ci Martha benar,

NKRI itu tadinya hendak didirikan diatas
landasan NATION-STATE bukan nation ras
atau religio based nation.

kemerdekaan dan bentuk negara spt ini
didukung oleh golongan Tionghoa, baik
nasionalis Tiongkok spt SIN PO maupun
keturunan Tionghoa yang berkiblat pada
'ibu Indonesia' spt PTI.

SIN PO dan kalangan nasionalis Tiongkok
berjabat erat dengan nasionalis indonesia
dengan kesatuan perspektif anti kolonialisme
eropa. jalinan kerja sama ini pernah terjadi.
nasionalis Tiongkok membantu nasionalis
Indonesia mengusir kolonial Eropa.

Dr. Tjipto Mangunkusumo berpesan kepada
Tionghoa untuk mengabdi pada 'ibu indonesia'
tanpa melupakan 'bapak Tiongkok'.

bung Karno berucap bahwa ia lebih hormat
kepada golongan Nasionalis Tiongkok yang
menyokong penuh kemerdekaan Indonesia daripada
Tionghoa yang memilih jadi orang Indonesia
dengan maksud mengambil keuntungan oportunis.

Liem Koen Hian pernah menggelar comite van
aksi bangsa-bangsa asia yang terdiri dari
Indonesia, Tionghoa dan Arab untuk bersikap
menentang Belanda.

adanya prejudis dari sejumlah kalangan 'pribumi'
Indonesia seharusnya tidak perlu dilanjutkan
pada generasi ini. harus disadari dengan jelas
bahwa kehadiran Tionghoa di Nusantara ini tidak
dengan maksud imperium, mengambil hak kepemilikan
tanah, menindas rakyat 'pribumi' dan lain-lain
prejudis yang sengaja dihembus-hembuskan.

adanya desas-desus tentang kolone kelima,
bahaya kuning dari utara, ekslusifisme
negatif, tidak loyal dsb dsb terbukti
tidak benar dan tidak pernah terjadi.

pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap
Tionghoa semestinya diakui dengan jujur untuk
itikad perbaikan ke depan.

semoga, peristiwa pemaksaan ganti nama
tidak akan pernah lagi terjadi di atas bumi
Indonesia.

Sub-Rosa II

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "marthajan04"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Ikut nimbrung juga ya,
> Saya rasa, yang Kenken masalahkan itu pelanggaran HAM-nya bukan
> balas dendamnya.  Memang pada waktu itu banyak juga yang merasa
> enggak suka.
> Dibilang dipaksa ya enggak,  tapi dibilang sukarela ya enggak juga.
> Dulu banyak yang enggak mau ganti nama, sampai ber-tahun2 orang
> tenang2saja. Sampai suatu saat, mungkin pemerintah merasa
imbauannya
> dicuekin orang, jadi mulai mengadakan pembatasan2 kemudahan bagi
> tionghoa2 yang enggak mau ganti nama.
> Masuk sekolah sulit. Yang udah ada disekolah itu dengan nama
> tionghoanya, diancam enggak boleh ikut ujian, dsb.
> Yang mau buka usaha apa lagi. Jangan harap keluar surat2 ijinnya
> dengan 3 nama itu. 
> Nah dengan menghilangkan kemudahan2 ini, apa bukannya paksaan
> terselubung? Dan yang namanya paksaan itu kan juga pelanggaran HAM.
>
> Kalo ada nama2 beken seperti YapThiam Hien, Soe Hok Gie dll.,
enggak
> ganti nama ya enggak apa2, wong bukan dia yang butuh kerjaan tapi
> kerjaan yang butuhin dia.
> Ini, bagi orang2 biasa yang kayak gue ini, memang dipaksa kok.
> Belum lagi kalo ganti namanya dikota kecil yang pejabatnya ndeso.
> Ganti nama harus yang seperti orang deso punya nama, seperti 
> Sariyem ato dikasih imbuhan yati atau wati yang enggak match
banget
> sama nama lamanya. Ada Imiyati, Linawati, Tjinawati� yang aneh2.
>
> MJ
>
>
>
>
>








.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.




SPONSORED LINKS
Indonesia Culture Chinese


YAHOO! GROUPS LINKS




Kirim email ke