Dirgahayu

terima kasih atas penjelasan bung Chan CT
mengenai masalah dikotomi istilah "pribumi"
dan "non-pribumi". saya mendapat banyak
tambahan informasi lewat penjelasan bung Chan CT.
kalao boleh saya hendak memberi analisa tambahan
mengenai sikap bung Asahan Aidit. mohon koreksinya
apabila terdapat analisa yang tidak tepat.

bung Asahan Aidit menerapkan standard ganda kalo
tidak hendak disebut bersikap BANCI dalam masalah
dikotomi istilah "pribumi" dan "non-pribumi"
yang sarat nuansa politik segregatif.

di satu sisi, bung Asahan Aidit hendak mengklaim
bahwa dirinya adalah pihak yang menentang rasialisme.
tetapi di saat yang bersamaan bung Asahan Aidit
gagal memahami maksud politik segregatif di balik
penerapan istilah "pribumi" dan "non-pribumi". bung
Asahan Aidit menjadi sedemikian naif dengan mencoba
mengabaikan faktor motive politik dibalik permainan
"pribumi-pribumi"an. secara tidak sadar, bung Asahan
Aidit telah mengabdikan dirinya sebagai pelaksana
lapangan projek segregatif warisan rezim orde baru.

bung Asahan Aidit gagal memahami dampak main
"pribumi-pribumi"an terhadap begitu banyak dimensi
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan argumentasi
semantik tata-bahasa hasil pengkajian kamus besar
bahasa indonesia. bung Asahan Aidit pun gagal memahami
interelasi antara politik istilah, kebijakan negara,
motive politik dan dampak sosial dari semua itu.

fenomena ini menjelaskan betapa kita gagal melakukan
perubahan di era 'reformasi' pasca kejatuhan rezim
orde baru. bahkan kita tidak siap melakukan sebuah
perubahan yang bersifat normatif ideal dalam tataran
penggunaan istilah politik. sehingga tidak mengherankan
apabila 'reformasi' ini sering disebut sebagai
'reformasi gombal' oleh beberapa kalangan progresif.

bagaimana mungkin kita dapat dengan lantang berkata bahwa
hanya ada satu bangsa yaitu bangsa indonesia pada saat
kita tidak berani MENGHARAMKAN SEBUAH POLA SEGREGATIF
KEJI lewat politisasi istilah.

Mayat


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Kawan-kawan sekalian yang budiman,
>
> Jadi makin menarik diskusi kita mengenai istilah "Pribumi"
dan "Non-Pribumi" ini. Tapi, saya tidak melihat adanya perbedaann
hakiki diantara kita. Ini perasaan saya dari yang tersirat dalam
kata-kata yang ada, ya.
>
> Kalau boleh saya katakan, bung Asahan yang menentang
diharamkannya penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi" tidak
dengan demikian berarti menyetujui diskriminasi rasial, yang anti
Tionghoa. Juga sebaliknya, kawan-kawan lain (termasuk saya) yang
menyetujui dihentikan penggunaan istilah "Pribumi" dan "Non-Pribumi"
ini tidak berarti berdiri dipihak mantan Presiden Habvibie,
kelanjutan pemerintah Orba Soeharto itu.
>
> Cobalah kita fokuskan kembali pada istilah "Pribumi" itu lebih
dahulu. Tidak ada diantara kita yang menentang pengertian secara
bahasa, "Pribumi" adalah netral, tidak sedikitpun ada pengertian
negatif. Istilah "Pribumi" menjadi masalah justru karena dipolitisir
untuk menyudutkan sekelompok warga, khususnya kelompok etnis
Tionghoa. Dan sampai disini, semua pihak yang berdebat sama-sama
mengakui kebenaran ini. Saya sejak awal, dalam tulisan
pertama "Pribumi & Non-Pribumi" sudah menyatakan:
>
> "Dan jelas, istilah Pribumi dan Non Pribumi adalah istilah politis
yang dipergunakan Pemerintah Kolonial Belanda dan Pemerintah Orde
baru dengan maksud untuk memecah belah golongan penduduk di negara
Indonesia dan melanggengkan kekuasaanya."
>
> Coba, lebih lanjut kita perhatikan betul istilah "Pribumi" dan
sebutan "Non-Pribumi" yang ditujukan pada etnis Tionghoa ini,
bagaimanapun juga tidak bisa dibenarkan. Siapa yang berhak
menyandang "Pribumi" di Nusantara ini? Karena kenyataan mayoritas
mutlak penghuni Nusantara ini adalah juga "pendatang" dari daerah
Yunan sana, penghuni yang masih bisa dikatakan "Pribumi", yang masih
asli adalah kelompok Negroid dan Wedoid yang berkulit kehitam-
hitaman dan berambut keriting dan sekarang menetap di Nusatenggara
dan Irian itu. Jadi, dalam pengertian dimana kita semua sama-
sama "pendatang", yang berbeda hanya waktu, sebagian lebih dahulu
dan yang belakangan, pengkategorian "Pribumi" dan "Non-Pribumi"
selama ini jelas adalah salah! Dan kalau kita sudah tahu salah,
kenapa harus diteruskan? Apalagi jelas, penggunaan istilah "Pribumi"
dan "Non-Pribumi" ini sebagai salah satu alasan untuk
mendiskriminasi sekelompok warga yang etnis Tionghoa, dengan puncak
kerusuhan yang meletus Mei '98 itu.
>
> Lalu, kalau kita tarik lebih lanjut penggunaan istilah Pribumi
dan Non Pribumi dengan selalu mempertentangkan yang "Pribumi"
dan "Non-Pribumi", maka jelas akan menimbulkan perpecahan bangsa
Indonesia karena :
> - Orang-orang Aceh akan mengatakan bahwa Aceh mereka adalah
Pribumi sedangkan pendatang dari luar Aceh seperti suku Batak,
Minang, Jawa, dan lain-lain adalah Non Pribumi.
>
> - Orang-orang Betawi akan mengaatakan bahwa di Jakarta mereka
adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Jakarta seperti suku
Aceh, Batak, Minang, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya
adalah Non Pribumi.
>
>
> - Orang-orang Papua akan mengatakan bahwa di Papua mereka adalah
Pribumi sedangkan pendatang dari luar Papua seperti suku Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain adalah Non Pribumi.
>
>
> - Orang-orang Dayak di Kalimantan akan mengatakan di Kalimantan
Barat mereka adalah Pribumi sedangkan pendatang dari luar Kal-Bar
seperti suku Jawa, Madura, dan lain-lain adalah non Pribumi.
>
>
>
> Untuk apa kita membuat masyarakat yang kenyataan plural dan
majemuk di Nusantara ini terpecah-pecah dengan selalu mengkotak-
kotakan menjadi "Pribumi" dan "Non-Pribumi"? Siapa sesungguhnya
yang "Pribumi", siapa yang "Non-Pribumi"? Bukankah jauh lebih baik
dan akan lebih sehat, seandainya kita semua yang berbeda-beda itu,
baik beda warna kulit, beda suku, beda etnis dan beda agama, semua
bisa hidup rukun ber-damai-damai, bersama-sama membangun masyarakat
ini lebih baik lagi, bersama-sama memusatkan segenap energi dan
perhatian mendorong maju ekonomi yang nyaris bangkrut ini.
>
>
>
> Dan hendaknya janganlah kita trapkan semboyan yang pernah
diteriakkan jaman RBKP (Revolusi Besar Kebudayaan Proletar) di
Tiongkok dahulu: "Apa yang ditentang musuh, kita sokong. Apa yang
yang disokong musuh, kita tentang". Saya yakin semboyan itu hanya
berlaku pada masalah pendirian, dan tidak berlaku secara umum dalam
soal-soal praktis. Jadi, jangan kita menentang mengharamkan
penggunaan istilah "Pribumi" hanya karena itu instruksi Mantan
Presiden Habibie yang kelanjutan pemerintah Orba. Juga jangan karena
masih menyetujui pengunaan istilah "Pribumi" lalu dikatakan rasis
anti-Cina.
>
>
>
> Tidak mesti begitu.
>
>
>
> Salam,
>
> ChanCT
>
>
>
> ----- Original Message -----
> From: BISAI
> To: BUDAYA TIONGHUA ; WAHANA
> Sent: Thursday, September 15, 2005 7:59 AM
> Subject: Fw: [budaya_tionghua] Re: Mengapa harus mengharamkah
istilah Pribumi dan Non Pribumi?
>
>
> Saudara Zhou Fy dan Saudara Mayat yang terhormat.
> Bila seseorang mengatakan kepada saya:"dasar pribumi!!" meskipun
yang dimaksudkan seseorang( umpamanya seorang asing yang suka
menghina kita secara historis) adalah barbar, maka saya tidak akan
marah, saya tidak tersinggung. Mengapa saya harus marah dan
tersinggung. Pribumi adalah identitas Antroplogis saya. Memang saya
seorang pribumi meskipun saya tidak bangga sedikitpun menerima
takdir yang tidak bisa saya tolak itu. Tapi siapa saja yang mengatai
saya:"dasar barbar!!" meskipun dengan maksud baik, saya pasti akan
bertindak lain. Saya setuju sekali dengan anda bahwa kata <pribumi>
telah di distorsi oleh Orba secara sangat serius seperti juga sama
halnya dengan kata <Cina>. Pendistorsian inilah yang saya tentang .
Tapi bukan dengan cara mengharamkan kata yang telah dicemari itu.
Pada hakekatnya sangat banyak orang menentang pengharaman kata
<pribumi> , secara sadar atau tidak sadar, spontan maupun nuchter.
Yang melakukan pengharaman itu adalah Orba, mesin politiknya Suharto
dan bukan rakyat Indonesia. Mengapa Suharto dan Orbanya berbuat
demikian?. Sejak pembantaian Suharto terhadap PKI dan rakyat
Indonesia yang tidak bersalah yang mulai di tahun 1965 itu, Suharto
ingin menyaring etnis Cina dengan tangguk rapat yang hampir-hampir
tak tembus air untuk membedakan antara etnis Cina yang dia sangka
ikut PKI, simpatisan komunis, simpatisan negeri dan Partai Komunis
Cina, dengan Cina yang masih bisa dia pakai yang tentu saja pertama-
tama yang kaya-kaya atau yang super kaya, yang bukan Komunis, yang
tidak ber-orientasi ke Cina Daratan atau PKC. Hasil penyaringan itu,
saya sebut saja satu nama untuk sementara, seperti yang kita kenal
yang telah bernama Bob Hasan dan tentu saja masih banyak yang
lainnya yang yang sekelas kakap seperti Bob Hasan untuk dijadikan
Suharto menjadi para bendahara pribadinya. Suharto itu tidak bodoh
seperti yang disangka sebagian orang, dia tahu dia tidak mungkin
bicara soal atau mengelola ekonomi Indonesia tanpa para kapitalis
Besar Cina yang kaya pengalaman, sukses dan lebih m!
> udah dik
> endalikan karena bukan pribumi. Sedangkan waktu itu boleh
dikatakan, Indonesia tidak punya kapitalis kakap yang sesunguhnya
dan hanya memproduksi kapitalis birokrat yang bodoh berdagang tapi
lihai mengeruk uang tanpa kerja dan susah payah. Tapi tentu saja
Suharto tidak mau menggunakan terlalu banyak dan memberikan
kesempatan kepada para kapitalis Cina saja. Itu akan menimbulkan
kecemburuan di kalangan kroni-kroninya sendiri dan juga para
pengusaha pribumi yang ingin berhasil tapi mendapatkan saingan yang
maha berat bila harus bersaing dengan para kapitalis kakap dari
etnis Cina. Dengan kata lain Suharto telah membikin kontradiksinya
sendiri yang mana yang harus diistimewakan( baca:
didiskriminasi).Sekali lagi dia seorang licik, lihai, cerdik dan
juga tidak bodoh. Sambil memelihara dan menggunakan Bob Hasan dan
sebangsanya, sambil juga mendiskriminir
> antara pengusaha pribumi dan pengusaha Cina. Cina yang mulai
dari yang miskin hingga agak kaya dia babat, yang miskin dia tuduh
komunis untuk dibabat dan ahirnya sebagian terbesar dari etnis Cina
menderita diskriminasi. Dia (Orba) lalu menyebarkan kata yang telah
dia beri racun: "PRIBUMI DIPERAS, DIJAJAH, OLEH NON PRIBUMI" dan
dijadikannya sebagai psikologi massa yang bermakna: "Cina musuh
orang Indonesia melalui penjajahan ekonomi". Akibat dari penyebaran
psikologi massa yang beracun itu dengan sendirinya telah menyuluh
kerusuhan atau teror rasial anti Cina sebagaimana yang antara lain,
kita kenal ngerinya di bulan Mei 1998. Sesudah kejatuhannya
(Suharto), dia menunjuk Habibi sebagai penggantinya. Kita tahu
Habibi seorang cendekiawan yang betul-betul pintar, tapi juga tidak
semata cuma pintar, ia juga lihai dan licik. Akibat dari kerusuhan
terror rasial 98, banyak kapitalis dan pengusaha besar Cina kelas
kakap lari ker luar negeri, seperti yang kita kenal ,dan tahulah
dia, apa itu artinya bagi ekonomi Indonesia yang telah dihancurkan
Suharto hingga mendekati angka nihil. Untuk memperbaiki sedikit muka
Indonesia yang sudah coreng moreng itu di mata dunia dan juga muka
dirinya , maka keluarlah dia punya instruksi untuk mengharamkan kata
< pribumi> dan sebagai analogi tentu saja kata <Non pribumi>. Indah
kedengarannya bukan?. Habibi bisa diangkat jadi pahlawan anti
rasialist yang ingin menghapus rasialisme anti Cina di Indonesia
hanya dengan dua buah kata <pribumi> dan <non pribumi> harus
menghilang dari kamus perbendaharaan kata bahasa Indonesia karena
menurut dia berbau rasialis dan dengan maksud agar kembali
menanamkan psikologi massa bahwa timbulnya rasiais atau pun penyebab
rasialisme di Indonesia adalah karena kata <pribumi> dan <non
pribumi> dan bukan karena watak rasialis yang sesungguhnya dari
Suharto dan Orbanya. Cerdik bukan? Dan bukan hanya cerdik, pandai
dan lihai, tapi juga ada orang yang mempercayainya, seperti sebagian
dari golongan anda hingga sekarang ini.Penyebab kerusuhan rasialis
maup!
> un rasil
> aisme menurut mereka, bukan di hati dan tindakan Suharto, bukan
pada manusia dan oleh manusia, bukan oleh Suharto dan tentu saja
bukan oleh Habibi tapi oleh sebuah kata: < <PRIBUMI>. Di sinilah
juga yang saya maksudkan perkosaan kata, korupsi kata, penghianatan
terhadap kata dan yang lebih serius lagi,menjadi diktator bahkan di
dalam sebuah kamus.Dan tentu saja tidak semata cuma itu, tapi kata
telah dijadikan tameng untuk berdemagogi bagi menipu rakyatnya yang
selalu mereka anggap bodoh dan memang sengaja mereka bodohkan itu
setiap hari hingga saat ini. Saya tidak sependirian dengan anda
maupun dari segolongan yang berpikir seperti anda dalam hal ini.
Saya kembali ke hakekat kata, kepada semantika dasar yang belum
diracuni dan saya tidak bersedia jadi budak Suharto maupun Habibi
untuk turut-turut mengharamkan kata yang tidak berdosa, apalagi
sebuah kata yang sangat berdekatan dengan istilah ilmiah ilmu
Antropologi. Kata <pribumi> bagi saya sama nilainya dengan kata
<Cina> karena dua-duanya adalah sebuah identitas Antropologis,
Geografis seseorang. Siapa yang akan memberikan arti positif atau
negatif itu terserah saja. Dan jangan lupa, kebanyakan kata
mempunyai sejarah etimologi-nya sendiri yang tidak dibikin bikin
tapi oleh hasil proses yang wajar yang diterima oleh masyararakat
bahasa terbesar sesuatu nasion. Habibi dan Suharto, terlalu kecil
untuk dianggap wakil masayarkat bahasa terbesar dari bangsa
Indonesia. Dia ingin membikin etimologi dan semantika-nya sendiri di
bidang bahasa demi untuk kepentingan politik yang busuk. Itu terlalu
naif, sama naifnya dengan keinginannya untuk jadi peresiden seumur
hidup. Tapi bila dengan pernyataan ini saya akan tetap kalian( yang
saya maksud sebagian dari kalian) cap anti Cina dan kalian telah
begitu bertekad untuk memaksa saya agar "anti Cina"
atau "rasialist", sayapun akan berusaha mengabulkan harapan kalian
yang begitu teguh dan kukuh tidak mundur setapakkpun. Tapi kalian
tidak bisa memaksa saya, agar saya anti semua Cina, anti bangsa
Cina. Saya sudah sangat!
> sering
> bilang memang saya tidak suka sama Cina jelek, sama tidak
sukanya dengan pribumi yang jelek. Dan seperti juga telah saya
bilang, memang di Indonesia ada dua jenis Cina: yang baik dan yang
jelek. Saya memilih etnis Cina yang merakyat, yang baik, yang dengan
sungguh-sungguh ingin jadi orang Indonesia dan bukan setengah-
setengah sambil mendua hati. Cina yang tahu hak-haknya sebagai warga
Indonesia yang sederajat dengan yang lain-lainnya dan bukan cuma
suka pasang radar super sensitif untuk membaui setiap tubuh pribumi
apakah berbau "anti Cina" untuk dikasi vonnis: "rasialist!!!". Saya
percaya, bahkan di antara kalian, cukup banyak orang yang masih bisa
berpikir waras bahkan baik dan sangat baik. Sia-sia kalian menuduh
saya anti Cina, tanpa dasar, tanpa argumen yang masuk akal. Kalau
hanya pribadi saya, saya tidak akan anti Cina kalau hanya dari
stempel yang kalian berikan, tapi orang lain , sangat mungkin, yang
akan menambah musuh kalian semakin banyak saja menimbang cara
berfikir kalian yang suka gampang-gampangan: berbeda pendapat bisa
dituduh hingga sebagai rasialis atau fasist. Menjawab tuduhan, lalu
dituduh menyerang pribadi tanpa pernah ditunjukkan di mana letak
serangan pribadi yang dimaksudkan. Tapi kalau menyerang orang lain
dengan tuduhan yang paling besar dan kosong , tidak pernah merasa
dirinya telah menyerang pribadi orang lain. Bisakah kita bersahabat
dengan cara lain dan tidak dengan mentalitas yang begini ini.
> Salam.
> asahan aidit (saya tidak marah kok).











------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to