MANIFESTO DARI YANG TERSINGKIR
http://www.socineer.com/soc-newtotal.html



Pada tanggal 28 Februari yang lalu beredar sebuah manifesto anti
Islamisme yang berhubungan dengan kejadian kerusuhan-
kerusuhan akibat penerbitan kartun di Denmark. Islamisme adalah
gerakan politik garis keras berbasis agama, berbeda dengan Islam
sebagai agama. Manifesto itu dengan cepat ditanggapi banyak
pihak, baik yang bersifat kritis terhadapnya maupun yang
menyetujuinya.

Yang menarik dari manifesto tersebut adalah, bahwa manifesto itu
sebagian besar ditanda-tangani oleh intelektual yang berasal dari
budaya Muslim, seperti Iran, Bangladesh, Pakistan, Somalia, dsb.
Mereka adalah individu-individu yang tersingkir oleh radikalisme
Islam yang terjadi pada dekade-dekade terakhir. Dalam suasana
panas seperti sekarang, mereka yang menandatangani manifesto ini
sebenarnya menciptakan resiko besar bagi diri mereka.

Saya akan mencoba menulis ulasan tentang latar belakang dan
pertentangan yang terdapat dalam manifesto ini pada akhir minggu.
Untuk saat ini, terjemahan Bahasa Indonesia dan salinan dokumen
asli dalam Inggris saya lampirkan disini sebagai bahan informasi.
Disamping itu, informasi tentang penandatangan manifesto dan
foto-foto mereka juga ditampilkan.


Manifesto: Bersama Menghadapi Totalitarianisme Baru.

Sesudah mengatasi fascisme, Nazisme, dan
Stalinisme, dunia saat ini menghadapi sebuah
ancaman totalitarianisme global: Islamisme.

Kami, para penulis, journalis, dan intelektual,
menyerukan untuk melawan totalitarianisme
keagamaan, dan untuk mempromosikan kebebasan,
kesetaraan peluang, dan nilai nilai sekuler untuk
semua insan.

Peristiwa akhir-akhir ini, yang terjadi setelah
penerbitan gambar Muhammad di suratkabar Eropa,
telah menunjukkan perlunya perjuangan untuk nilai-
nilai universal ini. Perjuangan ini tidak akan
dimenangkan dengan senjata, tetapi dalam bidang
ideologi. Hal ini bukan benturan peradaban, juga
bukan pertentangan Barat dan Timur sebagaimana
yang kami saksikan, tetapi perjuangan global antara
para demokrat dan theokrat.

Seperti semua jenis totalitarianisme, Islamisme
berkembang dari ketakutan dan rasa frustasi.
Kebencian para pengkhotbah mengandalkan
perasaan ini dalam membentuk pasukan-pasukan
untuk memaksakan sebuah dunia tanpa kebebasan
dan persamaan hak. Namun kami menyatakan
dengan jelas dan sungguh: tidak ada alasan, bahkan
juga keputusasaan, yang bisa menjadi pembenaran
untuk penolakan pembaharuan pemikiran,
totalitarianisme, dan kebencian. Islamisme adalah
sebuah ideologi reaksionis yang membunuh
kesetaraan, kebebasan dan pemikiran sekular
dimanapun dia berada. Keberhasilannya akan
membentuk sebuah dunia yang didasari atas
dominasi: dominasi pria terhadap wanita, dominasi
Islamis terhadap yang lain. Untuk menghadapi
ancaman ini, kita harus menjamin hak-hak universal
dari mereka yang tertindas dan mengalami
diskriminasi.

Kami menolak « relativisme budaya », dimana atas
nama penghormatan terhadap budaya dan tradisi,
menyetujui bahwa pria dan wanita yang berasal dari
budaya Muslim boleh dicabut haknya atas
kesetaraan, kebebasan, dan nilai-nilai sekular. Kami
menolak untuk melepaskan jiwa kritis karena takut
dituduh "Islamophobia", sebuah konsep tidak tepat
yang merancukan sikap kritis terhadap agama
sebagai stigmatisasi terhadap penganutnya.

Kami menuntut kebebasaan berekspresi untuk
semua, sehingga jiwa kritis bisa diterapkan di semua
benua terhadap semua jenispenyelewengan dan
semua dogma.

Kami menyerukan pada para demokrat dan jiwa-jiwa
yang bebas di semua negara, bahwa abad kita
seharusnya menjadi satu abad Pencerahan, bukan
Penggelapan.


12 tanda-tangan
Ayaan Hirsi Ali
Chahla Chafiq
Caroline Fourest
Bernard-Henri Lévy
Irshad Manji
Mehdi Mozaffari
Maryam Namazie
Taslima Nasreen
Salman Rushdie
Antoine Sfeir
Philippe Val
Ibn Warraq



PARA PENANDATANGAN MANIFESTO:

Ayaan Hirsi Ali, 36 tahun, lahir di Mogadishu, Somalia. Pada usia
muda, dia disekolahkan di sekolah wanita Islam di Kenya, dimana
dipengaruhi oleh gurunya untuk menjadi Islam radikal. Dia juga
simpatisan Ikhwan Al-Muslimin, kelompok muslim ekstrimis dari
Mesir. Keluarganya terpaksa untuk keluar dari Somalia karena
alasan politik, dan kemudian Negeri Belanda menerima
permohonan suaka mereka sehingga dia bisa tinggal dan mengecap
pendidikan di Belanda. Pendidikan dalam bidang ilmu-ilmu sosial
membuatnya berubah menjadi salah satu pengkritik pandangan
Islam tradisional terutama dalam masalah persamaan hak wanita.
Bersama dengan Theo van Gogh dia membuat film tentang
penindasan kaum wanita dalam masyarakat muslim. Mereka
mendapat ancaman mati dari kelompok muslim radikal, dan pada
tahun 2004, rekannya Theo van Gogh dibunuh oleh kelompok
tersebut, sehingga Ayaan Hirsi Ali sampai saat ini hidup dalam
perlindungan polisi. Dia juga menjadi anggota parlemen dari
Negeri Belanda dari Partai Demokratik Liberal.

<Image: Foto Ayaan Hirsi Ali>

Chahla Chafiq, penulis kelahiran Iran yang sekarang bermukim di
Paris. Buku-buku karangannya antara lain: Le Nouvel Islamiste: La
Prison Politique en Iran (Manusia Islamis Baru: Penjara Politis di
Iran), Le femme et le retour de l'Islam: L'experience iranienne,
(Wanita dan Kembalinya Islam: Pengalaman Iran). Sebagai
seorang aktivis oposisi politik dalam era Shah Iran, dia mendukung
Khomeini untuk menumbangkan Shah Iran, hanya untuk terusir
dari tanah kelahirannya karena dia tidak memiliki pandangan yang
sama dengan kelompok Islam radikal waktu itu.

<Image: Foto Chahla Chafiq>

Caroline Fourest, adalah seorang sosiolog dan jurnalis Perancis.
Fourest lancar berbahasa Arab dan menjadi spesialis dalam bidang
gerakan keagamaan radikal, termasuk gerakan radikal kristen,
jahudi, dan islam. Dia terutama melihat gerakan-gerakan tersebut
dari perpektif seorang wanita.

<Image: Foto Caroline Fourest>

Bernard-Henri Lévy, 58 tahun, lahir di Beni-Saf, Aljajair, adalah
seorang filsuf dan penulis, ssat ini tinggal di Perancis. Sewaktu
konfrontasi di Balkan, dia adalah intelektual di Perancis yang
pertama kalinya menyuarakan intervensi di Bosnia untuk
melindungi muslim Bosnia dari pembantaian. Dia menulis belasan
buku tentang sejarah dan pemikiran, antara lain Bangladesh,
Nationalism dans la revolution.

<Image: Foto Bernard-Henri Lévy>

Irshad Manji, 36 tahun, lahir di Uganda dengan latar belakang
budaya muslim India. Dia adalah seorang penganut Islam Shiah
dan berimmigrasi ke Canada sewaktu diktator Idi Amin mengusir
penduduk etnis Asia Selatan keluar dari Uganda. Saat ini dia
dikenal sebagai jurnalis yang populer di Canada. Dalam refleksi
terhadap latar belakang budayanya, dia merupakan pengeritik
vokal dari fundamentalisme Islam, terutama perlakuan terhadap
wanita. Dia menuliskan buku The Trouble with Islam: A Muslim's
Call for Reform in Her Faith, panggilan untuk mereformasi tradisi
Islam dengan jalan ijtihad. Buku tersebut mendapat perhatian besar
di Canada dan menempati rak-rak depan di banyak toko buku.

<Image: Foto Irshad Manji>

Mehdi Mozaffari adalah seorang professor dalam bidang Kajian
Islam dan Ilmu Politik dari Iran, dan sekarang dalam hidup
pengasingan dan menjadi professor di Denmark. Setelah mengajar
di Geneva, Paris, dan Harvard, sejak tahun 2003, dia menjabat
sebagai Professor dalam Kajian Islam di Departemen Ilmu Politik
Universitas Aarhus di Denmark.

<Image: Foto Mehdi Mozaffari>

Maryam Namazie dilahirkan di Teheran, Iran. Keluarganya
mengungsi keluar Iran ke India setelah Iran menjadi Republik
Islam, dan kemudian menetap di Amerika. Sesudah menyelesaikan
pendidikannya, dia berkarya di Ethiopia membantu para pengungsi.
Sesudah pemerintahan Islam berkuasa di Ethiopia, dia dievakuasi
lagi kembali ke Amerika. Di Amerika, dia kemudian bekerja dalam
organisasi-organisasi kemanusiaan dan bantuan untuk para
pengungsi, sebelum akhirnya dia berkarir sebagai produser
program televisi berbahasa Inggris untuk pemirsa di negara-negara
Timur Tengah, dimana dia mengemukakan pandangannya yang
progresif tentang peran wanita untuk negara-negara muslim.

<Image: Foto Maryam Namazie>

Taslima Nasreen, 44 tahun, dilahirkan dari keluarga intelektual
muslim di Bangladesh. Dia belajar di sekolah kedokteran dan
dikenal sebagai dokter maupun sebagai penulis puisi dan essay.
Melihat penindasan terhadap kelompok minoritas non-muslim di
Bangladesh, dia menyuarakan sikap kritis. Sesudah menulis
beberapa kolom di koran setempat, para Islamis
mengumandangkan fatwa hukuman mati terhadapnya. Bukunya
dilarang dibaca di Bangladesh karena mengeritik perlakuan
terhadap wanita maupun minoritas non-muslim Bangladesh. Pada
tahun 1994, desakan para Islamis yang menuntut hukuman mati
untuk dirinya membesar, dan dia harus meninggalkan Bangladesh
dan tinggal di pengasingan. Dia menerima Penghargaan Sakharov
untuk Kebebasan Berpikir dari Parlemen Eropa, dan banyak lagi
penghargaan lain. Bukunya dibaca di seluruh dunia dalam dua
puluh bahasa.

<Image: Foto Taslima Nasreen>

Salman Rushdie, 59 tahun, lahir di Bombay India dari keluarga
muslim terpandang. Dia menjadi terkenal ke seluruh dunia setelah
dia difatwa mati oleh Ayatollah Khomeini, pemimpin Iran, karena
bukunya yang dianggap menghina Muhammad, yaitu The Satanic
Verses, karena ada satu karakter dalam buku tersebut yang
bernama Mahound. Khomeini menyediakan hadiah US$ 3,000,000
untuk yang berhasil membunuh Salman Rushdie. Karena itu untuk
jangka waktu yang cukup lama, Rushdie hidup dalam penjagaan
ketat dalam persembunyiannya. Dia menerima banyak
penghargaan atas karya sastra yang dihasilkan. Bukunya
diterjemahkan dalam lebih dari 40 bahasa.

<Image: Foto Salman Rushdie>

Antoine Sfeir adalah seorang Arab Maronite dari Lebanon. Dia
kemudian menjadi warga Perancis dan tinggal disana sebagai
jurnalis dan professor. Dia menjadi director dari beberapa media,
dan menulis beberapa tuku tentang Timur Tengah. Di Perancis,
Sfeir menjadi narasumber penting bagi media setempat tentang
budaya Arab dan Islam.

<Image: Foto Antoine Sfeir>

Philippe Val adalah direktur dari Charlie Hebbo, salah satu surat
kabar di Perancis.

<Image: Foto Mehdi Mozaffari>

Ibn Warraq, 60 tahun, lahir di India dari keluarga muslim, yang
pindah ke Pakistan ketika terjadi pemecahan India menjadi India
dan Pakistan. Dia menjadi penulis ternama yang mempertanyakan
banyak keyakinan Islam, termasuk membuat penelitian sejarah
tentang sumber-sumber dokumen Islam.

<Image: Foto Philippe Val>



MANIFESTO: Together facing the new totalitarianism

After having overcome fascism, Nazism, and
Stalinism, the world now faces a new totalitarian
global threat: Islamism.

We, writers, journalists, intellectuals, call for
resistance to religious totalitarianism and for the
promotion of freedom, equal opportunity and secular
values for all.

The recent events, which occurred after the
publication of drawings of Muhammed in European
newspapers, have revealed the necessity of the
struggle for these universal values. This struggle will
not be won by arms, but in the ideological field. It is
not a clash of civilisations nor an antagonism of West
and East that we are witnessing, but a global
struggle that confronts democrats and theocrats.

Like all totalitarianisms, Islamism is nurtured by
fears and frustrations. The hate preachers bet on
these feelings in order to form battalions destined to
impose a liberticidal and unegalitarian world. But we
clearly and firmly state: nothing, not even despair,
justifies the choice of obscurantism, totalitarianism
and hatred. Islamism is a reactionary ideology which
kills equality, freedom and secularism wherever it is
present. Its success can only lead to a world of
domination: man's domination of woman, the
Islamists' domination of all the others. To counter
this, we must assure universal rights to oppressed or
discriminated people.

We reject « cultural relativism », which consists in
accepting that men and women of Muslim culture
should be deprived of the right to equality, freedom
and secular values in the name of respect for
cultures and traditions. We refuse to renounce our
critical spirit out of fear of being accused of
"Islamophobia", an unfortunate concept which
confuses criticism of Islam as a religion with
stigmatisation of its believers.

We plead for the universality of freedom of
expression, so that a critical spirit may be exercised
on all continents, against all abuses and all dogmas.

We appeal to democrats and free spirits of all
countries that our century should be one of
Enlightenment, not of obscurantism.

12 signatures
Ayaan Hirsi Ali
Chahla Chafiq
Caroline Fourest
Bernard-Henri Lévy
Irshad Manji
Mehdi Mozaffari
Maryam Namazie
Taslima Nasreen
Salman Rushdie
Antoine Sfeir
Philippe Val
Ibn Warraq


Last Revised:Mar 03, 2006 



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke