Belajar Menghargai Perbedaan
Oleh: TOMY SU

Di zaman ini ternyata masih ada orang alergi bertoleransi dan saling mengapresiasi. Killing faith, didukung theological killing, membuat kekerasan atas nama agama marak di mana-mana, termasuk di Tanah Air.

Apalagi di tengah kian lakunya politik identitas agama, saat agama menjadi ideologi, prasangka gampang diledakkan menjadi aksi kekerasan atas nama agama.

Dalam situasi seperti ini, kita pantas menengok Cheng Ho yang bulan ini genap 600 tahun ekspedisi monumentalnya.

Di mata masyarakat Nusantara, pelayaran Cheng Ho amat populer, seperti terlihat dari adanya cerita rakyat mengenai Dampu Awang (nakhoda kapal) yang diasosiasikan dengan Cheng Ho. Legenda tentang Cheng Ho ada di Lampung, Ancol, Indramayu, Cirebon, Kedu, Lasem, Tuban, Tulung Agung, dan Bali.

Sayang, selama Orde Baru (Orba), memori kolektif kita mencoba menutup apa pun yang berbau China, termasuk jasa dan peran Cheng Ho. Di era Orba kita lebih hafal ekspedisi Marcopolo ke Asia daripada yang dilakukan Cheng Ho di negeri ini.

Cheng Ho melakukan tujuh perjalanan muhibah dengan armada berjumlah 27.000 pasukan, mengendarai 62 kapal Jung. Ia berangkat meninggalkan China 11 Juli 1405.

Dari China, Cheng Ho mengunjungi Malaysia, Singapura, Indonesia, India, Iran, dan Kenya. Pada pelayaran perdana, saat berada di Palembang tahun 1406, pasukannya menangkap kawanan perompak yang dipimpin Chen Tsui. Kawanan perompak itu amat ditakuti para pedagang yang melewati Sungai Musi. Perompak itu dibawa pulang ke Negeri China dan menerima hukuman dari Kaisar Ch’eng Tsu dari Dinasti Ming pada 1407.

Apa yang menarik dan relevan dari Cheng Ho? Cheng Ho merupakan sosok yang melebihi sebutan seorang admiral atau laksamana karena dia juga menyebarkan Islam di Nusantara.

National Geographic dengan tegas dan jelas menulis Cheng Ho adalah seorang Tionghoa muslim. Maka, historisitas dan relevansi misi Cheng Ho di negeri ini justru terasa kian bermakna. Apalagi, sampai saat ini tidak pernah jelas diakui peran Tionghoa muslim dalam proses masuknya Islam ke Nusantara. Cheng Ho menyebarkan Islam di Nusantara jauh sebelum para Walisongo menyebarkan Islam di Jawa.

Dalam seminar ”Membincang Kontribusi Tionghoa dalam Proses Islamisasi di Indonesia”, 19 Maret 2005 di Semarang, Soemanto Al Qurtuby menyatakan, Islam tidak akan berkurang derajatnya meski ada peran orang- orang China di dalamnya. Di sini orang lupa, keislaman China lebih tua ketimbang Jawa.

Saat itu, China juga lebih maju dalam bertoleransi daripada saat ini karena di era Dinasti Ming Islam justru diberi kebebasan. Buktinya, sosok muslim seperti Cheng Ho justru diangkat sebagai orang kepercayaan Kaisar Ch’eng Tsu dari Dinasti Ming.

Cheng Ho sebenarnya nama yang dianugerahkan Ch’eng Tsu (Chu The) yang lebih populer dengan sebutan Yung Lo, kaisar ke-3 Dinasti Ming yang berkuasa tahun 1403-1424. Nama asli Cheng Ho adalah Ma Ho, lahir 1370 M dari keluarga miskin etnis Hui di Yunan. Hui adalah sub-etnis Tionghoa muslim campuran antara etnis Mongol-Turki. Di China ada 56 etnis.

Meski loyal dengan agamanya, Cheng Ho juga punya pandangan lebih maju daripada kaum fundamentalis fanatik yang tak bisa menghargai perbedaan. Ketika menghadap Raja Majapahit, dia membawa pendeta-pendeta Budha dan Tao dalam audiensi itu. Konon, sebelum menghadap Sang Raja, 170 anggota ekspedisinya dibantai karena Raja Majapahit mengira misi Cheng Ho hendak mengobarkan perang.

Harus diakui berkat Cheng Ho, pernah tercipta harmoni di tengah masyarakat Jawa saat itu. Saat itu terjadi akulturasi antara nilai-nilai China, Jawa, dan Islam secara harmonis. Bukti-bukti harmoni itu hingga kini bisa dilihat di kelenteng-kelenteng di pantura Jawa, termasuk di Masjid Demak yang terkenal itu.

Sayang harmoni itu seperti hilang tak berbekas sejak era penjajahan Belanda di abad 16-17 hingga kini. Kerusuhan demi kerusuhan berbau sentimen etnis atau agama terus terjadi. Semoga kita bisa bertoleransi di tengah keragaman etnis dan agama di negeri kita.

Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pecinta Indonesia



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to