laporin ke IOC ama induk OR dunia, kira2 dibatalin gak yah gelar juaranya. hehheehe
--- Ambon <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=209258 > > Minggu, 29 Jan 2006, > > > > > Saat Bela Merah Putih Masih Berstatus Stateless > > > > > JAKARTA - Masyarakat Tionghoa belum sepenuhnya > diperlakukan adil. Aparat sering memperlakukan > mereka secara diskriminatif. Tak jarang masyarakat > Tionghoa di Indonesia menjadi komoditas para aparat > untuk menjadi sapi perahan. Khususnya, dalam > pengurusan identitas kewarganegaraan atau surat > bukti kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI). > > Diskriminasi terhadap masyarakat Tionghoa tersebut > dibeberkan dalam diskusi yang bertema Imlek, > Eksistensi Tionghoa di Indonesia yang digelar di > Marioss Place, Jakarta, kemarin. > > Ivana Lie, mantan atlet bulu tangkis nasional, yang > hadir dalam diskusi tersebut menceritakan, dirinya > merupakan salah seorang korban rumitnya birokrasi > dalam mengurus SBKRI. "Bertahun-tahun saya menjadi > pemain nasional, tapi tanpa kewarganegaraan," > ungkapnya. > > Sebagai pemain yang membawa bendera Merah Putih, > Ivana berkali-kali mengharumkan nama bangsa di level > internasional. Prestasinya itu membuat lagu > kebangsaan Indonesia Raya berkumandang di berbagai > penjuru dunia. > > "Saat keluar negeri, saya hanya dibekali secarik > kertas yang menyatakan bahwa saya orang Indonesia. > Tapi, ketika pulang, kewarganegaraan saya dicabut > dan menjadi stateless (tidak punya kewarganegaraan, > Red)," ujarnya. Dia juga telah berusaha mengurus > KTP, tapi tidak bisa karena tidak memiliki surat > kewarganegaraan. > > Ivana tidak memiliki surat kewarganegaraan karena > orang tuanya adalah pendatang. "Pada 1940, orang tua > saya datang dari China ke Indonesia dan belum > berstatus warga negara Indonesia. Otomatis, saya > menjadi warga negara asing. Padahal, saya lahir di > sini sampai menjadi atlet," jelasnya. > > Akhirnya, SBKRI tersebut didapatkan setelah > diperjuangkan KONI dan PBSI. "Bukan hanya saya yang > mengalami hal ini. Tapi, beberapa atlet bulu tangkis > lain seperti Alan Budi Kusuma, Susi Susanti, dan > Hendrawan juga mengalami," katanya. > > Mengomentari Ivana, pengamat etnis Tionghoa Ridawan > Saidi mengatakan, "Tidak ada tanda-tanda akan > menjadi baik. Itu (SKBRI) satu kerumitan > administrasi. Itu satu peluang untuk mencari uang > bagi para birokrat. Kita punya kebijakan nasional > kewarganegaraan, tapi tidak berjalan karena tidak > ada juklak dan juknis." > > Menurut dia, peraturan yang mewajibkan warga > keturunan Tionghoa mempunyai SBKRI harus dihentikan. > Sebab, hal itu sudah tidak relevan dengan kondisi > bangsa yang mengedepankan kesetaraan. "Peraturan > seperti itu seharusnya disudahi. Itu kan kelanjutan > dwi kewarganegaraan rangkap 1950," tegas mantan > anggota DPR tersebut. > > Hal yang sama diungkapkan dosen Studi Masyarakat > Tionghoa Indonesia dari Beijing Foreign Studies > University, Eddy Prabowo. Dia menyatakan, > permasalahan SBKRI masih belum jelas karena konsep > pemerintah masih berbelit-belit. "Ini sebuah > realitas bahwa orang bisa ditendang ke mana saja. > Karena apa? Sebab, ini adalah massa mengambang. > Kedua, punya duit. Ini sangat berbahaya karena > merembet dalam banyak hal, terutama status hukum," > jelasnya. > > Dalam kesempatan tersebut, dia juga menyinggung soal > diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Menurut dia, > diskriminasi tersebut terjadi karena faktor > eksternal. Artinya, bukan disebabkan keberadaan > masyarakat Tionghoa dan lainnya. "Di lapisan bawah, > simbiosis dengan masyarakat bawah sudah cukup baik. > Yang mengondisikan adalah faktor eksternal," > ujarnya. Salah satu faktor eksternal adalah faktor > politis. > > Lalu, bagaimana menyikapi faktor-faktor eksternal > tersebut? Dia menyatakan sangat sulit. Sebab, tidak > ada kemauan untuk berubah ke arah lebih baik. > "Sulit. Sebab, orang Tionghoa terkesan ngapain kita > bicara kalau salah dan nggak bicara juga salah, mau > mengadu ke siapa? Minta perlindungan ini, itu," > tegasnya. > > Di sisi lain, Eddy yakin diskriminasi itu lambat > laun berkurang. Sebab, mulai terjadi gerakan-gerakan > generasi muda keturunan Tionghoa untuk melakukan > dialog multikultural. "Generasi sudah mulai > mendobrak kebekuan yang ada," katanya. > > Mereka mulai mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi > Manusia (Komnas HAM) serta Departemen Hukum dan HAM. > Bukan hanya itu. Menurut Eddy, perlu dikembangkan > rekonsiliasi sosial yang mengedepankan keterbukaan > serta kesepahaman. "Tidak ada gunanya saling mencela > dan kemudian kecenderungan eksklusivitas. Yang > penting kesepahaman antara elemen," tegasnya. (yog) > __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/