Sobron Aidit :


K I S A H  S E R B A-S E R B I
   ( Ibu Saya - bagian satu )


Ibu saya seandainya masih hidup - gampang menghitung umurnya. Sebab beliau 
lahir pada tahun 1900. Jadi kini seandainya beliau masih hidup - sama dengan 
umur Tahun Masehinya = 105 tahun. Tetapi ibu saya meninggalnya pada tahun 
1968 - jadi beliau berusia 68 tahun.

Ibu saya betul-betul tokoh wanita desa atau wanita kampung zaman lama. 
Beliau butahuruf - tidak pernah bersekolah. Tetapi pergaulannya samasekali 
tidak kampungan. Ketika ayah saya masih menjadi anggota DPR dan kami tinggal 
di Jakarta di Kepu Selatan - ayah sering membawa ibu ke Istana Negara. Dan 
Ibu walaupun butahuruf tetapi jauh dari rasa rendah-diri - 
minderwaardigheidscomplex. Dia biasa-biasa saja. Tetap menyugi. Sugi itu 
adalah tembakau yang diisap di pinggir atau ujung bibir. Barangkali sebagai 
pengganti rokok bagi wanita. Wanita zaman dulu - zaman Ibu saya - rata-rata 
menyugi. Besar sugi itu rata-rata seperti ujung-jempol-jari-tangan. Kalau 
yang besar, sampai sebesar buah jengkol - atau bahkan seperti bola pingpong 
yang kecilan dikit.

Karena tembakaunya diisap-isap - maka warna mulut - bibir dan tangan akan 
menjadi merah - merah sekali. Ketika acara mau ke Istana Negara - ayah 
selalu menasehatkan agar ibu tidak menyugi atau sementara ke dan berada di 
Istana - tidak menyugi. Rupanya saran dan nasehat ayah ini dengan keras 
dibantah ibu. "Kalau mau mengajak aku ke sana -  melarang aku menyugi - 
karena ini sama dengan merokok bagi lelaki, maka baiklah kau saja sendirian 
- dan aku lebih baik di rumah saja...dan menyugi", demikian kata ibu. Dan 
ayah rupanya kalah, apalagi dengan argumentasi ibu. Yang katanya menyugi itu 
sama dengan merokok bagi lelaki!

Dan ayah kalah - ibu diajak ayah ke Istana Negara - dengan bebas buat menygi 
kapan saja dan di mana saja. Tetapi ayah tetap punya pesan yang keras 
terhadap ibu. " Jangan lupa, jangan sampai sembarangan meletakkan bekas 
sugimu itu!", demikian kata ayah. Dan ibu tidak menanggapinya. Sebenarnya 
mengapa hal-hal demikian dipesankan ayah - karena ada alasannya. Bukan hanya 
ibu saja yang ternyata menyugi di Istana Negara itu. Sebab bekas sugi 
beberapa orang yang entah siapa - selalu ada-ada saja yang tergeletak di 
pinggir kursi atau di bawah kursi atau diletakkan dalam asbak di beberapa 
meja di ruangan penonton di Istana. Biasanya ayah akan selalu mengajak ibu 
ke Istana - pabila acaranya tidak sangat resmi. Misalnya ada tontonan Wayak 
Golek - acara ansambel Nyanyi Tari dan pertunjukan buat Istana. Pabila 
Presiden menerima wakil negara - dutabesar baru - ayah biasanya tidak akan 
mengajak ibu - dan lagi kalau hanya acara begituan - ibu juga tidak mau 
ikut. Ibu akan ikut pabila acaranya ada yang akan dilihat - ditonton. Lain 
dengan saya - kalau acaranya Wayang Golek semalam suntuk - saya minta ikut 
bersama ayah dan ibu - sebab tengah malam biasanya ada makanan enak! Ada 
nasi goreng - bayangkan nasi-goreng made in Istana rek! Ada penganan 
tradisional - serabi - kue putu - bajigur - kacangrebus dan banyak lagi. 
Bagi saya sih bukan tontonan Wayang Golek atau Wayang Wong-nya itu - tapi 
perkara hidangannya itu lho!

Nah, perkara ini ibu tidak berpikiran seperti saya. Yang saya banggakan pada 
diri ibu saya - beliau sedikitpun tak ada rasa rendah diri di depan begitu 
banyak orang-orang terpelajar dan pada wangi dengan bau-bauan dan kilatan 
perhiasan di bagian tubuh dan badannya para bunda yang cantik-cantik dan  
hebat-hebat itu. Ibu sebagai wanita kampungan - yang butahuruf - tidak 
sekolahan - tetap sama keberadaannya dengan para ibu-ibu pembesar lainnya. 
Dan saya juga bangga juga pada ayah saya - beliau tidak merasa malu mengajak 
ibu buat datang ke Istana Negara walaupun istrinya adalah orang kampung - 
wanita desa - dan nggak sekolahan lagi! Kalkau saya ingat-ingat - kedua 
orangtua saya ini - ada kebanggaan saya - hebat mereka berdua ini. Yang 
menjadi masalah bukannya hal-hal besar dan prinsipil - tetapi bagaimana 
seandainya tidak membawa peralatan sugi - tembakau - yang selalu menjadi 
kebiasaan ibu. Dan ibu tetap dengan pendiriannya yang teguh. Kalau mau 
mengajak aku ke Istana - sekali-kali jangan melarang aku menyugi! Tuh 
laranglah kaummu yang enak-enak merokok itu - kira-kira begitulah kalau ibu 
mau marah! Dan aku diam-diam mengacungkan jempol kepada ibu yang berani 
menentang ayah dalam perkara sugi ini! Dan ayah kalau telak!

-----------------------------------------------------------------------

Paris,-   16 September 05,-






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to