Senin, 12 Sept 2005,
Ulang Tahun Ke-90 Liem Sioe Liong Putar film Masa Mudanya

Tanpa Makan Minum, Empat Hari Telantar di Surabaya
Selalu ada yang baru pada ulang tahun Liem Sioe Liong. Salah satu yang istimewa pada pesta dua malam berturut-turut kali ini adalah pemutaran film dokumenter Oom Liem muda.

DAHLAN ISKAN, Singapura

Pesta satu malam tentu tidak cukup bagi ulang tahun orang istimewa dalam umur yang istimewa pula. Maka, ulang tahun orang seistimewa Oom Liem (Liem Sioe Liong) di umur yang mencapai 90 tahun perlu diadakan dua malam berturut-turut.

Kalau kemarin malam untuk teman-teman dan relasi bisnisnya yang datang dari Indonesia dan Tiongkok (baca harian ini edisi kemarin), tadi malam giliran untuk mereka yang berbahasa Inggris. Mereka relasi dari Singapura, Amerika, dan Eropa. Tempatnya pun sama: Hotel Shangri-La Singapura.

Oom Liem memang sudah agak lama (tepatnya sejak rumahnya dirusak massa dalam reformasi yang kebablasan pada 1998) lebih banyak tinggal di Singapura. Dia masih sering datang ke Indonesia, tapi hanya pulang-balik. Apalagi sudah ada yang menjalankan semua bisnisnya dengan kepintaran dan kehebatan yang tidak kalah dengan bapaknya: Anthony Salim.

Perayaan ulang tahun ke-90 itu mengingatkan akan pesta ulang tahun ke-60 perkawinannya tahun lalu. Bahkan, saat itu harus diadakan tiga malam berturut-turut lantaran begitu banyaknya tamu yang diundang. Hanya acaranya yang berbeda. Kali ini ditampilkan orkestra musik klasik Tiongkok. Selain itu, ada penyanyi Singapura Kit Chan yang sekarang tinggal di AS.

Ultah perkawinannya dulu menampilkan atraksi tunggal: dansa tango. Tari itu luar biasa karena dua hal: pedansanya adalah anak wanita Anthony Salim yang berarti cucu Oom Liem sendiri. Dansa itu luar biasa hebatnya karena si cucu memang sudah sering memenangkan kontes dansa tango tingkat dunia. Para undangan pun kagum bahwa salah satu anak Anthony ternyata punya bakat seni yang begitu mendalam.

Seperti juga ultah perkawinannya dulu, kemarin malam ditampilkan film perjalanan Oom Liem sejak muda. Tapi, bukan film sama yang diputar dua kali. Tadi malam film perjalanan Oom Liem dibuat lebih seperti film dokumenter. Tentu ada bintang yang memerankan Oom Liem ketika muda.

Dikisahkan, saat itu, tahun 1938, Tiongkok dilanda Perang Dunia Kedua. Lalu, Jepang menyerbu dengan kejamnya.

Banyak pemuda Tiongkok yang ingin menghindari perang dengan jalan melakukan perjalanan ke selatan. Yakni ke Nusantara. Digambarkan, seorang pemuda Liem yang kala itu berumur 21 tahun sedang memakai kaus putih dan celana panjang putih memanggul bangkelan (karung kecil dari kain) yang berwarna putih pula. Isinya tidak dijelaskan, tapi bangkelan itu tidak seberapa besar. Pemuda Liem berdiri di atas bukit menghadap ke laut. Pemuda itu menerawangkan wajahnya ke laut yang luas. Ketika itu ada sebuah kapal kecil yang sedang berlabuh. Ke kapal itulah pemuda Liem akan naik.

Di mana pemuda itu pertama mendarat di Nusantara? Ternyata di Surabaya. Saat itu dia membayangkan akan dijemput kakaknya yang sudah lebih dulu tiba di Nusantara. Ternyata, begitu merapat di pelabuhan Surabaya, tidak ada satu orang pun yang menjemput. "Empat hari saya tertahan di pelabuhan Surabaya. Tidak ada makan, tidak ada minum," kata Oom Liem dalam bahasa mandarin di film itu. Repotnya, imigrasi di Surabaya juga menolak dia untuk keluar dari pelabuhan.

Akhirnya, kakaknya memang datang menjemput. Lalu, pemuda Liem dibawa ke Kudus untuk memulai bekerja di perusahaan rumahan di sana. Apa saja dikerjakan. Mulai bikin kerupuk sampai bikin tahu. Di Kudus pula Oom Liem kenal dengan gadis asal Lasem. Gadis itu bukan totok. Dia sekolah di sekolah Belanda Tionghoa. Karena itu, ketika Oom Liem jatuh cinta dan melamarnya, orang tua si gadis tidak mengizinkan.

"Bapaknya takut anak gadisnya akan dibawa ke Tiongkok," ujar anak wanita Oom Liem. "Padahal, keluarga ibu sudah tiga turunan tinggal di Indonesia," tambahnya.

Tapi, karena kegigihan pemuda Liem, akhirnya perkawinan itu diizinkan. Bahkan, pestanya 12 hari lamanya. Maklum, keluarga itu cukup terpandang. Itulah pesta termeriah dan terpanjang yang dilakukan keluarga Tionghoa di Indonesia saat itu.

Oom Liem pun kian giat berusaha dan mulai menampakkan hasilnya. Sayangnya, pada awal 1940-an, Jepang akhirnya masuk juga ke Indonesia. Usaha yang dirintisnya dengan susah payah hancur. Bahkan, pada tahun itu, Oom mengalami kecelakaan hebat. Mobil yang dinaikinya dengan beberapa orang masuk ke jurang. Ada yang bilang kecelakaan biasa, ada yang bilang karena kena mortir. Seluruh temannya meninggal. Oom Liem juga tak sadarkan diri. Setelah dua hari, barulah Oom Liem sadar dan ternyata masih hidup.

Kisah itu jarang sekali diceritakan selama ini. Saya sendiri baru tahu ketika tahun lalu menghadiri ultah perkawinannya itu. Maka, boleh dikata, Oom Liem memang sudah lulus ujian. Bukan saja ujian penderitaan, juga ujian maut yang dihadapinya.

Begitulah, selanjutnya Oom pindah ke Jakarta dan kian hari kian sukses. Oom Liem pernah jadi orang terkaya di Indonesia dan urutan atas pula untuk seluruh Asia. Dia juga masuk daftar jajaran atas 100 orang kaya sedunia. Hanya saja, sejak terjadi krisis moneter, kekayaannya banyak turun sehingga ranking-nya juga turun.

Namun, kini usahanya mulai bangkit lagi. Rasanya tidak akan sulit untuk kembali menjadi yang terbesar di Indonesia. Oom Liem yang pernah mendapat bintang jasa Satya Lencana Pembangunan itu kini masih bisa menyaksikan kejayaan kembali kerajaan bisnisnya. Kali ini di tangan anak-anaknya. (*)



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesia Culture


YAHOO! GROUPS LINKS




Reply via email to