http://kompas.com/kompas-cetak/0604/25/ekonomi/2606674.htm
      Selasa, 25 April 2006  
     
     
     

      Ke Shanghai Mengejar "Harga China" 


      "Harga China". Itulah jargon para saudagar sedunia untuk menggambarkan 
harga murah sebuah produk apa pun. Tak ketinggalan pebisnis di Amerika Serikat 
juga telah lama mengenal istilah "harga China" itu. 

      Menurut Ted C Fishman, sejak tiga tahun silam para pembuat komponen mobil 
Amerika mengeluhkan pembuat mobil yang meminta kepada pemasok komponen "harga 
China" dalam pembeliannya. Bahkan, pemasok Amerika pun telah diminta langganan 
besarnya untuk memindahkan pabriknya ke China atau mencari sub-sub kontraktor 
di sana. 

      "China is everywhere...." Begitu Ted C Fishman memulai tulisan dalam 
bukunya, China Inc. China telah memengaruhi hidup kita sebagai konsumen, 
pekerja, dan bangsa. Kata-kata "made in China", seolah telah menjadi universal 
seperti uang. Apa saja, mulai dari barang sederhana, semisal jarum jahit sampai 
produk berteknologi tinggi semacam produk biotech, komputer, telepon seluler, 
sampai komponen pesawat terbang dan roket. 

      "Tidak ada satu negara pun sebelumnya yang mampu berlari dengan baik 
dalam tanjakan setiap langkah pembangunan ekonomi sehebat China. Tidak ada 
negara yang lebih baik bermain dalam permainan ekonomi dunia ketimbang China. 
Tidak ada negara yang mengejutkan hierarki ekonomi global seperti China," papar 
Fishman. 

      Itulah gambaran kerepotan yang terjadi. Bahkan, pengusaha garmen AS dan 
Eropa juga uring-uringan menghadapi serbuan produk China sehingga mereka 
merengek-rengek kepada pemerintahnya untuk menekan Pemerintah China merevaluasi 
mata uangnya, yuan. 

      Memang ada anggapan, barang murah China identik dengan mutu rendah, 
bahkan pemalsuan. Sah saja tudingan itu meski tidak semuanya benar. 

      Tetapi, dari segi strategi bisnis, menggarap pasar yang luas potensinya 
merupakan jurus jitu China untuk membuat barangnya bisa menjelajah dunia. 
Betapa tidak, penduduk dunia yang berpenghasilan rendah sampai yang 
sedang-sedang saja luar biasa jumlahnya. Tentu mereka membutuhkan produk, dari 
makanan, pakaian, sampai peralatan rumah tangga, dengan harga murah. Kualitas 
produk bagi mereka mungkin urusan kedua. 

      Di Indonesia, juga sudah lama harga murah itu identik dengan produk 
China. Sebutlah, misalnya pakaian, elektronik, dan barang-barang konsumsi 
lainnya, yang benar-benar merepotkan para pebisnis produk sejenis. Bagaimana 
mungkin ada harga Rp 10.000 untuk tiga jenis barang, seperti dijual pedagang 
kaki lima di pinggir-pinggir jalan di Jakarta? Bahkan, produk China dijajakan 
dari rumah ke rumah di pelosok-pelosok desa oleh pedagang lokal yang berdasi. 

      Di pasar Luo Hu di Shenzen, misalnya, betapa fasihnya sejumlah penjaga 
toko bisa menyebut lolek mulah (Rolex murah) atau sepatu mulah.... pertanda 
interaksi masyarakat Indonesia dengan mereka cukup intensif. 

      Mengapa China bisa memproduksi barang dengan murah sudah sangat banyak 
dibahas, terutama karena biaya berbisnis di sana memang rendah. Investor 
mendapat fasilitas fiskal yang melimpah, pengurusan izin-izin dimudahkan, 
infrastruktur yang berkelas dunia, dan tenaga kerja murah. Semua itu membuat 
pengusaha nyaman dan semakin berbondong-bondong ke China. 

      Wakil Presiden Jusuf Kalla pun tak mau ketinggalan dengan membawa 
seorombongan menteri dan pengusaha. Perjalanan itu diselenggarakan bersamaan 
ketika lagi hangat-hangatnya pemerintah mau membangun kawasan ekonomi khusus, 
infrastruktur transportasi cepat, serta pembangunan kelistrikan. 

      Wakil Presiden ke China, terutama di kota dagang dan industri Shanghai 
dan Shenzen, kali ini bukan hanya mau belajar, seperti kata bijak tuntutlah 
ilmu walau sampai ke negeri China. Lebih dari itu, Wapres juga hendak mencari 
barang dengan "harga China" tersebut untuk pembangkit listrik. Upaya Wapres itu 
tentulah merupakan langkah yang strategis. Kekurangan listrik semakin menjadi- 
jadi, sederet pembangkit PLN masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dengan 
kapasitas 8.000 megawatt. Tentu sangat mahal biayanya, apalagi jika dikaitkan 
terus melonjaknya harga minyak. Saat ini saja, PLN harus merogoh kocek sampai 
Rp 40 triliun untuk biaya BBM. Kondisi itu membuat pemerintah sesak napas, 
apalagi dengan tidak menaikkan tarif listrik. 

      Akhirnya pihak PLN menandatangani nota kesepahaman dengan sejumlah BUMN 
China untuk membangun pembangkit seharga 700.000 dollar AS per MW. Empat MOU 
yang diteken mencakup 8.000 MW senilai 5,6 miliar dollar AS untuk pembangunan 
yang ditargetkan selesai sampai tahun 2008. "Kita harus berkeringat. Tidak bisa 
lagi seperti di masa lalu, semuanya dikerjakan orang asing dan kita tinggal 
terima bersih," ujar Wapres. 

      Mutu produk China itu bagaimana? "Inilah yang kami hendak pastikan, 
terjaminnya mutu produk dan mendapatkan harga murah," ujar Menteri Energi dan 
Sumber Daya Manusia Purnomo Yusgiantoro. 

      Pertanyaannya, apakah target pembangunan itu dapat tercapai? Pertanyaan 
ini pantas diutarakan mengingat bisnis listrik ini benar-benar "bervoltase 
tinggi". 

      Apalagi, seperti diungkapkan Purnomo Yusgiantoro, tawaran harga kontrak 
lain di luar China, seperti Jepang dan negara-negara Barat, sebelumnya berkisar 
1 sampai 1,2 juta dollar AS per MW. 

      Logikanya, tentu saja bakal banyak yang gerah dengan "harga China" 
tersebut. Bukan hanya pemasok pembangkit, juga para broker dan pedagang kertas. 
(dis)
     


http://jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=222783
Selasa, 25 Apr 2006,
Boao, Kecamatan di Tiongkok Tempat Pelesir Pemimpin Dunia


Masih Ada Penjual Gabah, Lapangan Golf Buka 24 Jam
Di Tiongkok bukan hanya Shanghai atau Beijing yang menarik perhatian. Kota-kota 
kecil di pinggiran pun mulai mempercantik diri dan go global. Salah satunya 
kota Boao di Provinsi Hainan. Berikut catatan wartawan Jawa Pos TOFAN MAHDI 
yang pekan lalu mengikuti rombongan Wapres Jusuf Kalla mampir ke kota itu.

KALAU boleh dibandingkan, kota Boao mirip sebuah kecamatan di kabupaten atau 
kota kecil di Indonesia. Kehidupan kotanya jauh dari kesan modern. Tak ada mal, 
pusat-pusat perbelanjaan, apalagi kafé atau tempat nongkrong di malam hari.

Lalu lintasnya sepi. Hanya satu atau dua kendaraan yang berlalu lalang. 
Rumah-rumah penduduknya juga tak ada yang mewah, sederhana, dan kental kesan 
agraris. Toko-toko yang berjajar di jalanan utama Boao, mirip kawasan pecinan 
yang masih ada di kota-kota pinggiran di sini. Ada penjual gabah, toko 
kelontong penjual sayur mayur, juga persewaan kaset DVD. Juga di depan beberapa 
rumah, tampak terpampang jemuran pakaian. Yang membedakan, di sana terdapat 
meja biliar di pinggir jalan.

Yang terbentang luas adalah areal persawahan, pegunungan, hutan kelapa, dan 
juga perairan. Boao dikenal dengan sebutan Kota Air (water town) karena menjadi 
tempat pertemuan tiga aliran air, yaitu Sungai Wanquan, Long Gun, dan Jiu Qu 
yang terhubung ke Laut China Selatan. Dari ketiga sungai itu, yang paling 
terkenal adalah Wanquan yang merupakan sungai terpanjang ketiga di Provinsi 
Hainan. 

Kehidupan penduduk yang masih tradisional dan kondisi alam yang masih perawan 
itulah justru yang menjadi "harta karun" yang masih terpendam. Boao adalah 
salah satu kota masa depan di Tiongkok meski dengan konsep yang berbeda. Jika 
Shanghai atau Shenzhen didesain sebagai barometer ekonomi dan industri, Boao 
masa depan adalah kawasan yang dirancang sebagai salah satu destinasi 
pariwisata utama di Asia. 

"Bahkan kami berobsesi menjadi tujuan wisata terbaik di dunia," kata Steven, 
mahasiswa Tiongkok yang menjadi liaison officer (LO) rombongan dari Indonesia.

Pernyataan Steven ini diamini Ariyanto, press officer dari Kedutaan Besar RI di 
Beijing yang ikut mendampingi. "Pemerintah Tiongkok menyiapkan Boao seperti 
Bali di Indonesia atau Phuket di Thailand. Mereka menawarkan wisata tropis, 
saat belum begitu terkenal, tetapi masa depannya sangat menjanjikan," kata 
lulusan Fisip Hubungan Internasional UI ini.

Meskipun jarak kota Boao dengan kota-kota lain di Hainan tidak bisa dibilang 
dekat, infrastruktur jalan tol yang memadai memungkinkan kota ini dijangkau 
dengan cepat. Dari kota kabupatennya, Qionghai, bisa ditempuh setengah jam. 
Dari bandara terdekat Mei Lan, Haikou (ibu kota Provinsi Hainan), yang jaraknya 
sekitar 105 kilometer "hanya" butuh waktu sekitar satu jam. 

Nama Boao mulai go global sejak 2001. Saat itu, untuk kali pertama digelar 
konferensi internasional Boao Forum for Asia (BFA). Konferensi ini merupakan 
wahana dialog antara para pemimpin politik dan bisnis dunia maupun Asia. Dalam 
forum itu, mereka membicarakan berbagai isu terkait kerja sama ekonomi dan 
politik negara-negara di Asia. "Setelah menjadi tuan rumah pertama itu, Boao 
dipercaya sebagai tempat tetap dan markas besar BFA," lanjut Steven.

Kedatangan Wapres Jusuf Kalla akhir pekan lalu juga untuk menghadiri BFA 2006. 
Selain Kalla, hadir pula antara lain mantan Presiden Filipina Fidel Ramos 
(chairman BFA), Wapres Tiongkok Zeng Qinghong, Presiden Slovenia Drnovsek 
Janes, Menperindag Jepang Nikai Toshihiro, Menlu Singapura George Yeo, dan 
Menteri Perdagangan Korea Kim Hyun Chong.

"Para pemimpin dunia ini tidak hanya menghadiri konferensi. Mereka juga 
menikmati wisata tropis di Boao. Wisatawan di Boao sangat menikmati golf, 
karena melayani nonstop 24 jam," katanya.

Jaringan hotel internasional pun berdatangan dan membangun properti 
besar-besaran di Boao. Beberapa brand seperti Sofitel, Golden Coast, juga 
Kempinski kini bersaing merebut pelanggan. 

"Boao adalah tempat yang luar biasa dan hadiah dari alam," ungkap Mike Ducale, 
chief designer DBI Australia, yang menjadi konsultan perencanaan pengembangan 
kawasan kota air Boao seperti dikutip dalam city profile.(*)




[Non-text portions of this message have been removed]





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke