Yah, cara yang juga umum kalau ada keadaan begitu adalah mencari orang lain yang tidak ada hubungan darah untuk diangkatkan sebagai anak angkat. Pemilihan orang tua angkat ini biasanya ditentukan atas dasar shio suami istri yang bersangkutan. Bila dihitung cocok, maka segeralah diangkatkan dengan ritual sederhana. Adik paling kecil saya dulu sering rewel waktu kecil, sakit2an dan sebagainya. Mendengar saran orang tua maka dicarikanlah orang tua angkat bagi adik bungsu saya itu. Setelah itu, sedikit sekali terdengar keadaan adik saya merepotkan bagi orang tua.

Efek positif dari kepercayaan seperti ini adalah mempererat hubungan 2 keluarga. 2 keluarga yang tidak kenal sama sekali tiba2 diikatkan jadi satu karena adik saya. Adik bungsu saya juga dapat angpau dobel. Itu dulu sering menjadi satu kecemburuan bagi abang2nya yang tidak punya orang tua angkat.


Rinto Jiang




Lim Wiss wrote:
Tidak semua anak yang chiong ama ortu tidak boleh panggil ortu dengan
panggilan papa & mama.

Mamaku pernah cerita kalau saya masih kecil sering sakit-sakitan. Lalu
mamaku minta saya (waktu itu saya sekitar umur 3 tahun) panggil mama saya
dengan sebutan yi yi (tante) tetapi saya tidak mau.

Akhirnya mamaku menyerah dan saya tetap panggil mamaku dengan panggilan
mama. Hanya saya diangkat anak oleh 18 Lou Han. Hanya bawa ke klenteng lalu
diurus pengangkatan anak oleh para pengurus klenteng.

-Lim Wiss-

-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.com] On Behalf Of Steve Haryono
Sent: Tuesday, July 26, 2005 3:28 PM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: [Spam] Re: [budaya_tionghua] Memanggil orang tua kandung dengan
bibi/paman

Hallo,

Di keluarga saya ada yang lebih lucu lagi.
Salah satu keluarga ada dulu yang pernah di ramal (entah kwamia atau apa
saya sendiri kurang jelas, sebab saya masih kecil waktu itu) kalau keluarga
tersebut hanya boleh mempunyai 1 keturunan dan tidak lebih. Anak boleh
banyak, tetapi keturunan cuman boleh 1. Naaah, bingung khan ?
Keluarga saya itu mungkin pada awalnya tidak mau percaya dengan
ramalan-ramalan tadi, sehingga tidak begitu dipikirkan akibatnya. Waktu anak

pertama lahir, anak itu biasa, dan memanggil orang tuanya seperti biasa juga

: mama/papa (atau mami/papi entah lah). Waktu anak kedua lahir mereka
mungkin lupa akan ramalannya, dan beberapa bulan kemudian anak kedua ini
dibawa kedokter ternyata ada kelainan jantung, dan beberapa bulan kemudian
meninggal. Saya kurang tau, apakah mereka sudah mulai ingat akan ramalan
dulu itu. Tetapi ketika anak ketiga lahir setelah beberapa minggu, anak
pertamanya jatuh sakit, dan bahkan meninggal secara cepat sekali. Saya
sempat sedit sekali, karena anak pertama keluarga ini adalah adik misan saya

yang hanya berbeda 1 tahun lebih muda, sehingga dapat dibayangkan kalau kita

selalu bermain bersama-sama. Kalau ada acara malam imlek, kami selalu datang

kerumah engkong/ema dan serasa waktu itu kami tidak pernah cekcok, padahal
kita masih sama-sama kecil (sekitar 5-6 tahun).

Nah ketika anak ini meninggal, baru oom/tante saya ini sadar kalau ramalan
sebelumnya. Kalau tidak salah mereka bahkan menanyakan kepada "orang pinter"

yang menyimpulkan bahwa yang boleh memanggil mereka mama dan papa (atau mami

dan papi) hanya boleh 1 orang saja. Jadi waktu anak ke 4 mau lahir, si anak
ketiga ini diajarkan memanggil oom dan tante kepada orang tua kandungnya,
sehingga yang kecil bisa memanggil mama/papa. Demikian juga waktu yang ke 5
lahir, yang ke 4 memanggil oom/tante lagi. Supaya tidak janggal dan tidak
dibuat ejekan bagi teman-teman sekolahnya, mereka mempunyai mama/papa baru
yaitu yang sebenarnya oom/tante asli mereka panggil mama/papa, sedangkan
yang mama/papa asli mereka justru panggil oom/tante.

Saya sendiri kurang tau apakah anak-anak itu (saudara sepupu saya itu)
secara rituil/resmi di kwepang atau tidak. Yang pasti mereka tetap memanggil

oom dan tante kepada orang tuanya sendiri sampai sekarang.

salam,
steve

----- Original Message -----
From: "ulysee" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, July 26, 2005 10:12 AM
Subject: RE: [budaya_tionghua] Memanggil orang tua kandung dengan bibi/paman


> Oh di jawa juga banyaaaaak. Di keluarga saya juga banyak, tapi alasannya
> berbagai bagai. Ada yang lantaran ciong - maka jadi sakitan kalu enggak
> anaknya ya bapaknya. Biasanya katanyaaa lantaran shio dan jam lahir
> anaknya bentrok sama orangtuanya, masalah yang bisa timbul: si anak
> sakitan, atau kalau shio dan jam anak dianggap lebih kuat maka
> orangtuanya yang sakitan atau susah rejeki, ada juga yang katanya
> orangtuanya jadi pendek umur. Jadi si anak di kweepang (istilahnya bener
> gak nih)kayak dijual gitu, suka suka dibayar sepicis (si anak nanti jadi
> dipanggil si picis) atau segobang (anaknya dipanggil si gobang deh).
> Kemarin dulu belasan tahun kebelakang, keluarga sempet pusiiiingg
> nyariin segobang buat upacara ngangkat anak, alhasil uang logam buat
> kerokan punya oma saya diembat, heheheh.
>
> Ada juga lantaran keluarga yang mengambil enggak punya anak (laki-laki)
> dan biasanya si anak ini dibeli dengan harapan nanti mancing anak laki
> laki di keluarganya yang baru.
>
> Yang saya pingin tahu, upacara pengangkatan anak ini ritualnya
> bagaimana. Waktu keciiiillll itu saya pernah lihat satu kali. Ada acara
> makan besar (sebagaimana biasanya ritual orang tionghua banyak pake
> makan makan, pada jago makan enak semua sih, hehehhe) berapa macam
> masakan yang harus ada dan apa aja itu yang saya lupa. Terus ada acara
> keluar masuk kolong meja dan upacara sembahyang.
> Ada yang tahu ritualnya lengkapnya apa aja? Dan sebagai symbol apa aja?
> Kalu ada yang kumplit plit plit gitu lhoh. Kalo ngga salah si  di jawa
> juga ada upacara angkat anak seperti ini, ada yang tahu? Biar bisa bikin
> studi banding, terutama symbol-simbolnya gitu. Sebab saya percayanya
> tradisi Cina dan Jawa banyak mempernya.
>
> -----Original Message-----
> From: Hendri Irawan [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent: Tuesday, July 26, 2005 2:26 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Memanggil orang tua kandung dengan bibi/paman
>
> Rekan-rekan sekalian,
>
> Di komunitas tionghoa sumatera bagian utara dan sekitarnya, tanpa
> melihat suku, ada satu masalah yang saya tidak mengerti. Contohnya
> adalah diri saya sendiri. Saya memanggil ibu kandung saya bukan dengan
> sebutan mama/niang tapi dengan a yi / bibi. Terhadap ayah kandung saya
> tetap memanggil papa. Dan ternyata bukan saya sendiri, teman saya
> memanggil mamanya engan encim, papanya dengan acek. Keponakan saya
> sendiri memanggil mamanya dengan sebutan a yi, papanya dengan sebutan
> suk suk / paman. Sejauh ini jawaban yang saya dapatkan adalah karena
> dulu di masa kecil saya sering sakit, makanya nama saya diganti dan
> panggilan terhadap orang tua kandung juga diganti. Apakah hal ini
> berlaku di kebudayaan tionghua, karena selama ini di jawa saya belum
> bertemu orang yang senasib. Dan apakah berhubungan dengan hitung-
> hitungan shio, hari lahir, chiong dll ?
>
> thx,
> hy



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesian languages Indonesian language learn Indonesian
Dari


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke