temannya yang sering 
datang ke rumah kami untuk bermain dengan   anak-anakya. Kami sangat jarang 
omong politik meskipun menurut dia pekerjaan yang saya lakukan adalah tugas 
politik. Penegasan demikian tidak banyak meninggalkan kesan pada saya, saya 
menerima gaji dan itu menambah pendapatan saya disamping uang saku yang saya 
terima setiap bulan dari ayah saya yang dikirim via Postspaarbank dari 
Belitung. Dan karena dia banyak bertanya setiap pertemuan yang katakanlah punya 
sifat dari hati ke hati selama dia belum menemukan kekurangan atau kesalahanh 
saya yang itu bisa menimbulkan sakit hati di pihak saya, sayapun merasa perlu 
juga bertanya padanya meskipun saya tidak punya pertannyaan padanya. Saya juga 
tidak suka kalau dikira  sama sekali buta politik padahal tinggal di rumah 
seorang pemimpin Partai politik yang begitu banyak pengikutnya.
  "Mengapa PKI selalu menyokong gerakan yang melawan Pemerintah". Saya sedar 
pertanyaan bodoh itu tidak sepatutnya diajukan kepada tokoh politik seperti 
dia. Tapi karena saya merasa saya bukan mahluk politik, saya tidak perlu merasa 
malu politik. Semakin bodoh sebuah pertanyaan semakin sulit menjawabnya. Nah 
pikir saya   jawablah, kalau saya memang bodoh. Saya tahu dia sangat sukar 
mentolerir kesalahan-kesalahan bodoh yang dilakukan kader-kadernya bahkan 
terhadap kader tingginya sekalipun. Dia mudah membelalakkan mata, marah dengan 
kata-kata yang sangat mudah dimengerti dan menunjukkan kebodohan si pembuat 
kesalahan dengan bahasa getir dan mengharukan. Dan sekarang pikir saya, 
bagaimana dia akan menunjukkan kebodohan pertanyaan saya dan dengan bahasa apa 
yang akan dia pakai. Ternyata apa yang saya duga cukup meleset. "Sulai..." Dia 
menyebut nama saya dan itu biasanya kemungkinan  saya akan diblejeti amat kecil 
karena di sana terkandung kemesraan. Kalau dia menemukan kesalahan seseorang , 
apalagi kesalahan serius, dia tidak akan bermanis-manis sebagai pembuka kata 
tapi serta merta start sambil menginjak gas semakin kuat. Lalu katanya: " 
Gerakan rakyat juga bisa melakukan kesalahan, tapi Partai tidak  boleh 
menanggapi  kesalahan dan kelemahan satu gerakan progressif secara terbuka. 
Pertama -tama Partai harus cepat memberikan penilaian positif, berpihak pada 
gerakan dan menyokongnya. Bila ada kesalahan atau kelemahan, itu nanti 
didiskusikan dalam intern Partai".
  "Lalu kalau  gerakan progressif itu ternyata salah dan serius pula dan 
merugikan Partai yang telah menyokongnya, bagaimana" kata saya , bertanya 
menurut logika saya yang sederhana.
  "Partai saja bisa melakukan kesalahan serius dan kalau sudah begitu apakah 
Partai harus mengutuk Partai di depan umum", jawabnya. IQ politik saya memang 
kurang berkembang ketika itu atau mungkin saja memang tidak pernah berkembang. 
Otak saya bekerja via naluri sedangkan naluri cumalah perasaan saya sendiri 
sehingga saya memang selalu diremehkan di tengah-tengah masyarakat abang saya 
yang mempunya IQ politik rata-rata tinggi itu.
  Mau tidak mau pertanyaan tante Annie yang berusaha saya jawab melalui cerita 
a la video clips itu membuat saya berpikir lebih ke belakang. Logika yang saya 
anggap aneh dari abang sulung saya itu apakah juga logika Partai. Dia 
terpengaruh atau Partai yang dipengaruhinya. Pertanyaan tante Annie tentang 
mengapa PKI bisa diprovokasi telah saya jawab secara bodoh tapi apakah bukan 
kebetulan kalau abang sulung saya dan Partainya telah memihak dan menyokong 
secara terburu-buru "gerakan progressif" pada 30 september 1965 karena 
kebiasaan menyokong gerakan apa saja yang dianggap progressif dengan serta 
merta meskipun belum tahu di mana hutan rimba yang akan dijelajah. Pemihakan 
yang membabi buta karena berfilsafat  gerakan rakyat  selalu suci murni dan 
lalu setiap gerakan progressif harus disokong tanpa reserve dan dianggap selalu 
punya sifat kerakyatan telah membuat abang sulung saya jatuh ke tangan musuh 
yang kejam dan barbar . Ya, sayapun mempunyai pertanyaan yang sama seperti 
tante Annie meskipun saya sudah menjawabnya: Mengapa PKI bisa terprovokasi. Ada 
pepatah Belanda yang saya baca dalam reklame: "Kecelakaan besar sering-sering 
terjadi di satu sudut yang kecil". Apakah kesalahan dan kehancuran Partai serta 
bencana dan malapetaka bangsa selalu saja disebabkan oleh sebab yang 
besar-besar saja. Dalam kehidupan, alasan pintar sering-sering bohong dan tak 
berisi sedang alasan bodoh sering-sering adalah inti seluruh masaalah. Saya 
keluar dari Vietnam adalah karena saya terlalu lapar dan saya ingin hidup terus 
sambil memelihara anak dan istri saya agar tidak mati kelaparan. Tapi untuk itu 
saya harus punya status pelarian politik supaya mendapat perlindungan politik 
di negeri lain. Pemerintah Belanda menggunakan kesempatan itu untuk mengusir 
orang-orang seperti saya dan menggolongkan saya sebagai pelarian ekonomi agar 
bisa  diusir secara sah. Lapar itu soal kecil karena bukan politik. Tapi apakah 
lapar itu tidak bisa menjadi soal besar. Semua revolusi yang pernah terjadi di 
dunia ini telah digerakkan oleh perut lapar. Juga PKI yang pernah lahir di 
Indonesia itu adalah juga dilahirkan oleh kelaparan. Mengapa orang lapar tidak 
boleh lari ke negeri kenyang. Pelarian politik yang murni hanya bisa dihitung 
dengan jari di dunia ini dan mereka pada umumnya adalah orang-orang kenyang 
yang menjadi penting karena politik.

  "Sulai, apakah di rumah P kau cukup diberi makan. Saya lihat kau lebih kurus 
dari beberapa minggu yang lalu".
  "Ya, tante, saya tidak lapar tapi saya tidak suka makan. Saya tidak tahan 
dingin"
  "Ah, Sulai, di Vietnam kau tidak tahan lapar, di Belanda kau tidak tahan 
dingin. Semua itu sebenarnya tidak perlu terjadi".
       Saya memang telah pindah ke rumah Mang P yang juga atas nasihat tante 
Annie yang tante Annie juga mendengar usul dari Mang P sendiri. Dan pula saya 
sukar tinggal lebih lama di hotel, semakih merasa stress karena sikap pelayan 
hotel, itu si Belanda jelek yang selalu mencari setiap kesempatan untuk 
menyiksa batin saya. Suatu hari ia membentak saya ketika saya sedang menilpon 
advokat saya untuk urusan rutin saya dengannya. Untunglah ketika itu di dekat 
saya seorang teman sepelarian dari Iran yang bertubuh besar tinggi, berkumis 
tebal dan bermuka serem tapi berhati baik yang juga sedang menunggu giliran 
untuk menilpon, cepat membelalakkan mata sambil menunjuk dengan tangannya yang 
besar, kasar, berbulu ke arah pelayan yang membentak saya.
  "Kamu jangan ganggu orang yang sedang menilpon, apa urusan kamu dengan biaya 
tilpon. Kami makan, kami tidur di hortel ini dan juga bila perlu menilpon, 
semua polisi yang bayar. Kalau kamu tidak tahu ,kamu tanya sama kamu punya bas. 
Atau kamu pura-pura   tidak tahu!." Pelayan itu hanya bilang: Ya, oke, ... oke" 
sambil   menghilang dari penglihatan mata kami. Rupanya Belanda sombong bisa 
juga digertak dengan gumpalan fisik dan kata-kata keras. 
  Celakanya di dunia ini berisi dan bercampur baur antara manusia jelek dan 
manusia baik. Demikian pula politik. Tapi dalam politik meskipun ada yang 
tampaknya baik dan halus tapi bila ia bernama politik dan sudah jadi politik 
adalah kasar juga intinya: menggulingkan dan saling menggulingkan. Seorang 
senimanpun yang spesialis besar menyenikan semua yang ingin dia senikan bila 
telah kemasukan roh politik dia akan kehilangan daya seninya. Berbohongpun 
tanpa seni dan bila dia sudah anti komunis, semua orang komunis tampak di 
matanya berwajah setan, semua wanita orang komunis punya kegemaran memotong 
kemaluan laki-laki, suka menyimpan alat pencungkil mata. Dan semua orang harus 
percaya bahwa ia seniman besar yang mengerti politik. Bisakah di masa datang 
politik itu berisi sesuatu yang lain yang tidak mesti kebohongan dan penipuan. 
Saya memang naif di depan politik dan juga korban darinya. Atau saya cuma 
terlalu hati-hati. Walla hu alam bissawab! Sukur alhamdulillah hingga sekarang 
saya masih ujud.
  BERSAMBUNG...



            







.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke