Hallo,

Saya ingin bertanya, sebenarnya Negara Indonesia ini menganut azaz yang mana 
sih ? Ius Soli atau Ius Sanguini (** apa bener nulisnya gini**)

Saya tidak tahu tepatnya, tetapi selama ini saya condong berpendapat kalau 
Indonesia menganut yang kedua, jadi orang yang lahir di Indonesia tidak 
otomatis jadi Warga Negara Indonesia. Hal ini saya pakai karena saya 
berpikiran kalau Indonesia sebagai bekas koloni dari Negeri Belanda 
mempunyai dasar yang sama dengan Negeri Belanda nya. Lihat saja buku BW 
(Burgerlijke Wetboek yang sampai sekarang masih suka dipakai sebagai 
panutan).

Saya tahu pasti kalau di Negeri Belanda sendiri tidak menganut azaz Ius 
Soli, karena anak-anak yang lahir di negeri belanda TIDAK otomatis jadi 
warga negara belanda.

Tapi bisa saja pendapat saya ini salah, jadi tolong dikasih tahu kalau saya 
salah.

trims,
salam,
steve


----- Original Message ----- 
From: "ChanCT" <[EMAIL PROTECTED]>
To: "HKSIS-Group" <[EMAIL PROTECTED]>; <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Sent: Thursday, February 02, 2006 9:23 AM
Subject: [budaya_tionghua] Re: Saat Bela Merah Putih Masih Berstatus 
Stateless


> Memang sesuatu yang sangat unik bisa terjadi di Indonesia, mungkin juga 
> tak ada keduanya didunia ini, dimana bisa terjadi masalah kewarganegaraan 
> begitu rumitnya khusus terhadap etnis Tionghoa.
>
> Coba perhatikan, Ivana Lie seorang atlet Bulutangkis yang membela nama 
> baik Indonesia, tapi masih bisa berstatus stateless, belum mempunyai 
> kewarganegaraan yang sah. Mengapa? Satu kontradiksi peraturan UU 
> Kewarga-negaraan yang terjadi di Indonesia. Betul-betul membuat amburadul, 
> entah disengaja atau kelalaian dari pihak Pemerintah RI.
>
> Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang berasaskan ius Soli, tempat kelahiran 
> seseorang sebagai syarat menjadi kwarga-negara Indonesia, yang jelas telah 
> di-Undang-kan pada tahun 1946, maka seharusnya Ivana Lie yang lahir di 
> Indonesia,  sekalipun orang-tuanya berasal dari Tiongkok sana, adalah 
> seorang warga-negara Indonesia yang sah, selama dia tidak pernah 
> menyatakan menolak menjadi warga-negara Indonesia untuk tetap menjadi 
> warga-negara Tiongkok (mengikuti orang-tuanya).
>
> Tapi, kemudian lupa konkritnya tahun berapa diberlakukan keharusan 
> seseorang turunan asing (kenyataan hanya khusus diberlakukan untuk etnis 
> Tionghoa saja), diharuskan memiliki SBKRI (Surat Bukti Kewarga-negaraan 
> Indonesia), dan, ... karena Ivana Lie tidak pernah berhasil memiliki 
> SBKRI, dia jadi tetap dianggap stateless, bukan warga-negara Indonesia 
> yang sah! Sekalipun dia beberapa kali keluar-negeri mewakili regu 
> Bulutangkis Indonesia. Keluar negeri keliling kemana-mana hanya dengan 
> surat jalan, "Saat keluar negeri, saya hanya dibekali secarik kertas yang 
> menyatakan bahwa saya orang Indonesia. Tapi, ketika pulang, 
> kewarganegaraan saya dicabut dan menjadi stateless (tidak punya 
> kewarganegaraan, Red)," ujarnya. Masalah kerumitan administrasi SBKRI baru 
> bisa diselesaikan setelah KONI dan PBSI memberikan bantuan.
>
> Satu keganjilan yang bisa terjadi di negeri ini, aneh, lucu sekaligus juga 
> sangat menyedihkan. Dan keganjilan demikian ini ternyata juga menimpa diri 
> atlet Bulutangkis peranakan Tionghoa lain seperti,  Alan Budi Kusuma, Susi 
> Susanti, dan Hendrawan yang juga pernah mengharumkan nama Indonesia 
> didunia Internasional. Entah berapakali sudah bendera Merah-Putih 
> dikibarkan dengan kumandang "Indonesia Raya" ditengah-stadion 
> Internasional, karena prestasi yang atlet-atlet peranakan Tionghoa 
> tersebut. Hati mereka dan kesetiaan mereka pada Indonesia tidak bisa 
> diragukan, hanya birokrasi di Indonesia saja yang menghambat mereka 
> menjadi warga-negara Indonesia yang sah!
>
> Salam,
> ChanCT
>
>
> ----- Original Message ----- 
>  From: BUD'S
>  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>  Sent: Thursday, February 02, 2006 2:12 PM
>  Subject: Re: OOT Re: [budaya_tionghua] Saat Bela Merah Putih Masih 
> Berstatus Stateless
>
>
>  Kalau kasus Ivana kan ortunya masih WNA ??? cobadeh baca dengan teliti 
> berita dari indopost ini, ini kutipannya :
>
>  Ivana tidak memiliki surat kewarganegaraan karena orang tuanya adalah 
> pendatang. "Pada 1940, orang tua saya datang dari China ke Indonesia dan 
> belum berstatus warga negara Indonesia. Otomatis, saya menjadi warga 
> negara asing. Padahal, saya lahir di sini sampai menjadi atlet," jelasnya.
>
>    ----- Original Message ----- 
>    From: melani chia
>    To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>    Sent: Wednesday, February 01, 2006 9:05 PM
>    Subject: Re: OOT Re: [budaya_tionghua] Saat Bela Merah Putih Masih 
> Berstatus Stateless
>
>
>    Tdk punya SKBRI masih bisa punya pasport ,asal saja parent ada SKBRI,jd 
> dulu kalau sy mau perpanjang pasport hrs bawa dokumen org tua sy,ribet 
> lah,kalau masih manual,sy hanya pikir gimana kalo ilang dokumen2 jaman 
> dulu milik org tua/milik anak2 sekarang,serba manual,hari gineeeeeeeeee.
>
>    BUD'S <[EMAIL PROTECTED]> wrote:          Tanpa kewarganegaraan bearti 
> ngak punya Pasport dong, tapi kenapa ya bisa mondar mandir keluar negeri 
> he he he aneh tapi nyata. boleh tuh masuk MURI
>        ----- Original Message ----- 
>      From: Ambon
>      To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>      Sent: Sunday, January 29, 2006 5:32 AM
>      Subject: [budaya_tionghua] Saat Bela Merah Putih Masih Berstatus 
> Stateless
>
>
>        http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=209258
>
>      Minggu, 29 Jan 2006,
>
>
>
>
>      Saat Bela Merah Putih Masih Berstatus Stateless
>
>
>
>
>      JAKARTA - Masyarakat Tionghoa belum sepenuhnya diperlakukan adil. 
> Aparat sering memperlakukan mereka secara diskriminatif. Tak jarang 
> masyarakat Tionghoa di Indonesia menjadi komoditas para aparat untuk 
> menjadi sapi perahan. Khususnya, dalam pengurusan identitas 
> kewarganegaraan atau surat bukti kewarganegaraan Republik Indonesia 
> (SBKRI).
>
>    Diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa tersebut dibeberkan dalam 
> diskusi yang bertema Imlek, Eksistensi Tionghoa di Indonesia yang digelar 
> di Marioss Place, Jakarta, kemarin.
>
>    Ivana Lie, mantan atlet bulu tangkis nasional, yang hadir dalam diskusi 
> tersebut menceritakan, dirinya merupakan salah seorang korban rumitnya 
> birokrasi dalam mengurus SBKRI. "Bertahun-tahun saya menjadi pemain 
> nasional, tapi tanpa kewarganegaraan," ungkapnya.
>
>    Sebagai pemain yang membawa bendera Merah Putih, Ivana berkali-kali 
> mengharumkan nama bangsa di level internasional. Prestasinya itu membuat 
> lagu kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di berbagai penjuru dunia.
>
>    "Saat keluar negeri, saya hanya dibekali secarik kertas yang menyatakan 
> bahwa saya orang Indonesia. Tapi, ketika pulang, kewarganegaraan saya 
> dicabut dan menjadi stateless (tidak punya kewarganegaraan, Red)," 
> ujarnya. Dia juga telah berusaha mengurus KTP, tapi tidak bisa karena 
> tidak memiliki surat kewarganegaraan.
>
>    Ivana tidak memiliki surat kewarganegaraan karena orang tuanya adalah 
> pendatang. "Pada 1940, orang tua saya datang dari China ke Indonesia dan 
> belum berstatus warga negara Indonesia. Otomatis, saya menjadi warga 
> negara asing. Padahal, saya lahir di sini sampai menjadi atlet," jelasnya.
>
>    Akhirnya, SBKRI tersebut didapatkan setelah diperjuangkan KONI dan 
> PBSI. "Bukan hanya saya yang mengalami hal ini. Tapi, beberapa atlet bulu 
> tangkis lain seperti Alan Budi Kusuma, Susi Susanti, dan Hendrawan juga 
> mengalami," katanya.
>
>    Mengomentari Ivana, pengamat etnis Tionghoa Ridawan Saidi mengatakan, 
> "Tidak ada tanda-tanda akan menjadi baik. Itu (SKBRI) satu kerumitan 
> administrasi. Itu satu peluang untuk mencari uang bagi para birokrat. Kita 
> punya kebijakan nasional kewarganegaraan, tapi tidak berjalan karena tidak 
> ada juklak dan juknis."
>
>    Menurut dia, peraturan yang mewajibkan warga keturunan Tionghoa 
> mempunyai SBKRI harus dihentikan. Sebab, hal itu sudah tidak relevan 
> dengan kondisi bangsa yang mengedepankan kesetaraan. "Peraturan seperti 
> itu seharusnya disudahi. Itu kan kelanjutan dwi kewarganegaraan rangkap 
> 1950," tegas mantan anggota DPR tersebut.
>
>    Hal yang sama diungkapkan dosen Studi Masyarakat Tionghoa Indonesia 
> dari Beijing Foreign Studies University, Eddy Prabowo. Dia menyatakan, 
> permasalahan SBKRI masih belum jelas karena konsep pemerintah masih 
> berbelit-belit. "Ini sebuah realitas bahwa orang bisa ditendang ke mana 
> saja. Karena apa? Sebab, ini adalah massa mengambang. Kedua, punya duit. 
> Ini sangat berbahaya karena merembet dalam banyak hal, terutama status 
> hukum," jelasnya.
>
>    Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyinggung soal diskriminasi 
> terhadap etnis Tionghoa. Menurut dia, diskriminasi tersebut terjadi karena 
> faktor eksternal. Artinya, bukan disebabkan keberadaan masyarakat Tionghoa 
> dan lainnya. "Di lapisan bawah, simbiosis dengan masyarakat bawah sudah 
> cukup baik. Yang mengondisikan adalah faktor eksternal," ujarnya. Salah 
> satu faktor eksternal adalah faktor politis.
>
>    Lalu, bagaimana menyikapi faktor-faktor eksternal tersebut? Dia 
> menyatakan sangat sulit. Sebab, tidak ada kemauan untuk berubah ke arah 
> lebih baik. "Sulit. Sebab, orang Tionghoa terkesan ngapain kita bicara 
> kalau salah dan nggak bicara juga salah, mau mengadu ke siapa? Minta 
> perlindungan ini, itu," tegasnya.
>
>    Di sisi lain, Eddy yakin diskriminasi itu lambat laun berkurang. Sebab, 
> mulai terjadi gerakan-gerakan generasi muda keturunan Tionghoa untuk 
> melakukan dialog multikultural. "Generasi sudah mulai mendobrak kebekuan 
> yang ada," katanya.
>
>    Mereka mulai mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 
> serta Departemen Hukum dan HAM. Bukan hanya itu. Menurut Eddy, perlu 
> dikembangkan rekonsiliasi sosial yang mengedepankan keterbukaan serta 
> kesepahaman. "Tidak ada gunanya saling mencela dan kemudian kecenderungan 
> eksklusivitas. Yang penting kesepahaman antara elemen," tegasnya. (yog)
>
>
>
>  [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
>
>  .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.
>
>  .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
>
>  .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
>  Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
>
> .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
>
> .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.
>
> .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
>
> .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
>
> 



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke