http://www.suarapembaruan.com/News/2006/04/04/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Masih Ingat Souw Beng Kong?

 

Makam Souw Beng Kong, salah satu tokoh yang berperan penting dalam perkembangan 
sejarah Jakarta, yang kini kondisinya tak terawat.[Pembaruan/Aa Sudirman] 

Ada yang masih ingat Souw Beng Kong? Siapa dia? Mungkin pertanyaan itu yang 
akan kita dengar jika nama Souw Beng Kong kita sebutkan. Namanya memang jarang 
terdengar. Warga Jakarta termasuk yang sering disebut keturunan Tionghoa pun, 
bisa jadi banyak yang tidak mengetahui namanya. Apalagi kiprahnya pada masa 
lalu. 

Tapi pemilik nama itu sebenarnya punya hubungan erat dengan Jakarta. Ia hidup 
saat ibu kota Indonesia ini belum lahir. Indonesia, artinya, belum berdiri. 
Souw Beng Kong hidup saat wilayah yang sekarang menjadi ibu kota Negara ini, 
masih merupakan wilayah kekuasaan VOC, persekutuan dagang Hindia Timur. Singkat 
kata, saat itu penduduk yang wilayahnya saat itu disebut Batavia, masih 
merupakan jajahan kelompok pengusaha Belanda yang mempunyai kemampuan militer 
dan adiministrasi. 

Souw Beng Kong adalah Kapitan Cina Pertama di Batavia pada 1628. Dengan 
kedudukannya itu, ia bisa dikatakan sebagai pria yang ikut menentukan wajah 
Batavia masa itu. Tugas utamanya sebagai kapitan ialah, mengurus semua warga 
Tionghoa di Batavia. Ia juga mempunyai tanggung jawab sebagai juru bicara warga 
Tionghoa pada masa jabatannya. Tugas yang tidak ringan, tentunya. 

Dari sisi politik perjuangan mengusir penjajah dari bumi Indonesia, Souw Beng 
Kong bisa dikatakan sebagai kawan Belanda. Persahabatan pribadinya dengan 
Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen sangat dikenal pada masa itu. Tapi 
melupakan namanya dari ingatan sejarah jelas tidak tepat. Sepak terjangnya saat 
berkuasa merupakan masalah yang layak jadi bahan kajian. Setidak-tidaknya agar 
warga Jakarta mengetahui sejarah masa lalu kotanya. 

Upaya ini yang tampaknya mendorong Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya 
Indonesia (KPSBI)- Historia mencantumkan kunjungan ke makam Souw Beng Kong 
sebagai salah satu kegiatannya. Kunjungan yang unik itu dikemas dalam program 
"Jakarta Trail Mangga Doea, Kampoeng Petjah Kulit." 

Pengetahuan tentang bentuk dan lokasi makam Souw Beng Kong diharapkan bisa 
menjadi titik awal dari kesadaran warga Jakarta untuk lebih mengetahui sejarah 
kotanya. Harapan lainnya, tentu saja untuk menjadikan lokasi makam itu sebagai 
tujuan wisata dalam kota yang menarik. KPSBI-Historia memang didirikan untuk 
memperkenalkan sejarah dan kebudayaan Jakarta melalui pengenalan benda cagar 
budaya. 


Jalan Kaki 

Dalam programnya untuk menyusuri lokasi-lokasi yang nyaris terlupakan, 
KPSBI-Historia berhasil menjaring 130 peserta. Sejak Minggu (2/4) sekitar pukul 
08.00, 130 peserta dan beberapa relawan KPSBI-Historia sudah berkumpul di 
halaman Museum Bank Mandiri di Jalan Lapangan Stasiun Kereta Api, Jakarta Kota. 

Museum itu tadinya merupakan gedung Bank Eksim. Jauh sebelumnya, tepatnya sejak 
14 Januari 1933 itu gedung itu diberi nama Nederlandsche Handel Maatshapppij 
(NHM) ke 10. Gedung bergaya klasik Art Deco yang unik itu menjadi tempat 
pertemuan sekaligus tempat rombongan melalui perjalanannya. 

Peserta yang telah membayar Rp 50.000 mendapat penjelasan singkat dari panitia 
mengenai sejarah beberapa bangunan dan tempat yang akan dikunjungi. Sebuah 
kotak kecil berisi kue, pisang goreng, air minum, dan buku panduan juga 
dibagikan. 

Puas melihat-lihat bangunan unik itu, peserta kemudian berjalan kaki 
mengunjungi Gedung Bank Indonesia yang tidak jauh dari Museum Bank Mandiri. 
Gedung Gereja Sion yang dibangun 20 April 1639, menjadi sasaran selanjutnya. 
Gedung lainnya yang mendapat kunjungan ialah Stasiun Kereta Api Jakarta Kota 
yang lebih dikenal dengan nama Beos. Usai mengamati gedung yang masih berdiri 
tegak namun kotor itu, peserta kemudian mengunjungi gedung SMPN 22 yang 
dibangun pada 1910. 

Lokasi menarik lainnya yang juga tidak luput dari pengamatan peserta ialah 
bekas tanah milik keluarga Pieter Erberveld, makam Raden Ateng Kartadriya, 
Masjid Mangga Dua, dan makam Souw Beng Kong. 

Makam kapitan Cina itu ternyata terletak di wilayah yang sulit dibayangkan. Di 
tengah terik panas matahari, peserta harus berjalan menyusuri Jalan Pangeran 
Jayakarta sebelum menemukan papan penunjuk jalan bertuliskan Gang Taruna. Tepat 
diujung gang terlihat tulisan pangkalan ojek. Ada penjual pulsa telepon di 
sayap kiri dan penjual makanan. 

Di gang itu, sejumlah pengojek dan penduduk setempat terlihat tengah bermain 
catur. "Saya belum pernah ke tempat ini seumur hidup. Padahal saya lahir dan 
besar di Jakarta. Nama Souw Beng Kong hanya pernah dengar selintas," kata 
Widjaya, salah seorang peserta jalan-jalan sambil menanti giliran masuk ke 
dalam gang. Peserta memang harus dibagi dalam bebebera kelompok dan berbaris 
masuk ke dalam gang, karena sempitnya jalan masuk. 


Bentuk Unik 

Gang Taruna memang sempit dan kumuh. Rumah penduduk sangat rapat. Di pinggir 
gang terlihat lemari bekas, bekas kandang burung, dan anak-anak bermain play 
station. Setelah berkelok-kelok, peserta bisa melihat makam tokoh, yang menurut 
Ketua KPSBI-Historia Asep Kambali, ikut mempengaruhi wajah arsitektur sejumlah 
bangunan tua di Jakarta. 

"Jangan lupakan, selain menjadi Kapitan Cina pertama di Batavia, Souw Beng Kong 
adalah seorang kontraktor bangunan. Sayang sekali makamnya tidak terurus. 
Padahal, jika ditata dengan baik, tempat itu bisa menjadi tempat wisata 
menarik," katanya. 

Makam orang terkenal itu sangat menyedihkan. Di atas makam terlihat sejumlah 
batu bata bekas bongkaran bangunan. "Belum lama ini ada yang mengaku 
keluarganya yang membeli rumah di atas makam itu. Kabarnya, mereka akan 
memperbaiki makam ini," kata Basir, penduduk setempat yang rumahnya 
berdampingan dengan makam itu. 

Keberadaan makam itu hanya bisa dikenali dari bentuknya yang unik. Panjang dan 
lebar dan bagian muka makam yang bertuliskan tulisan Cina dan Belanda. "Banyak 
sekali bangunan tua dan situs yang bila dikelola dengan baik punya arti penting 
bagi kehidupan kita. Yang kami lakukan ialah mengajak warga Jakarta berkunjung 
ke beberapa sisa peninggalan masa lalu," tambah Asep. 

Lewat jalan-jalan itu memang diharapkan meningkatnya apresiasi masyarakat 
Jakarta terhadap pentingnya bangunan tua sebagai bagian sejarah yang tak bisa 
dilupakan. Semoga.[A-14] 


Last modified: 4/4/06 

[Non-text portions of this message have been removed]





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke